Kamis, 20 Juli 2017

Nenek Jus
I Kor. 9:1-27

Nenek Jus itulah panggilan seorang nenek di jemaat dimana penulis lahir. Nenek Jus telah lama meninggal dan mungkin tidak ada seorangpun yang menaruh ingatan kepadanya, tetapi ketika menuliskan tulisan ini penulis teringat kepadanya. Nenek Jus tinggal berdua dengan suaminya di sebuah pondok di kebun dekat hutan, mereka hidup dengan bertani sayur-sayuran dan beternak unggas seadaya dan itulah satu-satunya penunjang hidup mereka.
Add caption
x
Nenek Jus dan suaminya tidak pernah besekolah, tetapi karena ingin membaca Alkitab maka mereka berusaha belajar membaca. Nenek Jus adalah  orang Kristen yang taat, ketaatannya itu telah dibuktikan dengan kesetiaan mereka pada saat DI/TII menganiaya mereka karena iman mereka. Selain itu ketaatan mereka kepada Tuhan dibuktikan dengan kedisiplinan mereka dalam persekutuan dan pelayanan kepada orang-orang kudus.
Nenek Jus dan suaminya menarik perhatian penulis karena memilliki ciri khas sendiri. Pada saat ke Gereja nenek Jus memakai sarung dan tidak beralas kaki dan suaminya selalu mengenakan peci hitam tetapi ketika akan memasuki gereja peci itu akan di copot dan ia akan duduk menunduk sebagai suatu bentuk penghormatan kepada Kristus dan kesucian ibadah.
Menurut ukuran, nenek Jus seharusnya mendapat dukungan dari gereja tetapi gereja belum sadar akan pentingnya pelayanan diakonia, tetapi dalam kesederhanaanya nenek Jus justru menjadi seorang Kristen yang taat dalam persembahan. Setiap Minggu sebelum ke Gereja ia akan ke pasar menjual sayur hasil taninya dan dengan hasil itu ia memberi persembahan kepada Tuhan, dan juga ia taat membawa sayuran untuk bapak pendeta kami. Ketika gereja mengumpulkan dana untuk pembangunan gedung Gereja, nenek Jus adalah jemaat yang paling disiplin maju ke depan dan mengisi kotak persembahan khusus untuk pembangunan.
Dari apa yang dilakukan oleh orang sederhana seperti nenek Jus, mengajarkan kepada kita sekalian bahwa setiap orang Kristen yang telah merasakan kasih karunia Tuhan akan memahami bahwa apapun yang ada dalam kehidup kita sekalian adalah dari Tuhan, hidup, kesehatan, talenta, harta benda, semuanya adalah dari Tuhan, oleh karena itu seberapapun bangkrutnya seorang Kristen tidak dapat menutup pintu ucapan syukur kepada Allah.
Sebagai orang yang telah merasakan kasih karunia Tuhan, hati nenek Jus dipenuhi dengan “kemurahan”, itulah sebabnya dalam kekurangannya ia setia memberi persembahan untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan setia membawa sayur bagi pendeta yang dikasihinya. Mungkin saudara akan mengatakan berapa nilainya sayur? bagi saudara mungkin tidak ada nilainya, tetapi hanya itulah yang nenek Jus miliki untuk diberikan, itulah yang menjadi sumber kehidupan mereka hari lepas hari. Nenek Jus memberi dari apa yang dipunyainya dan tentu itulah yang akan dituntut Tuhan darinya.
            Suatu hari Tuhan mamanggil nenek Jus dan ketika jemaat akan memasukkan Alkitabnya kedalam peti bersama dengan jenazahnya, mereka menemukan foto anak-anaknya dan juga foto semua pendeta yang pernah menggembalakannya. Nenek Jus selalu menangisi pendetanya ketika mereka harus pindah tugas dan selalu meminta foto mereka untuk mengingat mereka. Hubungan indah antara seorang jemaat seperti  nenek Jus dan para hamba Tuhan adalah seperti yang dikatakan oleh Paulus “Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh kehendak Allah juga kepada kami” (2 Kor. 8: 5).


Tidak ada komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

  1.   Introitus: (Iringan musik masuk, dan jemaat mengambil saat teduh). 2.   Votum: Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan yan...