Khotbah
ini, bukan suatu prediksi, harapan negatif, tetapi lebih kepada antisipatif,
agar jemaat memiliki kesipan akan hal-hal yang kemungkinan saja dapat terjadi.
“orang beriman akan mendoakan, memikirkan, mengharapkan hal-hal yang manis, baik
dan damai. Tetapi selalu menyediakan diri akan hal-hal terburuk yang bisa saja
terjadi”. Walau kenyataan tidak ada seorangpun yang pernah siap menghadapi
krisis.
Krisis
adalah kata umum yang ditujukan bagi keadaan yang tidak normal dari keadaan
sebelumnya. Krisis dapat terjadi pada bidang apapun, tetapi lebih sering
ditepkan pada bidang ekonomi. Pandemic covid 19 pada dasarnya adalah suatu
krisis, yaitu krisis Kesehatan, dan tidak sebatas itu saja, krisis ini akhirnya
memicu lahirnya krisis yang lain. Disininal kita menyadari bahwa memang uang
selalu dominan, uang menguasai segala bidang hidup manusia.
Saat
ini, pemerintah sedang berada dalam dilematik antara ‘penanganan kesehatan dan
ekonomi’, jika focus pada penanganan kesehatan, maka dapampaknya adalah resesi,
dan jika hanya focus pada penanganan ekonomi, maka penyebaran virus akan
semakin meluas. Kedua hal ini adalah sama pentingnya bagi masyarakat. Perlu
diketahui bahwa tidak ada keputusan yang sempurna dan ideal dalam penanganan
krisis.
Covid
19 pada dasarnya adalah “krisis” yaitu krisis kesehatan. Tetapi krisis
Kesehatan ini, akhinya membawa dampak krisis lainnya, yaitu ekonomi dan krisis
keluarga.
Filipina
tetangga Indonesia, adalah suatu negara mayoritas penganut Katolik dengan
jumlah kasus bunuh diri rendah didunia selama ini. Tetapi dimasa pandemic Covid
19, jumlah kasus bunuh diri meningkat tajam[1]. Hal
ini manifestasi menyedihkan dari efek negatif kesehatan mental akibat pandemi.
Gereja Katolik akhirnya mengadakan upaya pastoral dengan pendirian lembaga
konseling untuk menolong umat dalam menghadapi siatuasi sulit saat ini.
Apa
itu krisis? Menurut kamus bebas Wikipedia: Krisis (dari bahasa Yunani ρίσις - krisis; bentuk kata
sifat: "kritis") adalah
setiap peristiwa yang sedang terjadi (atau diperkirakan) mengarah pada situasi
tidak stabil dan berbahaya yang memengaruhi individu,
kelompok, komunitas, atau seluruh masyarakat. Krisis dianggap membawa perubahan negatif dalam urusan kemanan, ekonomu, politik, sosial, atau lingkungan, terutama ketika krisis terjadi
tiba-tiba, dengan sedikit atau tanpa peringatan. Lebih jauh, krisis adalah
istilah yang berarti "waktu pengujian" atau "peristiwa
darurat".
Secara umum, krisis adalah situasi sistem yang kompleks (baik
sistem keluarga, ekonomi, masyarakat). Krisis memiliki beberapa karakteristik
yaitu: "peristiwa spesifik, tak terduga, dan tidak rutin atau serangkaian
peristiwa yang [menciptakan] ketidakpastian dan ancaman yang tinggi.
Krisis dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: alam & manusia itu
sendiri, baik disengaja maupun tidak disengaja. Efek dari ketidakmampuan kita
untuk memperhatikan kemungkinan hasil tindakan kita ini dapat mengakibatkan
krisis.
Ada berbagai macam krisis, diantaranya adalah krisis lingkungan, hal ini
dapat disebabkan oleh musim dan bencana alam. Krisis internasional seperti
pandemic covid saat ini. krisis pribadi, krisis moral, dan krisis ekonomi.
Dapat dikita katakana bahwa semua hal dalam hidup manusia dapat mengalami
krisis.
Bagaimana
kita menghadapi krisis? Sebagaimana telah disinggung diatas, bahwa tidak ada
seorangpun yang akan siap mengahadapi krisis, tetapi bagaimanapun krisis harus
dihadapi:
1. Alkitab
dipenuhi dengan kisah Krisis.
Kita
mungkin akan bertanya, apakah dalam Alkitab menceritakan kisah Krisis dan cara
mengatasinya? Alkitab dipenuhi dengan kisah Krisis. Kitab Kejadian mengajarkan
kita krisis hubungan Allah dan manusia. Kisah Abraham mengajarkan kita beriman
dalam situasi kritis. Keluarga Yakub mengajarkan kita Krisis hubungan antara
anak-anak.
Kitab
keluaran mengajarkan kita Krisis kemanusian. Kisah Daud mengajarkan kita krisis
politik. Kisah raja-raja setelah Salomo memperlihatkan kepada kita krisis
politik Internasional. Alkitab kita penuh dengan kisah krisis, baik moral,
kemanusiaan, lingkungan, agama, ekonomi, keluarga, krisis identitas, dll.
Satu
hal yang disaksikan Alkitab bagi kita, bahwa Allah selalu hadir dalam semua
masa krisis yang dihadapi oleh orang beriman. “Allah mendengar mereka
mengerang, lalu mengingat kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan
Yakub. Maka Allah melihat orang Israel itu, dan memperhatikan mereka. (Kel. 2:
24:-25).
Selain
kita menyaksikan bagaimana Allah selalu hadir dan bertindak dimasa-masa Krisis,
Alkitab juga menyaksikan bagaimana orang-orang beriman menyingkapi krisis yang
mereka hadapi diberbagai tempat dan disegala situasi. Nabi Habakuk[2]
mengahadapi krisis dijamannya dengan satu kata yaitu ‘iman’, bahwa:
“sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi
orang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Hab. 2: 4).
Daud
adalah orang yang menunjukkan kepada kita bagaimana menghadapi krisis, ketika
ia kehilangan segala sesuatu dan hampir dirajam batu oleh pengikutnya sendiri.
Alkitab menyaksikan: “dan Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak
melempari dia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing
karena anaknya laki-laki dan perempuan. TETAPI Daud menguatkan
kepercayaanya kepada Tuhan, Allahnya (I Sam. 30: 6). Kunci dari
penyelesaian krisis adalah kembali kepada Tuhan dan inilah yang Daud lakukan.
Daud memperoleh kekuatan dari Tuhan.
2. Refocusing:
Krisis
bukan saja menyebabkan masalah kritis, tetapi juga krisis baru. Covid 19 adalah
krisis kesehatan yang mengakibatkan resesi, dan pada akhirnya mengacaukan
perekonomian masyarakat. Kekacauan ekonomi akhirnya mengakibatkan krisis
hubungan dalam rumah tangga.
Sejak
awal pandemic Covid 19, pemerintah selalu memakai kata “refokusing” atau
memperbaharui focus. Istilah ini adalah instruksi pemerintah pusat kepada
seluruh jajarannya dan pemerintah daerah mengenai cara mengelola keuangan,
dimana rencana anggaran ditinjau ulang kepada hal-hal yang mendesak dan
mendasar, sehingga penganggaran program dan projek yg tidak mendesak dan
mendasar ditunda atau dialihkan.
Penulis
menilai cara ini adalah cara yang tepat untuk mengatasi situasi ekonomi saat
ini, bahwa kita tidak cukup hanya sekedar hemat, tetapi juga
perlu ada ‘refocusing’, dimana pemakaian uang atau belanja dalam keluarga tidak
sekedar dikurangi, tetapi harus focus, atau tepat sasaran, yaitu kepada hal-hal
primer dan mendesak.
Rasul
Paulus mengajar kita mengenai refocusing dalam hal ekonomi bahwa: “asal ada
makanan dan pakaian, cukuplah” (I Tim. 6: 8). Di Perjanjian Lama nabi Yesaya
menuliskan: Mengapa kamu membelanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan
upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? (Yes. 55: 2). Kita mungkin akan mengatakan mana mungkin
cukup. Saat ini orang butuh paket data, bensin, listrik, air, dll. Dalam kontek
ini, nabi Yesaya dan Paulus mengajar kita ‘refocusing’ pada kebutuhan-kebutuhan
dasar yang tidak dapat di tunda.
Kita tentu tahu bahwa ‘krisis’ bukan
hanya berbicara mengenai ekonomi, tetapi juga segala bidang kehidupan manusia,
teristimewa ‘hubungan dalam keluarga’. Kita menyaksikan dampak covid 19 yang
berimbas pada ekonomi, akhirnya juga berimbas kepada hubungan keluarga.
Kita menyaksikan bahwa di Bandung
terjadi antrian panjang pasangan suami isteri yang sedang menunggu sidang
perceraian. Sekitar 1000 lebih perceraian setiap bulannya hanya untuk kota
bandung. Bagaimana dengan kota-kota lainnya? Bagaimana dengan hubungan dalam
keluarga yang belum sampai ke tahap perceraian? Apakah ada ‘refocusing’
terhadap kasus ini?
Alkitab mengajarkan ‘refocusing’
terhadap hubungan, baik hubungan suami dan isteri, hubungan anak dan orang tua,
hubungan dengan Tuhan, dll. Yaitu “dengan menghangatkan kasih yang mula-mula”
(Why. 2: 4).
Dulu ketika pertama menikah, hidup
dikontrakkan, makan sepiring berdua, bersepeda motor butut kemana-mana dengan
anak-anak semua dijalani dengan bahagia. Mengapa? Karena kasih dan cinta yang
hangat. Dan pada akhirnya Tuhan memberkati lebih. Ketika situasi ekonomi sulit
seperti saat ini, mungkin saja kesulitan saat ini tidak sama seperti pertama
kali menikah dulu, tetapi mengapa banyak suami dan istri justru tidak siap
& bentrok! Mana kasihmu yang mula-mula? Mengapa dulu bisa berbahagia,
tetapi sekarang tidak?
3. Selalu ada
celah.
Hacker
asal China bernama Guang Gong (akun Twitter @oldfresher), mendapatkan “durian
runtuh” dari ratusan hacker, ia mendapat hadiah tertinggi yang dibayarkan pada
tahun 2019 sebesar US$ 161.337 (sekitar Rp 2,2 miliar) oleh perusahaan raksasa
Google.
Guang
Gong adalah peneliti di Alpha Lab, Qihoo 360 Technology Co. Ltd—sebuah raksasa
keamanan siber asal China. Ia menemukan rantai eksploitasi eksekusi kode jarak
jauh 1-klik pada kerentanan Android Pixel 3.
Bukan
kali itu saja ia menerima hadiah dari Google gara-gara “lubang serangga”. Pada
2015, Guang Gong juga mendapatkan uang sebesar US$112.500 atas kerja kerasnya.
Tahun itu, Google mencatat hadiah tersebut adalah terbesar yang diberikan
perusahaan sejak mulai menggelar bug bounty.
Ia
menemukan rantai exploit jarak jauh atau serangan jarak jauh untuk ponsel
Android Pixel milik Google. Ia membobol perangkat Pixel generasi pertama (2 dan
Pixel 2XL) dalam 60 detik yang dipraktikkan di konferensi Pwn2On 2016, sebuah
kontes para hacker.
Selain
menerima US$ 161.337 dari program Android Security, ia juga mendapat US$ 40.000
(sekitar Rp 560 juta) untuk program Chrome Rewards yang bernilai total US$
201.337.
Hadiah
gabungan itu menjadi hadiah tertinggi untuk rantai eksploitasi tunggal di semua
program Google Vulnerability Reward Program (VRP). Kerentanan Chrome yang
diungkit dalam laporan tersebut kemudian telah diperbaiki di Chrome
77.0.3865.75 dan dirilis pada September lalu.
Bug
itu jika dieksploitasi memungkinkan peretas mencuri data atau menanamkan
malware di perangkat. Padahal, kala itu Google memastikan keamanan pada
perangkat Pixel generasi pertama aman dari serangan.
Suatu
moto dari bari para penyidik dikepolisian yaitu: “tidak ada kejahatan yang
sempurna”. Bagi orang beriman hanya Allah yang sempurna. Kesempurnaan Allah ini
dinyatakan dalam perlambangan angka yaitu 3, 7, dan 100.
Iblis
digambarkan dalam Alkitab sebagai pribadi yang ingin menyamai Allah, tetapi ia
tidak pernah sempurna. Ketidaksempurnaan iblis ini juga dinyatakan dalam
perlambangan angka yaitu “666”, sebagai suatu upaya untuk selalu menyamai
Allah, tetapi tidak akan pernah terwujud.
Kejahatan berasal dari iblis, oleh karena itu
tidak ada kejahatan yang sempurna. Demikian juga masalah yang tidak berasal dari
Allah, tidak akan pernah sempurna, dan selalu ada cela. Tergantung bagaimana
seseorang mencari celah jalan keluar dari masalah itu.
Ada
tiga hal utama yang membuat seseorang tidak menemukan celah jalan keluar dari
setiap permasalahan yang dihadapinya. Pertama, pola pikir dan tindak dengan
system lama yang telah mapan. Sering kali system berpikir yang telah mapan
menjadi sona nyaman, walau sona nyaman tidak sama dengan bahagia, tetapi
sebagian orang tidak rela meninggalkannya. Kedua adalah kepanikkan, ketiga
adalah pesemistis.
Masalah
tidak pernah sempurna. Selalu ada celah jalan keluar dibalik setiap kesulitan,
kejahatan, kekacauan, bahkan bagi orang-orang tertentu, kesulitan dapat menjadi
suatu peluang.
Ketika
Krismon 98, orang Sulawesi, khususnya petani Sulawesi Tenggara menjadi kaya
raya, sebab hasil kakao mereka di jual dengan harga dollar. Krismon 98,
perusahaan besar tumbang, tetapi UMKM justru tetap bertahan. Saat ini berbeda,
semua terkena dampak yang sama, tetapi tetap ada celah. Buktinya, penjualan
sepeda meningkat, tanaman hias, ternak dll.
Rasul
Paulus menulis kepada jemaat di Korintus mengenai situasi sulit yang mereka
hadapi: “dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal,
namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami
dihempaskan namun tidak binasa” (2 Kor. 4: 8-9).
Marilah
kita berdoa, agar Indonesia cepat terbebas dari krisis kesehatan karena covid
19, khususnya kita berdoa untuk Surabaya, dengan kasus mutase virus yang lebih
cepat 10 kali penyebarannya disbanding virus di daerah lain.
Mari
kita berdoa agar Indonesia terhindar dari resesi ekonomi, seperti yang telah
menimpa beberapa negara tetangga kita. Kiranya Tuhan menyertai dan
menyelamatkan kita dari wabah & krisis. Salam Sehat.
[1] https://www.licas.news/2020/07/16/gereja-filipina-mendorong-kerjasama-mengatasi-krisis-kesehatan-mental/
[2]
Dapat membaca khotbah beberapa minggu lalu dengan judul “namun”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: