Sabtu, 16 Januari 2021

Hidupkan Kasih-Mu Dalam Lintasan Tahun.


        DiMinggu kedua tahun 2021, Pulau Jawa dan Bali kembali menerapkan PSBB demi menekan laju penularan Covid 19. Jumlah orang terinveksi harian mencapai 9000 dan kematian diatas 200 jiwa. Di Surabaya kita menyaksikan semua rumah sakit rujukan covid 19 penuh.

Selain covid 19, awal tahun ini kita juga menyaksikan beberapa bencana yaitu: longsor di Jawa Barat, longsor di Sulut, jatuhnya pesawat Sriwijaya Air yang menewaskan 62 orang penumpangnya, banjir bandang di Kalimantan Selatan yang merendam sebagian besar kota Banjarmasin dan sekitarnya. Lebih mengagetkan lagi adalah gempa bumi di Majene yang menewaskan 42 korban, dan banyak orang luka-luka, serta kota yang luluh-lantah di guncang gempa dan sebagian besar warga saat ini mengungsi karena ketakutan.

Itulah gambaran awal tahun ini, dimana korban wabah covid 19 semakin meningkat dan dampak sosialnya semakin meluas, ditambah pula beberapa bencana alam dan transportasi yang menelan korban jiwa serta meluluhlantahkan kota, menambah siatuasi sulit di Indonesia. Apa yang terjadi di awal 2021 ini dapat dikatakan: “sudah jatuh, tertimpa tangga pula”.

Tahun 2021 diawali dengan kesusahan dan penderitaan yang tidak lebih baik dari tahun 2020, tentu tanpa menginginkan, tanpa mengimani, tanpa mengharapkan semuanya itu. Walau tahun 2021 diawali dengan situasi yang lebih buruk, kita harus tetap memasuki, menjalani tahun ini dengan penuh harapan yang lebih baik. Apa yang menjadi dasar harapan bagi kita bahwa tahun ini akan lebih baik? Dan bagaimana kita seharusnya mejalaninya?

Apa yang terjadi di Indonesia diawal tahun 2021 ini, mirip seperti yang digambarkan oleh nabi Habakuk: “sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kendang” (Hab. 3: 17). Suatu gambaran kesusahan yang beruntun, tetapi Habakuk dapat mengatakan: “Namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku” (18). Bahkan Habakuk dengan mantab mengatakan: “namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan” (16). Apa yang menjadi dasar kekuatan bagi Habakuk untuk menjalani dan menantikan setiap kesusahan itu?

1.      Iman.

Nabi Habakuk mengatakan: “tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Hab. 2: 4b). Pernyataan besar ini akhirnya di kutib oleh Paulus yang menjadi dasar presaposisinya dalam Kitab Roma: “bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: orang benar akan hidup oleh iman” (Rom.1: 16-17).

Dari mana datangnya iman? Rasul Paulus mengatakan: “jadi, iman tibul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus” (Rom. 10: 17), nabi Habakuk membuka doanya dengan mengatakan: “Tuhan, telah kudengar kabar tentang Engkau, dan pekerjaan-Mu, ya Tuhan, kutakuti! Hidupkanlah itu dalam lintasan tahun; nyatakanlah itu dalam lintasan tahun. Dalam murka ingatlah akan kasih sayang” (Hab. 3: 2).

Habakuk telah mendengar kabar tentang Allah, yaitu karya Allah dimasa lalu, reputasi Allah yang setia, oleh karena itu ia juga percaya bahwa Allah itu tidak berubah, Ia adalah Allah yang setia, bahkan Habakuk berdoa agar Tuhan menghidupkan dan menyatakan kabar yang didengarnya itu dalam lintasan tahun-tahun hidupnya.

Kita sekalian adalah orang-orang beriman, bukan saja kita selalu mendengar Firman Allah dan mendengar kabar tentang Allah, kita juga telah melihat karya Allah dalam kehidupan kita, hingga saat ini kita masih ada sebagaimana adanya karena kasih setia Allah. Marilah kita memohon kepada Allah agar Ia menyatakan kebaikan-Nya dalam lintasan tahun yang akan kita lalui ini.

2.      Pengalaman dengan Tuhan.


Iman tidak akan berbuah jika tidak dijalani. Iman yang dijalani akan menjadi pengalaman dengan Tuhan. Pengalaman pribadi bukanlah kebenaran umum, tetapi menjadikan kebenaran Allah itu sebagai milik pribadi.

Dulu aku hanya mendengar tentang Bali, dan melihat gambar-gambar yang indah, aku sungguh terpukau dengan semua gambar dan foro itu, tetapi ketika aku sendiri ke Bali, merasakan senja hari di pantai Kuta, melihat pura di Danau Bratan seperti yang ada pada gambar uang, aku terpesona, sebab sudah hadir dan menjalani hari di Bali, sekarang aku terpukau dan selalu rindu ke sana lagi.

Ketika Firman Tuhan mengatakan Allah itu baik, setia, adil, penyembuh, kita percaya akan semua hal itu. Ketika kita sakit lalu kita berdoa dan menjadi sembuh, maka Allah sang penyembuh itu telah menjadi nyata dalam hidup kita. Ketika kita susah dan meminta pertolongan Tuhan dan ternyata kita dapat melalui semua kesusahan itu, maka kabar dan janji bahwa Allah itu setia, telah menjadi pengalaman kita.
            seorang jemaat mengalami sakit selama 40 tahun, ia selalu berdoa agar disembuhkan, tetapi Tuhan tidak menyembuhkannya. Walau demikian ternyata ia dapat melewati hari-harinya selama 40 tahun masa sakitnya dan tetap hidup hingga usia 83 tahun, lalu jemaat itu mengatakan: Allah memang tidak berkehendak menyembuhkan aku, tetapi Ia Allah yang setia, itulah sebabnya aku selalu berusaha ke gereja walau dengan tertatih, selangkah demi selangkah untuk membalas kesetiaan-Nya.

Nabi Habakuk mengatakan: “Bukankah Engkau, ya Tuhan, dari dulu Allahku, yang Maha kudus? Tidak akan mati kami”. (Hab. 1: 12). Walau Tuhan telah menetapkan penyiksa, tetapi Habakuk dengan keyakinan yang teguh mengatakan “tidak akan mati kami”, mengapa ia demikian yakin? sebab ia mengenal siapa yang dipercayainya, yaitu Allah, ya Allah yang telah menjadi Allahnya sejak dulu dan ia telah memiliki pengalaman dengan-Nya.

 

3.      Berdiam diri dihadapan Tuhan.

Tiga hari lalu aku mendapat telepon dari adik sepupu di Jakarta dan menanyakan: apakah dirinya tidak berdosa ketika ia membeli semua alat-alat medis dan obat, serta vitamin untuk mejaga semua orang dalam rumahnya agar tidak terpapar covid-19. Secara berkala semua anggota di rumah di rapid test, termaksud para ajudan dan pembantu, tetapi akhirnya suaminya sendiri yang terpapar covid dan harus diisolasi.

Dalam pembicaraan telephone aku menanyakan kabar suaminya apakah ia baik-baik saja, ia mengatakan bahwa suaminya baik-baik saja, tetapi selalu terbangun dengan kaget setiap malam. Saya menanyakan mengapa sering kaget disaat tidur? Ia menjawab: bahwa suaminya memikirkan anak-anaknya dan tanggung jawabnya terhadap keluarga besar. Aku menegaskan kepada adikku: “berhenti menjadi tuhan bagi dirimu sendiri”. engkau memang harus memikirkan dan bertanggung jawab terhadap keluarga dan anak-anak serta keluarga besar, tetapi Tuhanlah pemegang kuasa tertinggi terhadap setiap anak-anak. Engkau memang telah berusaha, tetapi mungkin lupa untuk “berdiam diri dihadapan Allah”.

Habakuk menutup pasal 2 dari Kitabnya dengan pernyataan: “Tetapi Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi”. (Hab. 2: 20).  Berkerja keras untuk terbebas dari masalah, penderitaan, wabah, memang wajib, tetapi akan menjadi sia-sia ketika kita tidak “berdiam diri dihadap Allah dalam doa”. Doa seharusnya menjadi awal dan akhir dari setiap kerja dan usaha.

Berdiam diri dihadapan Tuhan adalah jalan bagi orang percaya untuk mempersilahkan Tuhan mendahului kita dalam kerja dan upaya. Berdiam diri dihadapan Allah adalah pengakuan, bahwa tanpa Allah kita bukan siapa-siapa, dan usaha kita tidak akan menghasilkan apa-apa.

Marilah kita memasuki dan menjalani lintasan tahun ini dengan penuh kemenangan seperti Habakuk dengan mengatakan: “sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kendang. Namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan Aku. Allah Tuhanku itulah kekuatanku.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

    1.    Intoitus: (saat teduh). 2.    Nyanyian Pembuka: Kubersyukur Bapa   Banyak yang Kau perbuat Didalam hidupku Rancanga...