Senin, 31 Juli 2017

Nick Vujicic
Yoh. 9

Nick Vujicic terlahir di Brisbane Austria pada 4 Desember 1982 terlahir dari keluarga Serbia sebagai orang cacat yaitu tidak mempunyai tangan dan kaki, karena keadaan bawaan sejak lahir. Karena keberadaanya itu ia sering mengalami intimidasi oleh teman-teman sekolah sehingga ia sempat depresi dan ingin bunuh diri di usia 8 tahun, bahkan pada usia 10 tahun ia berupaya  menenggelamkan dirinya. Nick Vujicic ia telah mengalami tekanan berat dalam hidup sejak usia dini. Anugerah Tuhan bagi Nick ia tersadar bahwa hidup bagaimanapun keberadanya harus disyukuri, ia mengatakan bahwa Tuhan memiliki rencana didalam hidupnya.

Pada awalnya Nick berdoa sangat keras agar Allah memberikan tangan dan kaki kepadanya dan mengatakan pada Allah jikalau doanya tidak terkabul maka ia tidak akan lagi memuji Allah, namun titik balik sangat penting didalam hidupnnya ketika ibunya memberika kepadanya sebuah artikel kesaksian seorang yang juga cacat berat dan ia menyadari bahwa ia bukan satu-satunya orang yang menderita.
Nick berupaya menemukan cara hidup tanpa tangan dan kaki, ia dapat mengetik komputer, bahkan ia masuk kuliah dan terpilih menjadi kapten MacGregor Negara di Queensland dan bekerja sama dengan dewan mahasiswa menggalang dana untuk orang cacat. Ketika usia 17 ia mulai memberikan renungan ke kelompok doanya dan akhirnya mendirikan organisasi “Life Without Limbs”.
 Saat ini Nick telah melakukan perjalanan di lima benua untuk menjadi motifator, ia juga menulis, membuat film pendek, membintangi film. Dari seorang yang dianggap kutukan Nick bangkit menjadi berkat bagi banyak orang, dari kelemahan yang paling lemah ia bangkit menjadi motifator dan mengkuatkan banyak lutut yang lemah, hati yang patah. 
Ketika dalam perjalanan pelayanan Yesus melihat seorang buta sejak lahir di pinggir jalan, murid-muridnya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berdosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta? Pertanyaan berdasarkan kesimpulan bahwa penderitaan atau terlahir cacat adalah akibat dosa, dan terlahir cacat atau penderitaan adalah suatu hukuman Allah atas dosa, sehingga mereka mengurung Yesus pada dua jawaban. Tetapi  jawab Yesus: “bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia”. Pekerjan-pekerjaan Allah yang dinyatakan bagi orang buta ini adalah ketika ia disembuhkan oleh Yesus dan nama Allah dimuliakan karena mujizat itu, walau banyak juga yang tetap tidak percaya. Lalu bagaimana dengan Nick Vujicic hingga saat ini ia tetap menyimpan sepasang sepatu pada lemarinya dengan harapan suatu saat ia punya kaki, tetapi sampai saat ini ia tidak memiliki kaki. Walau hingga saat ini Nick Vujicic tidak memiliki kaki ia telah bepergian ke lima benua untuk memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi banyak jiwa. 



RUMAH DAN KEMATIAN



Rumah dan Kematian



















Berbagai macam pandangan mengenai rumah dan kematian, hal itu terjadi berbeda-beda dari suku-suku yang berada di di Indonesia. Respon yang berbeda akan sangat dipengaruhi terhadap pandangan dan kepercayaan akan kedua hal tersebut yaitu pandangan terhadap kematian dan juga rumah dan bagaimana menghubungkan keduanya.

Pada dasarnya pandangan yang menghubungkan segala sesuatu menjadi sebab akibat dikategorikan dalam pandangan filsafat “Pantheisme”  dengan moto Allah didalam segala sesuatu dan segala sesuatu memiliki unsur keallahan”, hal ini menjadikan segala unsur saling terhubung dan menjadi sebab akibat. Dalam filsafat pola hubungan seperti ini sering dikateegorikan sebagai agama kuno.

Beberapa suku-suku di Indonesia berada di dalam kerancuan dan kebingungan dalam hubungannya dengan tradisi dan agama baru mereka, sehingga walau mereka telah menyatakan diri sebagai agama Kristen atau Islam tetapi kenyataan praktek percaya mereka bersifat Hinduisme yang kental dengan filsafat ‘panteisme’. 
Penulis memberi contoh beberapa suku di Indonesia  dalam tradisi hubungan antara rumah dan kematian. Suku Anak Dalam di Bengkulu adalah salah satu contoh suku kuno dengan paham panteisme dimana ketika seorag anggota suku meninggal, maka kelompok itu akan meninggalkan semua yang ada dalam satu lingkungan dan berpindah ke tempat lain, selain untuk membuang duka mereka, juga mereka memahami bahwa tempat itu telah terkutuk.
Kedua adalah suku Moronene yang memandang rumah memiliki hubungan dengan segala sesuatu dengan penghuninya, oleh karena itu membangun rumah memiliki aturan rumit serumit aturan agama, tukang pembangun rumah adalah orang-orang khusus yang mengetahui tradisi  dalam membangun rumah karena satu kesalahan kecil akan sangat berpengaruh terhadap penghuni, contoh pemasangan atap yang terbalik disebut juga sebagai lubang kubur, pemasangan kayu yang tidak sesuai tumbuhnya kayu akan mempengaruhi banyak hal.
Satu sisi lain yaitu suku-suku di NTT yang sering memakamkan orang tua dan leluhur mereka di pekuburan keluarga yang kadang  berada di samping rumah, sehingga tanah dan rumah itu menjadi satu dengan pekuburan yang terus akan dipelihara sebagaimana memelihara leluhur mereka, makam orang mati menjadi pemersatu anak cucu yang hidup.

Pertanyaan penting dalam kontek ini adalah: 

Apakah rumah dapat menyebabkan kematian dan mempengaruhi berkat secara jasmani atau rejeki?Apakah kematian dapat mempengaruhi rumah dimana kematian itu terjadi.  
Secara fengshui bahwa memang rumah dapat menjadikan orang mati, tetapi bukan penyebab secara langsung. Contoh: ada rumah yang sehat menurut struktur peembangunannya dan juga tata letaknya: Rumah yang mendapat sinar pagi akan lebih baik dari pada rumah yang mendapat sinar sore hari.

Sirkulasi udara yang baik dalam struktur bangunan akan sangat  mempengaruhi penghuni rumah, kesehatan, psikologi (stres atau tidak), dan juga produktifitas, semua hal ini akan sangat berpengaruh dengan ekonomi.



Apakah kematian akan mempengaruhi penghuni rumah dimana kematian itu terjadi? Jawabannya kalau kematian itu terjadi bukan karena sebab-sebab poin di atas, maka pasti tidak akan mempengaruhi penghuni rumah. 


Apa kata Alkitab mengenai hubungan rumah dan kematian:


1.    Israel sangat memperhatikan hubungan orang mati dan rumah atau lingkungan,  hal ini dimulaikan ketika Abraham meminta Gua di Makpela untuk di beli sebagai hak milik dan tempat ini akhirnya menjadi tempat pemakaman keluarga hingga cucu dan cicitnya, dan makam inilah yang menjadi tanda kepemilikian mereka atas Gua dan kebun di Makpela dan akhirnya dari makam itu menjadi titik penaklukan mereka terhadap Kanaan. Hal ini disebabkan oleh konsep tanah perjanjian.

2.  Hal kedua adalah jawaban Tuhan Yesus terhadap seorang muda yang meminta waktu untuk memakamkan orang tuanya terlebih dahulu sebagai kewajiban seorang laki-laki dalam rumahnya, maka Tuhan Yesus menjawab: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan oran-orang mati mereka”. Mat.8: 21-22),  tetapi pekerjaan Tuhan adalah lebih penting. 

3. Iman Kristen dilatar belakangi oleh Iman Yahudi yang menganggap jenazah itu adalah najis sehingga tidak boleh di sentuh kecuali itu orang tua langsung atau keluarga terdekat. Dunia orang mati dan dunia orang hidup telah terpisah oleh jurang yang dalam dan hanya orang hidup yang akan menuju ke dunia orang mati, tetapi orang mati tidak dapat menyeberang ke dunia orang hidup. Hubungan dunia orang mati dan orang hidup hanya ketika manusia itu hidup, sehigga tidak ada doa bagi orang mati, sebab setelah kematian tidak ada yang dapat dirubah lagi dengan doa, hanya keangan dan harapan iman yang sama yang menghubungkan keduanya.

4.   Orang Kristen Fokus kepad orang yang hidup dari pada orang yang mati, seharusnya kasih dan cinta kepada orang hidup harus lebih dari pada orang mati. Adat Alukta menjadikan orang hidup memikul beban orang mati, demikian juga dengan tradisi Tionghowa terhadap pemeliharaan altar orang mati adalah tradisi yang membebani orang hidup bagi orang mati.  







Kamis, 20 Juli 2017

Nenek Jus
I Kor. 9:1-27

Nenek Jus itulah panggilan seorang nenek di jemaat dimana penulis lahir. Nenek Jus telah lama meninggal dan mungkin tidak ada seorangpun yang menaruh ingatan kepadanya, tetapi ketika menuliskan tulisan ini penulis teringat kepadanya. Nenek Jus tinggal berdua dengan suaminya di sebuah pondok di kebun dekat hutan, mereka hidup dengan bertani sayur-sayuran dan beternak unggas seadaya dan itulah satu-satunya penunjang hidup mereka.
Add caption
x
Nenek Jus dan suaminya tidak pernah besekolah, tetapi karena ingin membaca Alkitab maka mereka berusaha belajar membaca. Nenek Jus adalah  orang Kristen yang taat, ketaatannya itu telah dibuktikan dengan kesetiaan mereka pada saat DI/TII menganiaya mereka karena iman mereka. Selain itu ketaatan mereka kepada Tuhan dibuktikan dengan kedisiplinan mereka dalam persekutuan dan pelayanan kepada orang-orang kudus.
Nenek Jus dan suaminya menarik perhatian penulis karena memilliki ciri khas sendiri. Pada saat ke Gereja nenek Jus memakai sarung dan tidak beralas kaki dan suaminya selalu mengenakan peci hitam tetapi ketika akan memasuki gereja peci itu akan di copot dan ia akan duduk menunduk sebagai suatu bentuk penghormatan kepada Kristus dan kesucian ibadah.
Menurut ukuran, nenek Jus seharusnya mendapat dukungan dari gereja tetapi gereja belum sadar akan pentingnya pelayanan diakonia, tetapi dalam kesederhanaanya nenek Jus justru menjadi seorang Kristen yang taat dalam persembahan. Setiap Minggu sebelum ke Gereja ia akan ke pasar menjual sayur hasil taninya dan dengan hasil itu ia memberi persembahan kepada Tuhan, dan juga ia taat membawa sayuran untuk bapak pendeta kami. Ketika gereja mengumpulkan dana untuk pembangunan gedung Gereja, nenek Jus adalah jemaat yang paling disiplin maju ke depan dan mengisi kotak persembahan khusus untuk pembangunan.
Dari apa yang dilakukan oleh orang sederhana seperti nenek Jus, mengajarkan kepada kita sekalian bahwa setiap orang Kristen yang telah merasakan kasih karunia Tuhan akan memahami bahwa apapun yang ada dalam kehidup kita sekalian adalah dari Tuhan, hidup, kesehatan, talenta, harta benda, semuanya adalah dari Tuhan, oleh karena itu seberapapun bangkrutnya seorang Kristen tidak dapat menutup pintu ucapan syukur kepada Allah.
Sebagai orang yang telah merasakan kasih karunia Tuhan, hati nenek Jus dipenuhi dengan “kemurahan”, itulah sebabnya dalam kekurangannya ia setia memberi persembahan untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan setia membawa sayur bagi pendeta yang dikasihinya. Mungkin saudara akan mengatakan berapa nilainya sayur? bagi saudara mungkin tidak ada nilainya, tetapi hanya itulah yang nenek Jus miliki untuk diberikan, itulah yang menjadi sumber kehidupan mereka hari lepas hari. Nenek Jus memberi dari apa yang dipunyainya dan tentu itulah yang akan dituntut Tuhan darinya.
            Suatu hari Tuhan mamanggil nenek Jus dan ketika jemaat akan memasukkan Alkitabnya kedalam peti bersama dengan jenazahnya, mereka menemukan foto anak-anaknya dan juga foto semua pendeta yang pernah menggembalakannya. Nenek Jus selalu menangisi pendetanya ketika mereka harus pindah tugas dan selalu meminta foto mereka untuk mengingat mereka. Hubungan indah antara seorang jemaat seperti  nenek Jus dan para hamba Tuhan adalah seperti yang dikatakan oleh Paulus “Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh kehendak Allah juga kepada kami” (2 Kor. 8: 5).


LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

    1.   Introitus: (Iringan musik masuk, dan jemaat mengambil saat teduh). 2.   Votum: Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan yan...