Sejak 2017 kita menyaksikan suatu venomena menyedihkan yaitu gelombang migrasi yang demikian besar di seluruh penjuru dunia terutama di Eropa. Fenomena migrasi besar-besaran ini disebabkan oleh hancurnya beberapa negara Arab dan munculnya teroris ISIS di negara-negara Arab.
Kita tidak boleh memandang perpindahan penduduk hanya sekedar beralih dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Manusia bukan benda. Ada pepatah mengatakan “lebih baik hujan batu di negeri sendiri, dari pada hujan emas di negeri orang”.
Di setiap tanah ada sejarah, ada budaya, ada kebiasaan, ada adaptasi, ada agama, ada kenangan, ada kehormatan, ada hubungan. Hidup manusia modern kurang memahami hal ini, itulah sebabnya mengapa manusia modern banyak kehilangan nilai-nilai sebagai manusia, dan hanya terfokus pada materi.
Ada dua istilah yang kadang dipahami keliru yaitu “pengungsi dan imigran”. Dalam bahasa Inggris kata ini memiliki latar belakang dan pengertian yang jauh berbeda, yaitu:
a. Imigran: adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya, atau lebih tepatnya dari desa ke kota, atau dari tempat tertinggal ke tempat maju. Imigran adalah orang yang berpindah dengan dilatarbelakangi oleh tujuan ekonomi, atau keinginan mencari kehidupan yang labih nyaman dan mapan. Imigran adalah orang yang berpindah, tanpa kegentingan situasi.
b. Pengungsi: adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tampat lainnya, kadang dari kota ke desa, yang dilatarbelakangi oleh situasi darurat yang berhubungan dengan hidup, seperti perpindahan karena bencana alam atau perang yang mengancam nyawa.
Pengungsi pasti menyangkut imigran, tetapi imigran belum tentu sebagai pengungsi. Yesus adalah “sang pengungsi”, Perpindahan Yesus terjadi pada usia-Nya yang 2 tahun, hal ini dilatarbelakangi oleh rencana pembunuhan yang dilakukan oleh Herodes, dan hal itu terbukti dengan pembantaian bayi dibawah umur 2 tahun di Betlehem (Yer. 31: 15; Mat. 2: 16).
Sebagaimana pada poin di atas bahwa di suatu tanah ada berbagai macam dimensi didalamnya, terlebih lagi jika kita berbicara tanah dalam pandangan orang Yahudi pada jaman Yesus.
Berdirinya kembali negara Israel dijaman modern ini, memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya konsep tanah bagi mereka, sehingga banyak orang Israel di seluruh penjuru dunia meninggalkan negara dimana mereka berada selama ini dengan kesuksesan mereka di sana, sebab bagi orang Israel, Kanaan adalah tanah perjanjian, yang bukan sekedar tanah, tetapi tanah yang dihubungkan dengan Allah. Itulah sebabnya mengapa orang Israel menganggap bahwa jauh dari Kanaan adalah terbuang dari Allah.
Apa maksud Allah Bapa dengan rencana-Nya terhadap Yesus Kristus yang harus menjadi seorang pengungsi?
1. Yesus adalah Mesias yang terusir:
Tindakan Allah yang memilih Israel menjadi bangsa perjanjian, memberikan hukum Taurat kepada mereka untuk menjadi dasar hukum agama, sipil dan moral, memberikan tanah Kanaan kepada mereka, semua bertujuan demi mempersiapkan datangnya Mesias sebagai juru selamat dunia. Tetapi ketika Dia lahir, pemerintah yang notabene adalah wakil Allah dimuka bumi ini, justru menolak kedatangan-Nya, bahkan berupaya membunuh-Nya.
Yesus dibawah ke Mesir lebih tepat sebagai “pengungsi” yaitu suatu perpindahan mendesak yang menyangkut keselamatan nyawa, oleh karena itu lebih tepat Ia dikatakan sebagai Mesias yang terusir.
Banyak bentuk pengungsian, tetapi menjadi pengungsi untuk menghindari pembantaian adalah situasi yang paling menderita, oleh karena itu; Yesus menempati tempat yang paling sengsara, paling tertolak dari semua pengungsi di muka bumi ini.
Terusir, tertolak, dibuang, adalah salah satu hukuman atas dosa manusia, oleh karena itu, sebagai penebus dosa, Tuhan Yesus harus mejalani semuanya itu yang berpuncak pada saat Ia berseru Eloi, Eloi lama sabaktaNi diatas kayu salib. Dengan demikian semua penderitaan manusia akibat dosa, telah dijalani-Nya.
2. Yesus Menggnapi nubuatan nabi
Salah satu kriteria seorang bapa yang baik, adalah bapa yang mempersiapkan masa depan anak-anaknya dengan baik. Mempersiapkan masa depan anak bukan saja menyiapkan pembiayaan untuk hidup anak, tetapi juga merencanakan berbagai macam pengajaran, pelatihan dan pendidikan. Ingat sekali lagi, pengajaran, pelatihan dan pendidikan. William McRaven, jendral bintang empat angkatan laut US, mengatakan: jika anda ingin merubah dunia maka “bangunlah pagi hari dan rapikan tempat tidurmu”.
Berbeda dengan semua bapa di muka bumi ini, Bapa di Sorga justru menyiapkan bagi Anak-Nya Yesus Kristus suatu jalan hidup yang penuh dengan kesengsaraan demi penebusan dosa.
Perencanaan jalan sengsara yang disediakan Bapa bagi Kristus itu dinubuatkan oleh para Nabi, diantaranya adalah nubuat bahwa Ia akan menjadi Anak yang dibawa ke pengungsian sejak dari bayi.
Pengungsian Yesus Kristus adalah untuk menggenapi nubuat nabi Musa: “Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan. (Ul 18:15) dan nubua Hosea: Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu (Hos 11:1).
Nubuatan para nabi untuk menegaskan bahwa Dialah Mesias yang dijanjikan Allah, dari jalan hidup yang dijalani-Nya dan menegaskan bahwa jalan sengsara yang dijalani Yesus adalah rencana Allah sebagai jalan penebusan dosa.
3. Yesus berempati dengan semua manusia yang terusir dari kampung halaman dan tanah air mereka.
Orde Baru diawali dengan kisah yang memilukan, selain kematian jutaan orang yang dituduh PKI, juga kisah duka para cendikiawan bangsa ini yang sedang dipersiapkan oleh Presiden Soekarno untuk menempuh pendidikan di berbagai belahan dunia, dimana sebagian besar dari mereka dicabut status kewarganegaraannya yang menyebabkan mereka harus menjadi imigran di berbagai negara. Akibat dari pembuangan yang dilakukan oleh orde baru, akhirnya melahirkan kisah-kisah mereka sungguh memilukan.
Kita mungkin akan mengatakan apa hubungan khotbah ini dengan diriku? Aku bukan seorang imigran atau pengungsi. Tetapi taukah kita bahwa mungkin orang tua kita adalah seorang yang harus meninggalkan kampung halaman mereka untuk mencari penghidupan yang lebih baik di daerah lain.
Mungkin bahwa kita bukan seorang pengungsi atau imigran, tetapi orang-orang disekitar kita, atau mungkin diantara mereka adalah orang Kristen imigran atau pengungsi dengan berbagai macam latar belakang. Sudakah kita melakukan sesuatu seperti yang diperintahkan Tuhan kepada mereka?
Atau tahukan kita bahwa dikemudian hari justru anak-anak kita yang harus meninggalkan Surabaya ke wilayah lain, atau ke negara lain demi mencari penghidupan yang lebih layak?
Gereja harus mengambil sikap terstruktur dalam menangani “pengungsi dan imigran”, bahkan melihat ini sebagai ladang misi. Kita harus menjadi sahabat bagi orang terusir dari kamupung halaman, kota dan tanah air mereka. sebagaimana perkataan Tuhan Yesus: Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing (Yun: Xenos: orang asing, stranger, alien (Inggris). kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. (Mat. 25:35-36).
Teringat mamaku yang membawa orang Jawa dari pasar yang datang menjual dan harus tidur di emperan pasar. Ketika kami bertanya mengapa ia melakukan itu membawa orang asing tidur di rumah, mama mengatakan, “mungkin suatu saat anak-anak saya juga menjadi orang asing ditempat orang lain”.
Kita mungkin berpikir mengapa para pengungsi Timur Tengah dan Afrika tidak berimigrasi ke negara-negara Arab lainnya yang maju dan kaya Raya, sebab negara-negara tersebut tidak memilki budaya atau ajaran yang akhirnya menghasilkan sikap dan piagam penanganan imigran atau refugee.
Kita bersyukur bahwa negara-negara Barat yang telah dipengaruhi iman Kristen telah menunjukkan suatu fakta nyata bahwa ada suatu pemikiran, budaya dan piagam penanganan pengungsi dan imigran.
Perjanjian Lama & Perjanjian Baru, memiliki nilai-nilai penanganan pengungsi dan imigran secara teologis dan praktis. Diantaranya adalah Kel 22:21, "Janganlah kautindas atau kautekan seorang orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir”. Demikian pula dalam Im 19:33, “Apabila seorang asing tinggal padamu di negerimu, janganlah kamu menindas dia”. Dalam Perjanjian Baru sangat terwakili dengan pernyataan Tuhan Yesus yang mengidentifikasi diri-Nya sebagai salah satu dari orang asing, atau pengungsi atau seorang imigran.
Kita tidak boleh mentup mata dengan para pendatang, orang asing, imigran dan pengungsi. Tuhan membebankan tugas itu dipundak kita, maka marilah kita berbuat sesuatu semampu kita. Biarlah Kristus sang pengungsi dimuliakan oleh semua imigran dan pengungsi karena perbuatan yang kita lakukan terhadap mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: