Senin, 31 Juli 2017

RUMAH DAN KEMATIAN



Rumah dan Kematian



















Berbagai macam pandangan mengenai rumah dan kematian, hal itu terjadi berbeda-beda dari suku-suku yang berada di di Indonesia. Respon yang berbeda akan sangat dipengaruhi terhadap pandangan dan kepercayaan akan kedua hal tersebut yaitu pandangan terhadap kematian dan juga rumah dan bagaimana menghubungkan keduanya.

Pada dasarnya pandangan yang menghubungkan segala sesuatu menjadi sebab akibat dikategorikan dalam pandangan filsafat “Pantheisme”  dengan moto Allah didalam segala sesuatu dan segala sesuatu memiliki unsur keallahan”, hal ini menjadikan segala unsur saling terhubung dan menjadi sebab akibat. Dalam filsafat pola hubungan seperti ini sering dikateegorikan sebagai agama kuno.

Beberapa suku-suku di Indonesia berada di dalam kerancuan dan kebingungan dalam hubungannya dengan tradisi dan agama baru mereka, sehingga walau mereka telah menyatakan diri sebagai agama Kristen atau Islam tetapi kenyataan praktek percaya mereka bersifat Hinduisme yang kental dengan filsafat ‘panteisme’. 
Penulis memberi contoh beberapa suku di Indonesia  dalam tradisi hubungan antara rumah dan kematian. Suku Anak Dalam di Bengkulu adalah salah satu contoh suku kuno dengan paham panteisme dimana ketika seorag anggota suku meninggal, maka kelompok itu akan meninggalkan semua yang ada dalam satu lingkungan dan berpindah ke tempat lain, selain untuk membuang duka mereka, juga mereka memahami bahwa tempat itu telah terkutuk.
Kedua adalah suku Moronene yang memandang rumah memiliki hubungan dengan segala sesuatu dengan penghuninya, oleh karena itu membangun rumah memiliki aturan rumit serumit aturan agama, tukang pembangun rumah adalah orang-orang khusus yang mengetahui tradisi  dalam membangun rumah karena satu kesalahan kecil akan sangat berpengaruh terhadap penghuni, contoh pemasangan atap yang terbalik disebut juga sebagai lubang kubur, pemasangan kayu yang tidak sesuai tumbuhnya kayu akan mempengaruhi banyak hal.
Satu sisi lain yaitu suku-suku di NTT yang sering memakamkan orang tua dan leluhur mereka di pekuburan keluarga yang kadang  berada di samping rumah, sehingga tanah dan rumah itu menjadi satu dengan pekuburan yang terus akan dipelihara sebagaimana memelihara leluhur mereka, makam orang mati menjadi pemersatu anak cucu yang hidup.

Pertanyaan penting dalam kontek ini adalah: 

Apakah rumah dapat menyebabkan kematian dan mempengaruhi berkat secara jasmani atau rejeki?Apakah kematian dapat mempengaruhi rumah dimana kematian itu terjadi.  
Secara fengshui bahwa memang rumah dapat menjadikan orang mati, tetapi bukan penyebab secara langsung. Contoh: ada rumah yang sehat menurut struktur peembangunannya dan juga tata letaknya: Rumah yang mendapat sinar pagi akan lebih baik dari pada rumah yang mendapat sinar sore hari.

Sirkulasi udara yang baik dalam struktur bangunan akan sangat  mempengaruhi penghuni rumah, kesehatan, psikologi (stres atau tidak), dan juga produktifitas, semua hal ini akan sangat berpengaruh dengan ekonomi.



Apakah kematian akan mempengaruhi penghuni rumah dimana kematian itu terjadi? Jawabannya kalau kematian itu terjadi bukan karena sebab-sebab poin di atas, maka pasti tidak akan mempengaruhi penghuni rumah. 


Apa kata Alkitab mengenai hubungan rumah dan kematian:


1.    Israel sangat memperhatikan hubungan orang mati dan rumah atau lingkungan,  hal ini dimulaikan ketika Abraham meminta Gua di Makpela untuk di beli sebagai hak milik dan tempat ini akhirnya menjadi tempat pemakaman keluarga hingga cucu dan cicitnya, dan makam inilah yang menjadi tanda kepemilikian mereka atas Gua dan kebun di Makpela dan akhirnya dari makam itu menjadi titik penaklukan mereka terhadap Kanaan. Hal ini disebabkan oleh konsep tanah perjanjian.

2.  Hal kedua adalah jawaban Tuhan Yesus terhadap seorang muda yang meminta waktu untuk memakamkan orang tuanya terlebih dahulu sebagai kewajiban seorang laki-laki dalam rumahnya, maka Tuhan Yesus menjawab: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan oran-orang mati mereka”. Mat.8: 21-22),  tetapi pekerjaan Tuhan adalah lebih penting. 

3. Iman Kristen dilatar belakangi oleh Iman Yahudi yang menganggap jenazah itu adalah najis sehingga tidak boleh di sentuh kecuali itu orang tua langsung atau keluarga terdekat. Dunia orang mati dan dunia orang hidup telah terpisah oleh jurang yang dalam dan hanya orang hidup yang akan menuju ke dunia orang mati, tetapi orang mati tidak dapat menyeberang ke dunia orang hidup. Hubungan dunia orang mati dan orang hidup hanya ketika manusia itu hidup, sehigga tidak ada doa bagi orang mati, sebab setelah kematian tidak ada yang dapat dirubah lagi dengan doa, hanya keangan dan harapan iman yang sama yang menghubungkan keduanya.

4.   Orang Kristen Fokus kepad orang yang hidup dari pada orang yang mati, seharusnya kasih dan cinta kepada orang hidup harus lebih dari pada orang mati. Adat Alukta menjadikan orang hidup memikul beban orang mati, demikian juga dengan tradisi Tionghowa terhadap pemeliharaan altar orang mati adalah tradisi yang membebani orang hidup bagi orang mati.  







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

  1.   Introitus: (Iringan musik masuk, dan jemaat mengambil saat teduh). 2.   Votum: Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan yan...