Legalisme Agama dan Belas Kasih.
Mat. 12:1-8
Yesus adalah orang kontrofersial di jamannya, selain ajaran-Nya yang menggugah dan membaharui, juga banyak tindakan-tindakan Yesus yang dianggap radikal. Tidak kurang dan tidak jarang Tuhan Yesus harus menerima imbas kontrofersi dari tindakan-Nya, diantaranya adalah: ketika Ia menyembuhkan seorang yang lumpuh di Bait Suci pada hari sabat, ketika murid-murid-Nya makan dengan tidak mencuci tangan, dan ketika murid-murid-Nya memtik gandum dan memakannya pada hari sabat yang dianggap Farisi sebagai pekerjaan memanen yang dilarang pada hari sabat.
Tuhan Yesus tidak mengabaikan kehidupan keagamaan orang Farisi, bahkan Ia mengatakan “jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat. 5: 20).
Dalam kasus kecaman para Farisi kepada para rasul yang memetik dan memakan buah gandum pada hari sabat,apa maksud kecaman Tuhan Yesus kepada para Farisi?
Yang Tuhan Yesus kecam adalah cara beragama hanya sebatas legalisme dan menjadikan aturan agama sebagai tujuan.
Kecaman kepada legalisme agama.
Bagi Yesus: agama dengan berbagai aturannya adalah pagar rumah yang menyatakan batas-batas dan juga sebagai pelindung bagi setiap orang yang berada di dalam rumah, dimana setiap orang dapat masuk dan keluar dengan bebas, tetapi pencuri tidak dapat masuk dengan bebas.
Tuhan Yesus menegecam orang Farsi yang telah menjadikan agama bagaikan benteng kota yang sedang terkepung, dimana setiap orang yang berada didalam sedang terkepung dalam keadaan resah dan kelapran, demikian setiap orang yang berada di luar berusaha menerobos tetapi tidak dapat masuk.
Agama dan hukum-hukumnya seharusnya menjadi seperti rumah yang terpagari dengan baik, dimana setiap orang yang berada diluar dapat masuk dan merasa nyaman didalamnya, setiap tugas dilakukan dengan sukacita, bukan sebagai kuk perhambaan.
Agama menuntun kepada belaskasihan dan bukan perasan saleh.
Bagi Yesus kegiatan agama itu adalah alat dan bukan tujuan, tujuan kegiatan agama adalah agar kita membangun relasi yang benar kepada Allah dan sesama. Tujuan ibadah agar kita semakin mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Tuhan Yesus katakan: Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan (Mat. 12:7).
Akhirnya tembok legalisme agama yang di bangun oleh Farisi hanya membawa mereka kepada “perasaan saleh” yang terputus dari kasih kepada Allah dan belas kasih kepada sesama. Kesalehan tanpa kasih kepada Allah dan belas kasih kepada sesama adalah kesalehan yang palsu.
Dari, oleh dan bagi Yesus.
Farisi telah mejadikan hukum sabat sebagai tujuan. Tuhan Yesus mengatakan “hari sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari sabat” (Mrk. 2: 27), bahwa manusia adalah subjek terhadap hari sabat dan Allah adalah tujuan dari sabat.
Dengan sabat Allah menunjukkan kemurahan-Nya kepada semua manusia termaksud para budak, hewan dan alam untuk beristrahat didalam Tuhan. Sabat diadakan agar manusia beristrahat dan memuji Allah yang memberi kemurahan.
Ketika Tuhan Yesus mengatakan “Di sini ada yang melebihi Bait Allah”(Mat. 12:6). Dan Yesus pun mengatakan: Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat." (Mat. 12:8), Bagi Yesus bahwa agama harus berpusat pada-Nya dan semua hukum agama harus memuliakan-Nya dan melayani-Nya.