Sabtu, 05 September 2020

Krisis


Khotbah ini, bukan suatu prediksi, harapan negatif, tetapi lebih kepada antisipatif, agar jemaat memiliki kesipan akan hal-hal yang kemungkinan saja dapat terjadi. “orang beriman akan mendoakan, memikirkan, mengharapkan hal-hal yang manis, baik dan damai. Tetapi selalu menyediakan diri akan hal-hal terburuk yang bisa saja terjadi”. Walau kenyataan tidak ada seorangpun yang pernah siap menghadapi krisis.
Krisis adalah kata umum yang ditujukan bagi keadaan yang tidak normal dari keadaan sebelumnya. Krisis dapat terjadi pada bidang apapun, tetapi lebih sering ditepkan pada bidang ekonomi. Pandemic covid 19 pada dasarnya adalah suatu krisis, yaitu krisis Kesehatan, dan tidak sebatas itu saja, krisis ini akhirnya memicu lahirnya krisis yang lain. Disininal kita menyadari bahwa memang uang selalu dominan, uang menguasai segala bidang hidup manusia.
Saat ini, pemerintah sedang berada dalam dilematik antara ‘penanganan kesehatan dan ekonomi’, jika focus pada penanganan kesehatan, maka dapampaknya adalah resesi, dan jika hanya focus pada penanganan ekonomi, maka penyebaran virus akan semakin meluas. Kedua hal ini adalah sama pentingnya bagi masyarakat. Perlu diketahui bahwa tidak ada keputusan yang sempurna dan ideal dalam penanganan krisis.
Covid 19 pada dasarnya adalah “krisis” yaitu krisis kesehatan. Tetapi krisis Kesehatan ini, akhinya membawa dampak krisis lainnya, yaitu ekonomi dan krisis keluarga.
Filipina tetangga Indonesia, adalah suatu negara mayoritas penganut Katolik dengan jumlah kasus bunuh diri rendah didunia selama ini. Tetapi dimasa pandemic Covid 19, jumlah kasus bunuh diri meningkat tajam[1]. Hal ini manifestasi menyedihkan dari efek negatif kesehatan mental akibat pandemi. Gereja Katolik akhirnya mengadakan upaya pastoral dengan pendirian lembaga konseling untuk menolong umat dalam menghadapi siatuasi sulit saat ini.
Apa itu krisis? Menurut kamus bebas Wikipedia: Krisis (dari bahasa Yunani ρίσις - krisis; bentuk kata sifat: "kritis") adalah setiap peristiwa yang sedang terjadi (atau diperkirakan) mengarah pada situasi tidak stabil dan berbahaya yang memengaruhi individu, kelompok, komunitas, atau seluruh masyarakat. Krisis dianggap membawa perubahan negatif dalam urusan kemanan, ekonomu, politik, sosial, atau lingkungan, terutama ketika krisis terjadi tiba-tiba, dengan sedikit atau tanpa peringatan. Lebih jauh, krisis adalah istilah yang berarti "waktu pengujian" atau "peristiwa darurat".
Secara umum, krisis adalah situasi sistem yang kompleks (baik sistem keluarga, ekonomi, masyarakat). Krisis memiliki beberapa karakteristik yaitu: "peristiwa spesifik, tak terduga, dan tidak rutin atau serangkaian peristiwa yang [menciptakan] ketidakpastian dan ancaman yang tinggi.  
Krisis dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: alam & manusia itu sendiri, baik disengaja maupun tidak disengaja. Efek dari ketidakmampuan kita untuk memperhatikan kemungkinan hasil tindakan kita ini dapat mengakibatkan krisis.
Ada berbagai macam krisis, diantaranya adalah krisis lingkungan, hal ini dapat disebabkan oleh musim dan bencana alam. Krisis internasional seperti pandemic covid saat ini. krisis pribadi, krisis moral, dan krisis ekonomi. Dapat dikita katakana bahwa semua hal dalam hidup manusia dapat mengalami krisis.
Bagaimana kita menghadapi krisis? Sebagaimana telah disinggung diatas, bahwa tidak ada seorangpun yang akan siap mengahadapi krisis, tetapi bagaimanapun krisis harus dihadapi:
1.   Alkitab dipenuhi dengan kisah Krisis.
Kita mungkin akan bertanya, apakah dalam Alkitab menceritakan kisah Krisis dan cara mengatasinya? Alkitab dipenuhi dengan kisah Krisis. Kitab Kejadian mengajarkan kita krisis hubungan Allah dan manusia. Kisah Abraham mengajarkan kita beriman dalam situasi kritis. Keluarga Yakub mengajarkan kita Krisis hubungan antara anak-anak.
Kitab keluaran mengajarkan kita Krisis kemanusian. Kisah Daud mengajarkan kita krisis politik. Kisah raja-raja setelah Salomo memperlihatkan kepada kita krisis politik Internasional. Alkitab kita penuh dengan kisah krisis, baik moral, kemanusiaan, lingkungan, agama, ekonomi, keluarga, krisis identitas, dll.
Satu hal yang disaksikan Alkitab bagi kita, bahwa Allah selalu hadir dalam semua masa krisis yang dihadapi oleh orang beriman. “Allah mendengar mereka mengerang, lalu mengingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka Allah melihat orang Israel itu, dan memperhatikan mereka. (Kel. 2: 24:-25).
Selain kita menyaksikan bagaimana Allah selalu hadir dan bertindak dimasa-masa Krisis, Alkitab juga menyaksikan bagaimana orang-orang beriman menyingkapi krisis yang mereka hadapi diberbagai tempat dan disegala situasi. Nabi Habakuk[2] mengahadapi krisis dijamannya dengan satu kata yaitu ‘iman’, bahwa: “sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Hab. 2: 4).
Daud adalah orang yang menunjukkan kepada kita bagaimana menghadapi krisis, ketika ia kehilangan segala sesuatu dan hampir dirajam batu oleh pengikutnya sendiri. Alkitab menyaksikan: “dan Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari dia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan. TETAPI Daud menguatkan kepercayaanya kepada Tuhan, Allahnya (I Sam. 30: 6). Kunci dari penyelesaian krisis adalah kembali kepada Tuhan dan inilah yang Daud lakukan. Daud memperoleh kekuatan dari Tuhan.
2.   Refocusing:
Krisis bukan saja menyebabkan masalah kritis, tetapi juga krisis baru. Covid 19 adalah krisis kesehatan yang mengakibatkan resesi, dan pada akhirnya mengacaukan perekonomian masyarakat. Kekacauan ekonomi akhirnya mengakibatkan krisis hubungan dalam rumah tangga.
Sejak awal pandemic Covid 19, pemerintah selalu memakai kata “refokusing” atau memperbaharui focus. Istilah ini adalah instruksi pemerintah pusat kepada seluruh jajarannya dan pemerintah daerah mengenai cara mengelola keuangan, dimana rencana anggaran ditinjau ulang kepada hal-hal yang mendesak dan mendasar, sehingga penganggaran program dan projek yg tidak mendesak dan mendasar ditunda atau dialihkan.
Penulis menilai cara ini adalah cara yang tepat untuk mengatasi situasi ekonomi saat ini, bahwa kita tidak cukup hanya sekedar hemat, tetapi juga perlu ada ‘refocusing’, dimana pemakaian uang atau belanja dalam keluarga tidak sekedar dikurangi, tetapi harus focus, atau tepat sasaran, yaitu kepada hal-hal primer dan mendesak.
Rasul Paulus mengajar kita mengenai refocusing dalam hal ekonomi bahwa: “asal ada makanan dan pakaian, cukuplah” (I Tim. 6: 8). Di Perjanjian Lama nabi Yesaya menuliskan: Mengapa kamu membelanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? (Yes. 55: 2).  Kita mungkin akan mengatakan mana mungkin cukup. Saat ini orang butuh paket data, bensin, listrik, air, dll. Dalam kontek ini, nabi Yesaya dan Paulus mengajar kita ‘refocusing’ pada kebutuhan-kebutuhan dasar yang tidak dapat di tunda.
            Kita tentu tahu bahwa ‘krisis’ bukan hanya berbicara mengenai ekonomi, tetapi juga segala bidang kehidupan manusia, teristimewa ‘hubungan dalam keluarga’. Kita menyaksikan dampak covid 19 yang berimbas pada ekonomi, akhirnya juga berimbas kepada hubungan keluarga.
            Kita menyaksikan bahwa di Bandung terjadi antrian panjang pasangan suami isteri yang sedang menunggu sidang perceraian. Sekitar 1000 lebih perceraian setiap bulannya hanya untuk kota bandung. Bagaimana dengan kota-kota lainnya? Bagaimana dengan hubungan dalam keluarga yang belum sampai ke tahap perceraian? Apakah ada ‘refocusing’ terhadap kasus ini?
            Alkitab mengajarkan ‘refocusing’ terhadap hubungan, baik hubungan suami dan isteri, hubungan anak dan orang tua, hubungan dengan Tuhan, dll. Yaitu “dengan menghangatkan kasih yang mula-mula” (Why. 2: 4).
            Dulu ketika pertama menikah, hidup dikontrakkan, makan sepiring berdua, bersepeda motor butut kemana-mana dengan anak-anak semua dijalani dengan bahagia. Mengapa? Karena kasih dan cinta yang hangat. Dan pada akhirnya Tuhan memberkati lebih. Ketika situasi ekonomi sulit seperti saat ini, mungkin saja kesulitan saat ini tidak sama seperti pertama kali menikah dulu, tetapi mengapa banyak suami dan istri justru tidak siap & bentrok! Mana kasihmu yang mula-mula? Mengapa dulu bisa berbahagia, tetapi sekarang tidak?

3.   Selalu ada celah.  

Hacker asal China bernama Guang Gong (akun Twitter @oldfresher), mendapatkan “durian runtuh” dari ratusan hacker, ia mendapat hadiah tertinggi yang dibayarkan pada tahun 2019 sebesar US$ 161.337 (sekitar Rp 2,2 miliar) oleh perusahaan raksasa Google.
Guang Gong adalah peneliti di Alpha Lab, Qihoo 360 Technology Co. Ltd—sebuah raksasa keamanan siber asal China. Ia menemukan rantai eksploitasi eksekusi kode jarak jauh 1-klik pada kerentanan Android Pixel 3.
Bukan kali itu saja ia menerima hadiah dari Google gara-gara “lubang serangga”. Pada 2015, Guang Gong juga mendapatkan uang sebesar US$112.500 atas kerja kerasnya. Tahun itu, Google mencatat hadiah tersebut adalah terbesar yang diberikan perusahaan sejak mulai menggelar bug bounty.
Ia menemukan rantai exploit jarak jauh atau serangan jarak jauh untuk ponsel Android Pixel milik Google. Ia membobol perangkat Pixel generasi pertama (2 dan Pixel 2XL) dalam 60 detik yang dipraktikkan di konferensi Pwn2On 2016, sebuah kontes para hacker.
Selain menerima US$ 161.337 dari program Android Security, ia juga mendapat US$ 40.000 (sekitar Rp 560 juta) untuk program Chrome Rewards yang bernilai total US$ 201.337.
Hadiah gabungan itu menjadi hadiah tertinggi untuk rantai eksploitasi tunggal di semua program Google Vulnerability Reward Program (VRP). Kerentanan Chrome yang diungkit dalam laporan tersebut kemudian telah diperbaiki di Chrome 77.0.3865.75 dan dirilis pada September lalu.
Bug itu jika dieksploitasi memungkinkan peretas mencuri data atau menanamkan malware di perangkat. Padahal, kala itu Google memastikan keamanan pada perangkat Pixel generasi pertama aman dari serangan.
Suatu moto dari bari para penyidik dikepolisian yaitu: “tidak ada kejahatan yang sempurna”. Bagi orang beriman hanya Allah yang sempurna. Kesempurnaan Allah ini dinyatakan dalam perlambangan angka yaitu 3, 7, dan 100.
Iblis digambarkan dalam Alkitab sebagai pribadi yang ingin menyamai Allah, tetapi ia tidak pernah sempurna. Ketidaksempurnaan iblis ini juga dinyatakan dalam perlambangan angka yaitu “666”, sebagai suatu upaya untuk selalu menyamai Allah, tetapi tidak akan pernah terwujud.
 Kejahatan berasal dari iblis, oleh karena itu tidak ada kejahatan yang sempurna. Demikian juga masalah yang tidak berasal dari Allah, tidak akan pernah sempurna, dan selalu ada cela. Tergantung bagaimana seseorang mencari celah jalan keluar dari masalah itu.
Ada tiga hal utama yang membuat seseorang tidak menemukan celah jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Pertama, pola pikir dan tindak dengan system lama yang telah mapan. Sering kali system berpikir yang telah mapan menjadi sona nyaman, walau sona nyaman tidak sama dengan bahagia, tetapi sebagian orang tidak rela meninggalkannya. Kedua adalah kepanikkan, ketiga adalah pesemistis.
Masalah tidak pernah sempurna. Selalu ada celah jalan keluar dibalik setiap kesulitan, kejahatan, kekacauan, bahkan bagi orang-orang tertentu, kesulitan dapat menjadi suatu peluang.
Ketika Krismon 98, orang Sulawesi, khususnya petani Sulawesi Tenggara menjadi kaya raya, sebab hasil kakao mereka di jual dengan harga dollar. Krismon 98, perusahaan besar tumbang, tetapi UMKM justru tetap bertahan. Saat ini berbeda, semua terkena dampak yang sama, tetapi tetap ada celah. Buktinya, penjualan sepeda meningkat, tanaman hias, ternak dll.
Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Korintus mengenai situasi sulit yang mereka hadapi: “dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan namun tidak binasa” (2 Kor. 4: 8-9).
Marilah kita berdoa, agar Indonesia cepat terbebas dari krisis kesehatan karena covid 19, khususnya kita berdoa untuk Surabaya, dengan kasus mutase virus yang lebih cepat 10 kali penyebarannya disbanding virus di daerah lain.
Mari kita berdoa agar Indonesia terhindar dari resesi ekonomi, seperti yang telah menimpa beberapa negara tetangga kita. Kiranya Tuhan menyertai dan menyelamatkan kita dari wabah & krisis. Salam Sehat.


[1] https://www.licas.news/2020/07/16/gereja-filipina-mendorong-kerjasama-mengatasi-krisis-kesehatan-mental/
[2] Dapat membaca khotbah beberapa minggu lalu dengan judul “namun”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

    1.    Intoitus: (saat teduh). 2.    Nyanyian Pembuka: Dengan Apa Kan Ku Balas   Kau Allah Yang Setia, Bapa Yang Mulia. Ka...