Kematian Yesus dan Pelayanan
Sengsara Yesus adalah sebuah rangkaian peristiwa dengan syarat makna dimana semua nilai-nilai penting manusia dan semesta diungkapkan, dinilai, dikutuk, dan diberkati. Masa sengsara terhitung ketika Yesus memasuki Yerusalem dengan arak-arakan besar. Peristiwa menyertakan semua hal di muka bumi ini. Ada pohon yang dikutuk karena tidak menghasilkan buah, ada keledai yang dijadikan tunggangan raja damai, ada semak duri yang dijadikan mahkota Anak-Manusia, ada malaikat yang memberi kekuatan kepada Yesus di Getsemani, bahkan ada Iblis yang merasuki Yudas Iskaryot setelah Yesus memberikan roti kepada-Nya.
Peristiwa sengsara Yesus terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi waktu singkat itulah yang menjadi penentu nasib segala sesuatu dimuka bumi ini. Dalam peristiwa sengsara Yesus segala hal diterangi, diperjelas, diintropeksi, direkonstruksi dan banyak hal dituntun atau Nilai-nilai perlayanan yang paling mendasar dan terbesar kita dapat saksikan dalam Peristiwa perstiwa Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya yang hanya dituliskan oleh Injil Yohanes dan memasukkan peristiwa pembasuhan itu sebagai bagian dalam peristiwa Paskah: “Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya (Yoh.13: 1).
Peristiwa pembasuhan kaki adalah suatu bentuk teladan Yesus kepada murid-murid-Nya bahwa Ia adalah “seorang Hamba yang menderita” dan untuk menjawab pertengkaran diantara murid yang selalu mmpertengkarkan siapakah yang terbesar dianatara mereka, dimana Lukas dua kali mencatat pertengkaran ini hingga disaat Tuhan Yesus duduk untuk makan perjamuan terakhir dengan para murid mereka masih mempertentangkan siapa yang terbesar diantara (Luk. 9:33-37; 22: 24-38).
Pekayanan hanya aka nada dan terjadi jika seorang memiliki kedasaran bahwa ia adah hamba Allah. Yesus Tuhan menunjukkan sikap kehambaan kepada Allah sehingga menanggalkan segala atribut KeAllahan itu dan mengambil rupa sebagai seorang Hamba yang taat, bahkan taat sampai mati. Apa yang dilakukan Yesus kepada murid-murid-Nya dengan menanggalkan jubah dan mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkan pada pinggang-Nya adalah menunjukkan diri sebagai hamba, bukan menghambakan diri kepada para murid tetapi Ia menghambakan diri kepada Allah. Apa yang dilakukan-Nya pada murid adalah dalam rangka menghambakan diri kepada Allah.
Pekayanan hanya aka nada dan terjadi jika seorang memiliki kedasaran bahwa ia adah hamba Allah. Yesus Tuhan menunjukkan sikap kehambaan kepada Allah sehingga menanggalkan segala atribut KeAllahan itu dan mengambil rupa sebagai seorang Hamba yang taat, bahkan taat sampai mati. Apa yang dilakukan Yesus kepada murid-murid-Nya dengan menanggalkan jubah dan mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkan pada pinggang-Nya adalah menunjukkan diri sebagai hamba, bukan menghambakan diri kepada para murid tetapi Ia menghambakan diri kepada Allah. Apa yang dilakukan-Nya pada murid adalah dalam rangka menghambakan diri kepada Allah.
Hal kedua yang ditunjukkan Tuhan Yesus adalah kerendahan hati. Pembasuhan kaki adalah tugas seorang hamba yang paling rendah diantara para budak, dan Yesus mengambil posisi itu. Semua yang dilakukan Tuhan Yesus ini hanya akan terjadi jika ada suatu “kerendahan hati”. Tuhan Yesus mengatakan “kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu” (Yoh. 13: 13-14). Tak ada guru dijaman Yesus yang membasuh kaki murid-muridnya, justru sebaliknya murid yang membasuh kaki guru mereka, tetapi Yesus membalikkan hal itu.
Gereja Katolik Roma menjadikan pembasuhan kaki sebagai suatu upacara gereja yang mengawali peristiwa Paskah, tetapi dalam iman Prostentan bukanlah bentuk pembasuhan itu, tetapi nilai pelayanan kehambaan yang penuh kerendahan hati yang harus mengisi setiap pelayanan orang-orang percaya