Sabtu, 17 Oktober 2020

Allah Yang Tidak Berubah.

 

 “Aku ingin hidup seribu tahun lagi” (Chairil Anwar), adalah ungkapan keinginan tinggal keinginan, sebab kenyataan bahwa umur manusia 70 tahun, kalau kuat 80 tahun, selebihnya adalah kesusahan. Mengapa susah? Karea ketika manusia memasuki usia 50 tahun, semua penyakit sudah mulai berdatangan, dan semua berubah melemah!

            Ketika pandemic Covid-19 menular di Indonesia, kita menjadi bingung, sebab semua berubah dan tidak ada yang pasti. Perubahan adalah kepastian, tetapi perubahan yang membawa ketidak pastian membuat hidup dalam kebingungan, apa lagi ketidakpastian itu dalam jangka waktu yang lama.

             Dalam keberadaannya yang fana, manusia memiliki sangat banyak keterbatasan, baik fisik dan pikiran. Menuasia berproses bertumbuh menjadi kuat akhirnya lemah, manusia berproses dari tidak tahu menjadi tahu dan pegetahuannya itu tidak lengkap. Hari-hari manusia dijalani lebih banyak ketidakpastian dan ketidaktahuan.

          Jika boleh memilih, tentu ada banyak hal yang kita harap menetap dalam hidup ini. Fisik yang sehat. Rekan yang dapat dipercaya. Keberhasilan dalam pekerjaan. Kebersamaan dengan orang-orang yang kita kasihi. Namun, siapa yang bisa luput dari perubahan?

Segala sesuatu berubah, tetapi manusia tetap butuh kepastian untuk menenangkan kegudahan hatinya. Manusia tetap butuh kepastian dari hidupnya yang singkat. Manusia membutuhkan kepastian dari berbagai kelemahannya tersebut yang membuat ia dapat memulai dan menjalani hari.

Berbagai jalan dilakukan manusia untuk membuat kepastian baginya, tetapi bagi orang beriman jalan satu-satunya untuk membuat kepastian dalam hidup ini, adalah Allah. Sebab hanya Allah yang tidak berubah.

Percaya dan menggantungkan harapan pada Allah membuat orang percaya berani untuk melempar kail dan jala. Karena Allah maka kita bernai menabur. Karena Allah maka kita berani menjual. Karena Allah yang tidak berubah itu, kita berani berharap.

Dalam ketidakberdayaan, orang percaya mengarahkan pandangan pada Tuhan yang dapat diandalkan. Tuhan mengizinkan perubahan terjadi, dan Dia sanggup mengubahkan hal terburuk menjadi kebaikan menurut hikmat dan rencana-Nya. Sebab itu, sekalipun situasi tampak tidak menjanjikan, anak-anak Tuhan bisa diam dengan tenteram.

Dalam keterbatasan dan ketidakpastian karena perubahan, rasa tidak aman, takut, frustrasi, sangat bisa menguasai pikiran karena situasi di sekitar kita yang berubah itu. Apa yang harus kita lakukan? Menarik diri karena takut disakiti? Enggan berusaha lagi karena takut gagal? Berhenti mengasihi karena takut kecewa? Solusi bagi kita adalah mengarahkan pandangan kepada satu-satunya Pribadi yang tidak berubah. Membenamkan pikiran dalam janji-janji-Nya yang pasti digenapi.

Apakah pengaruh ketidakberubahan Allah bagi hidup kita?

1.    Allah yang tidak berubah menunjukkan kekalan Allah.

Allah yang tidak berubah berarti “hidup Allah tidak berubah”. Ia kekal  (Mazmur 93:2), "Raja Kekal" (Yeremia 10:10), "tidak rusak" Roma 1:23, "tidak takluk kepada maut" (I Timotius 6:16). Kata pemazmur "Bumi dan langit akan binasa tetapi Engkau tetap ada dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka dan mereka berubah.

Jika Allah itu berubah, maka Allah tidak kekal. Tidak kekal yaitu berubah, berproses, labil, tidak tetap, rusak, dan takluk pada maut. Ketidakkekalan Allah itu menjadikan semua ciptaan tidak memiliki masa depan yang pasti, menuju kebinasaan demi kebinasaan, penderitaan demi penderitaan tanpa penghiburan didalamnya.

Dunia yang berdosa tidak membutuhkan hukuman Allah bagi kehancurannya. Manusia akan menghancurkan dirinya sendiri. Manusia akan saling menyakiti, saling mengkhianati, saling menipu, dan menghasilkan banyak penderitaan demi penderitaan.

Manusia dan dunia yang berdosa telah menciptakan nerakanya sendiri, pada akhirnya ia akan menuju neraka yang kekal. Di dunia yang berdosa ini, Allah berkehendak merencanakan dan memilih kita untuk diselamatkan, dan keselamatan yang dianugerahkan-Nya tersebut pasti. Kepastian itu menjadi penghiburan, serta terang yang dituju bagi manusia di dalam dunia yg gelap ini.

Kekekalan Allah menjadi jaminan bagi Firman-Nya, janji-nya, sifat-sifat-Nya dan keselamatan yang dianugerahkan-Nya adalah kekal. Demikianlah semua derita dan sengsara dalam dosa memiliki jalan keluar didalam Allah yang kekal.

2.    Allah tidak berubah meyatakan bahwa Allah itu setia.  


Film Peral Harbaour, menceritakan sepasang kekasih yang berharap untuk saling memiliki selamanya. Ketika Pearl Harbaour di Hawai diserang oleh Jepang, menjadikan sang pria harus menjadi pilot relawan yang menyerang Jepang. Akhirnya pesawat si pria terkena tembak dan jatuh dan ditawan beberapa lama. Tetapi karena harapan untuk melihat kekasihnya, maka ia bertahan hidup dan selang beberapa saat ia dibebaskan dan kemudian ia kembali ke Amerika untuk menemui kekasihnya. Tetapi apa yang terjadi, kekasihnya telah menikah dengan sahabatnya sendiri.  

Kita dapat membayangkan betapa sakitnya hati sang pria mendapati kenyataan, bahwa kekasihnya telah berubah dan semua keadaan telah berubah. Semua harapannya hancur! Dari Film ini, kita sedikit dapat merasakan betapa pentingnya sebuah kesetiaan.  

Di depan satasiun Shibuyan Tokyo, terdapat sebuah patung anjing. Pembangunan patung ini untuk mengenang seekor anjing bernama Hachiko. Hachiko adalah anjing peliharaan Profesor Hidesaburo Ueno yang mengajar ilmu pertanian di universitas kekaisaran Tokyo.  Hachiko selalu mengantar tuannya ke stasiun untuk berangkat kerja, dan sore hari ia datang menjemput tuannya. Suatu hari tuannya pergi mengajar dan terkena serangan jantung dan mati dan tidak pernah pulang lagi, hanchiko tetap menunggu tuannya di stasiun selama 13 tahun. Patung Hachiko didirikan untuk mengenang ‘kesetiaan”.

Baik adalah keharusan dan biasa, tetapi setia, adalah komitmen untuk baik disepanjang hidup. Setia adalah konsistensi pada pilihan, sifat, pikiran, tindakan dan jalan hidup pada waktu yang panjang, dan jika ingin sempurna maka sepanjang hidup.  

Ketidakberubahan Allah bukan karena Allah itu pasif, stagnan, tetapi menunjukkan bahwa Ia setia. Ia bertanggung jawab terhadap pilihan-Nya. Ia konsisten pada rencana-Nya. setia adalah sifat Allah Kita.

Karena Allah kita setia, maka Ia terpercaya, janji-Nya dapat dipercayai, Firman-Nya dapat diandalkan, pribadi-Nya dapat diteladani. Biar gunung-gunung beranjak, tetapi kasih setia Allah kita tetap selamanya.

Karena Allah kita setia, maka anak yang hilang memberanikan diri untuk pulang ke rumah Bapa-Nya yang telah dikhianatinya, disakitinya. Ia tetap yakin bahwa Bapanya tetap sama dan tidak berubah sebagai Bapa yang penuh kasih kepada anak-anak-Nya.

Apapun yang terjadi pada diri kita saat ini, entah kita mengalami masa sulit secara ekonomi, sakit, penuh beban berat, dikhinati oleh sahabat atau orang dekat, ingatlah bahwa Allah kita tetap sama, Ia tidak berubah, Ia tetap mengasihi kita dan menunggu kita sekalian.  

3.      Allah tidak berubah menunjukkan kepastian.

Suatu saat saya diundang oleh seorang jemaat untuk ucapan syukur. Ketika saya bertanya ucapan syukur apa nih? Ia menjawab, aku telah mendapat surat cinta dari perusahaan tempat saya bekerja. Saya yang sedikit bingung bertanya lagi, surat cinta apa? Surat pengangkatan sebagai karyawan tetap.

Surat pengangkatan sebagai pegawai tetap adalah hal yang menyenangkan bagi seorang karyawan di suatu perusahaan, apa lagi jika ia telah lama bekerja, sehingga terlalu rugi untuk meninggalkan perusahaan itu, begitu saja. Apa yang didapat seseorang dengan pengangkatan sebagai karyawan tetap? Tentu adalah kepastian dalam kerja, bahwa hak-haknya diperhitungkan sebagai seorang karyawan, ia bukan hanya alat bagi perusahaan, tetapi keberadaannya sebagai manusia telah dijamin, diantaranya adalah “pengabdian waktu, tenaga, dan prestasi bagi perusahaan”.

Slaah satu poin yang dituntut oleh kaum buruh selama ini adalah, memprotes system perekrutan tenaga kerja otsorching, dimana seseorang dapat menjadi karyawan kontrak sepanjang mereka dibutuhkan, kalau mereka sakit, dan tenaga mereka berkurang karena usia tua, maka mereka dapat begitu saja dibuang. Bagi saya ini kurang manusiawi, karena manusia bukan sekedar tenaga secara fisik, ia adalah manusia yg waktu pengabdiannya harus dihargai.

Banyak hal-hal gila dan tidak logis yang dilakukan manusia. Contohnya: mengapa orang mau berjudi dadu, sementara kemungkinan ia menang adalah satu dan kemungkinan ia kalah adalah 5. Walau demikian, tidak ada penjudi yang mau mempertaruhkan harapannya dalam ketidak pastian.

Jika kita mau membuat presentase dalam hidup kita, kira-kira berapa persen hal yang tidak pasti dan berapa persen hal yang pasti? Ketika pagi hari kita bangun untuk pergi berjualan, berapa persen kemungkinan jualan kita laku dan berapa persen kemungkinan tidak laku? Tetapi dengan demikian kita toh tetap melangkahkan kaki untuk berjualan. Mengapa? Semua bukan alasan logis tetapi alasan teologis, diantaranya ‘rejeki sudah diataur Tuhan’, ‘setiap orang ada rejekinya masing-masing’.

Apakah hal terpenting dalam hidup kita? apakah untuk hal-hal terpenting kita juga akan menggantungkan harapan pada ketidakpastian? Jika Allah itu berubah, maka Ia tidak dapat diandalkan dan dipercaya, apa lagi untuk mempertaruhkan hal-hal terpenting dalam hidup kita dalam ketidakpastian. Untuk hal-hal remeh saja, manusia tetap melandaskan setiap tindakannya berdasar alasan teologis secuda (teologi yg tidak sistimatis), seperti  saudara sepupu kita mengatakan segala sesuatu adalah ‘insya Allah” atau mudah-mudahan, atau kiranya dan tidak ada yg pasti, bahkan untuk sorga.

Adakah diantara kita yang mau “berharap” atau mengharapkan sesuatu yang tidak pasti? Adakah diantara kita yang mau bertaruh akan sesuatu yang tidak pasti? Apa lagi mempertaruhkan hal terpeting dalam hidup, tentu tidak.

Karena Allah kita adalah Allah yang tidak berubah, maka Firman-Nya kekal, janji-Nya terpercaya, penyertaan dan pemeliharaan-Nya pasti. Karena hal ini maka penulis Amsal mengatakan “Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.” (Amsal 23 : 18)

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

    1.    Intoitus: (saat teduh). 2.    Nyanyian Pembuka: Kubersyukur Bapa   Banyak yang Kau perbuat Didalam hidupku Rancanga...