Sabtu, 21 Agustus 2021

Berdoalah Bagi Raja (1 Tim. 2:1-2)

 

Kita harus tahu bahwa, kita bukanlah warga kelas 2 di negara ini, kita adalah warga yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan seluruh rakyat Indonesia lainnya. Apa yang mau penulis tekankan, bahwa Orang Kristen Indonesia telah lama memiliki suatu penyakit “inferior sindrom” atau merasa diri sebagai warga kelas 2. Negara ini adalah milik kita, negeri leluhur kita, kita lahir, besar, hidup di tanah ini, leluhur kita telah bersama-sama berjuang untuk merebut kemerdekaan Indonesia.

Dalam negara merdeka ada namanya “hak dan kewajiban”, kita telah akrab dengan ajaran, bahwa jangan menuntut hak, dan lakukanlah kewajiban, tetapi perlu kita tahu bahwa karena hal ini, maka hal-hal yang direbut bersama dalam kemerdekaan telah dijadikan bahan pesta pora dan gereja hanya menjadi penonton, wilayah-wilayah dengan dominasi Kristen dibiarkan miskin dan tertinggal selama bertahun-tahun.

Kita harus ketahui, bahwa “DEMOKRASI” di bangsa ini telah dikerdilkan sedemikian rupa hanya sebatas jumlah atau kuantitas, bukan kepada kualitas. Orang Kristen harus menunjukkan kualitas dan mengalahkan kuantitas, auman seekor singa tetap akan menggetarkan kawanan domba.

Saat ini kita dikagetkan akan jatuhnya pemerintahan Afganistan oleh kelompok teroris Taliban, mengapa? Karena orang pandai dan moderat di Afganistan tidak peduli dan acuh tak acuh karena kemewahan hidup di kota, sementara Taliban terus bergerak di desa dan pegunungan.

Hal kedua, tergambar dari pernyataan Presiden Amerika Joe Bidden bahwa: “kami bisa melatih dan memberi peralatan militer canggih kepada militer Afganistan, tetapi kami tidak bisa membangkitkan semangat mereka untuk melawan Taliban, hal itu harus lahir dari diri mereka sendiri”. Aparat militer dan kaum terdidik Afgangistan hidup dalam ketakutan.

Hal ketiga, Taliban yang dicap sebagai teroris, bodoh, tetapi memiliki militansi dan loyalitas yang tinggi. Biden memprediksi mereka akan menguasai Kabul dalam 90 hari, ternyata meleset dan mereka menaklukkan Kabul dalam 3 hari.

Kejahatan dan kehancuran terjadi, bukan hanya karena ada yang melakukan kejahatan, tetapi karena orang pandai dan orang benar diam tak melakukan apa-apa! Kesalahan bukan karena kita melakukan tindakan yang salah, tetapi juga diam dan tidak melakukan apa-apa, ketika melihat orang melakukan yang salah.

Mengapa saya membahas hal ini panjang lebar? Karena kita hidup di Indonesia yang notabene adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, dimana masih baru dalam ingatan kita tindakan terror yang terjadi di Indonesia sebahagian besar dilakukan oleh orang-orang yang bergabung perang di Afganistan. Selain itu, begitu banyak kelompok-kelompok Islam garis keras yang tumbuh di Indonesia dan tersebar dimana-mana, bahkan mereka telah menduduki posisi-posisi strategis di Indonesia. Keberhasilan Taliban pasti menjadi inspirasi dan dikhawatirkan membangkitkan sel-sel tidur kelompok ekstrimis di Indonesia dan kelompok yang memiliki paham serupa.

Apa yang harus kita lakukan sebagai orang percaya dan sebagai orang Kristen Indonesia, untuk menjamin bahwa Indonesia dimana kita hidup saat ini, akan tetap sama bahkan lebih baik di masa-masa datang, sehingga anak-anak kita memiliki masa depan?

 

1.    Berdoa bagi Raja. (1 Tim. 2:1-2).


Ketika Rasul Paulus menyerukan: “berdoalah bagi Raja” (I Tim.2:1-2), orang Kristen bukan dalam keadaan bersekutu dengan pemerintah atau raja, atau dalam keadaan mencari perhatian atau dukungan pemerintah. Saat itu orang percaya sedang teraniaya. Dalam semua keadaan itu, Rasul Paulus menyerukan agar jemaat “berdoa bagi Raja/pemerintah”.

Kita sering kali merasa bukan siapa-siapa, dan bukan apa-apa, mungkin itu semua benar, tetapi jangan lupa kita memilki Allah, dan Firman Tuhan mengatakan: “doa orang benar, bila yakin didoakan, besar kuasanya”. Berdoa bagi Raja dan tentunya alat-alat Raja sebagai pemerintah yang sah, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah.

Mungkin kita menemukan kenyataan bahwa pemimpin kita tidak sesuai seperti yang kita harapkan, tetapi dengan tegas firman Allah mengatakan kepada kita bahwa tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah. Johanes Calvin mengatakan: bahwa mungkin saja raja atau pemerintah yang sah adalah bengis, tetapi sesaat saja tidak ada raja, maka akan terjadi kheos atau anarkis.

Berdoa, adalah kegiatan rohani di ruang privat, antara Allah dan umat. Doa bagi bangsa dan pemimpin jangan hanya hadir di ruang ibadah Raya, tetapi juga harus hadir dalam doa-doa kelompok kecil atau pribadi, paling penting adalah berdoa bagi lingkungan dimana kita berada.  

Berdoa bagi pemerintah selain sebagai pengakuan bahwa, tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah, juga pengakuan kita bahwa Allah berkuasa mengangkat dan memecat raja atau pemerintah. Doa juga merupakan awal upaya rohani untuk memulai suatu perubahan yang lebih baik. Kita harus berdoa bagi upaya persatuan bangsa yang dilakukan pemerintah, berdoa bagi upaya deradikalisasi yg dilakukan pemerintah dan lain sebagainya.

 2.    Hormatilah Raja.  


Kekuatan lembaga manusia sangat ditentukan jika pemimpin  lembaga itu dihormati. Dari lembaga terbesar maupun terkecil yaitu keluarga. Keluarga sedang menuju kekacauan dan kegagalan jika pemimpinnya yaitu kepala keluarga tidak di hormati. Sikap istri yang tidak menghormati suami sebagai pemimpin rumah tangga, akan menghasilkan sikap anak-anak yang tidak hormat pada bapanya, dan terjadilah kekacauan.

Baru-baru ini viral dan menjadi perbincangan public, ketika seorang wartawan Tirto.id, mengomentari dengan nada menghina dan merendahkan Badui dan Presiden Joko Widodo. Dilain pihak presiden Megawati yang menangisi sikap banyak anak bangsa ini, yang kerap kali menunjukkan rasa tidak hormat dan menghina Presiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi bangsa ini, yang notabene telah bekerja keras bagi kemaslahatan Rakyat Indonesia.

Dalam keberadaannya sebagai orang yang dipenjarakan oleh pemerintah dalam ketidakadilan, Rasul Paulus menyerukan kepada orang percaya di Roma: “tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang diatasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukanya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya”. (Rom. 13:1- 2).

Takluk lebih dari hormat. Takluk adalah pengakuan atas kuasa dan taat mengikuti perintah pemerintah yang sah dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan baik sebagai warga negara. “Ingatlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik”. (Titus 3:1).

Salah satu contoh nyata ketundukkan kepada pemerintah yaitu ketika pemerintah berupaya memutus penularan covid 19 dengan menerapkan pembatasan-pembatasan, termaksud membatasi kita untuk berkumpul dalam persekutuan dan upaya vaksinasi, semua terasa berat, tetapi kita harus menunjukkan ketundukkan kita, sebab mereka sedang berupaya menyelamatkan banyak jiwa.

Penghormatan dan ketaatan kita pada pemerintah tentu bukan ketundukkan buta, tetapi ketundukan karena Allah, dalam pengertian jika mereka dalam keadaan melakukan tugas yang diembankan Allah. (I Ptr. 2.11-). Pada nabi dan Rasul telah menunjukkan teladan mengenai ketundukkan kepada pemerintah karena Allah, mereka pada satu sisi tetap tunduk, tetapi pada sisi lain tetap aktif dan berani menyuarakan suara kenabian.

 

3.    Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Luk. 20: 25).

Perkataan Tuhan Yesus ini menegaskan dua setatus kewargaan orang percaya. Selain sebagai suatu anggota kerajaan Allah, juga warga negara. Kedua setatus ini adalah keistimewaan, sekaligus tanggung jawab yang harus ditunaikan. Kita tidak boleh menjadikan Allah dan gereja-Nya sebagai pelarian untuk menghindar dari tugas dan kewajiban sebagai warga negara, demikian pula sebaliknya.

Perkataan Tuhan Yesus mengenai dua setatus kewargaan orang percaya seharusnya menjadikan kita tidak boleh lagi berpikir dualisme terhadap dunia ini, bahwa ada dunia kudus dan profan, tanggalkan kasutmu sebab tanah yang engkau pijak adalah kudus. Tugas orang percaya adalah “menyatakan kehendak Allah di bumi seperti di surga”. Menunaikan kewajiban kepada kaisar/pemerintah adalah karena Allah.

Langgengnya kekuasaan NAZI dan genosida yang mereka lakukan terhadap ras Semitis (Khususnya Yahudi), salah satu sebabnya adalah gereja pada saat itu meganut paham dualism dunia ini. Pemikiran itu dipengaruhi oleh pemikiran Luther yaitu pemisahan secara absolut antara negara dan gereja, yang berimbas pada diamnya gereja terhadap segala pemerintah Germany pada saat itu. Dietrich Bonhoffer adalah seorang pendeta Lutheran yang berupaya menyeimbangkan hal ini, dan akhirnya ia harus menderita siksaan oleh NAZI.

Dibulan kemerdekaan Indonesia ini, saya mengajak kita semua mengingat sepenggal sejarah kemerdekaan Indonesia ketika perumusan Pancasila dan model NKRI, dimana sorang percaya yaitu A.A. Maramis tidak setuju jika Indonesia menjadi negara syariat dan dasar negara memasukkan unsur syariat didalamnya. Apa yang mau saya katakan, bahwa suara seorang percaya pendiri bangsa ini, akhirnya kita nikmati hingga saat ini sebagai NKRI dan Pancasila sebagai dasar negara.

Selain sejarah masa lalu, kita juga memiliki tokoh politik Kristen yang terkenal saat ini di Indonesia yaitu Ahok, dimana seorang seperti Ahok dapat memiliki pengaruh besar terhadap perbaikan politik sosial di Indonesia, diantaranya: transparansi dengan E-bageting, leleng jabatan berdasarkan kinerja, asuransi kesehatan warga (sebelum ada berbagai asurasi kesehatan seperti kartu sehat, BPJS, Ahok telah memulai mengasuransikan seluruh warga Belitung Timur yang dibayar oleh pemerintah ketika Ia menjadi Bupati).

Di tengah pandemic Covid 19, ini akhirnya membuka mata kita mengenai fatalnya akibat pengabaian kewajiban kepada pemerintah. Pada akhinya kita menyaksikan ketidakadilan sosial, karena kacaunya data penerima bansos. Coba bayangkan kalau 20% RT di Indonesia adalah orang Kristen yang takut Tuhan, maka kita akan mendapatkan setidaknya 20% data kemiskinan yang benar, akhirnya ada perbaikan keadilan sosial.

Saudara! Tuhan telah menetapkan kita terlahir sebagai bangsa Indonesia, dan Tuhan telah menganugerahi kita kemerdekaan. Tuhan memelihara kita dalam bangsa ini dan kita juga harus melayani Dia di bangsa ini, oleh karena itu mari kita tunaikan kewajiban kita sebagai orang Kristen Indonesia dan juga menyediakan masa depan yang lebih baik kepada anak cucu kita di masa datang ditenga-tengah bangsa ini. Merdeka! 


 

Hari

Pagi

Malam

Hari

Pagi

Malam

Senin

I Sam.8:1-22

2 Raj.19:

1-37

Kamis

Luk.20:

20-26

Tit. 3

Selasa

2 Taw.32:

20-23

Ez. 6:

1-12

Jum’at

I Ptr. 2:

1-17

Rom.13:

1-7

Rabu

Ams.27: 1-20

I Tim.2:

1-7

Saptu

I Tim. 2:

Ibr.13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

Liturgi Ibadah Minggu

  1.    Ajakan Beribadah: “carilah Tuhan selama Ia berkenan ditermui, berserulah kepada-Nya selama Ia dekat” (Yes. 55: 6). 2.    Lagu ...