Sabtu, 20 November 2021

Hati Adalah Pedang Bermata Dua. (I Yoh. 3: 19-24).

 

Tanda cinta dalam dunia modern dilambangkan hati, tetapi sebenarnya itu adalah gambar jantung. Gambar jantung sebagai lambang cinta dipergunakan di dunia Barat sekitar abad 16, dan popular sekitar tahun 70an hingga saat ini.

Mumi Mesir mengungkapkan kepada kita sekalian di zaman ini, bahwa bukan sekedar teknik mengawetkan jenazah manusia, tetapi ada unsur agama atau teologis dan budaya yang menyertainya.

Proses mengawetkan mumi adalah dengan cara pembalseman memakai ramuan khusus, dan pada akhirnya memberikan peti yang telah diberi mantera. Dalam proses pembalseman itu, semua isi perut dikeluarkan, dan hanya ada satu organ yang ditinggalkan yaitu, “jantung”, “Jantung adalah tempat bersemayamnya roh. Organ lain tidak dianggap penting maka dari itu harus dikeluarkan,”


Hati adalah organ tubuh yang paling banyak di sebut dalam sastra, begitu pula dengan Alkitab, bahkan hukum pertama dan terutama dalam Alkitab adalah “mengasihi Allah dengan segenap hati”. Apa pentingnya hati dalam hidup manusia secara rohani?  

1.    Dengan hati kita merespon Allah.

Hukum pertama dan terutama yang diucapkan Yesus, hati yaitu “kardia”, sebenarnya dapat diterjemahkan “hati, jantung, atau kandungan”. Jiwa yaitu “psuche”          dapat diterjemahkan: batin, kehidupan (jasmani), makhluk hidup, manusia, jiwa, nyawa. Akal budi yaitu “dianoia” dapat diterjemahkan:  pengertian, hati. akal budi.

Intinya bahwa penggunaan kata “hati” tidaklah menunjuk pada hati secara fisik, tetapi mau mengungkapkan sisi rohani dan psikologis dalam diri manusia, yaitu cinta, perasaan dan pemahaman manusia. Dengan semua unsur dan dimensi ini manusia dapat merespon Allahnya, dan juga sekaligus dengan ini semua manusia harus bertanggung jawab dan dapat dihukum.

Perintah utama dan terutama adalah mengasihi Allah, dan kita tidak dapat mengasihi secara utuh dan benar, hanya dengan mengandalkan keuatan pikiran kita, kita mengasihi Allah dengan “hati dan perasaan kita”.

Dalam khotbhan di bukit Tuhan Yesus mengatakan: “berbahagialah orang yang suci hatinya, sebab mereka akan melihat Allah”.  (Mat. 5:8).

 2.   Dengan hati kita mengenal diri kita sendiri.

Satu pertanyaan mendasar bagi ilmu sosial, psikologi, yaitu “siapakah aku”? Kita selalu mendengar, jika tidak selalu, tentu pernah mendengar umpatan orang, “tidak tahu diri”. Apa maksud dari umpatan ini? mengapa umpatan ini begitu popular di pakai? Apakah memang orang yang di umpat “tidak tahu siapa dirinya yg sebenarnya? ataukah “lupa diri’? ataukah tidak bersikap sesuai dengan setatusnya?

Dalam kebiasaan Jawa, ketika ada seseorang yang marah dan mengamuk, seseorang yang kesurupan, atau seseorang yang depresi karena sedih, maka satu kata yang sering dilontarkan oleh orang jawa pada umumnya yaitu “eling” dan jika ia adalah Jawa Islam, maka yg dinasehatkan adalah “nyebut”.

Ada satu lagu Jawa rohani Kristen yaitu “eling-eling”. Suatu nyanyian yang mengingatkan untuk mengingat diri sebagai manusia, betapa fananya manusia, lemahnya manusia.

Pertanyaan kedua adalah “dari mana engkau berasal”….? Asal menunjuk pada tiga hal utama, yaitu: secara ontology yaitu “fisik”, non fisik, tempat dengan segala keberadaannya yaitu etnis, ras, teritori, budaya, dll.

Secara ontology fisik, kita berasal dari tanah, oleh karena itu kita akan kembali ke tanah. Pada sisi lain, manusia juga memiliki unsur atau dimensi rohani yang sulit sekali kita pahami. Manusia telah berupaya untuk mempelajari dimensi ini, tetapi sampai saat ini, dimensi ini tidak akan pernah dipahami secara utuh.

Kedua dimensi asal manusia ini telah berdosa dan pada akhirnya kita hanya menyaksikan sesuatu yang menyedihkan dalam diri manusia, bahkan Musa dalam Mazmur mengatakan: Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.  (90:11).

Dari semua yg negative itu, satu kabr baik dan possitif yang diberitakan oleh Alkitab bagi kita, khususnya oleh Yohanes sang penatua bahwa: “Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah”. (I Yoh. 3: 19).

 3.    Hati adalah indicator kehidupan rohani.

Hati atau jantung secara fisik adalah organ dasar yang sangat menentukan proses kehidupan secara fisik, demikian pula secara rohani, hati sangat menentukan kehidupan.

     Penulis Amsal mengatakan: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. (Ams 4:23).

Jaman Nuh, ketika Tuhan datang ke bumi, ternyata Allah begitu menyesal karena “hati manusia jahat”, “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata”, (Kej 6:5). Jadi bukan karena jelek wajah mereka, atau karena bodoh otak mereka, tetapi karena hati mereka yang jahat, itulah yg membuat manusia dibinasakan.

 4.   Hati adalah pusat kebahagiaan manusia.


Kita sangat akrab dengan istilah “sakit hati, jatuh hati, patah hati, hati-hati, buta hati,” demikian istilah-istilah yang dipakai menunjuk batapa penting hati, atau kesadaaran manusia, atau perasaan manusia dalam merespon dunia, merespon sesamanya, termaksud menyingkapi setiap keadaan yang disekitarnya.

Kata seorang jemaat kepadaku, bahwa uang hanya alat, manusia cari uang, bukan demi uang, tetapi agar bahagia? Ukuran bahagia itu apa? Berapa jumlah minimal uang yang diperlukan untuk bahagia? Siatuasi apa yang bagaimana yang menjadi dasar minim bagi manusia untuk bahagia?

Hati mansia adalah ukuran atau indicator kebahagiaan manusia! Hati yang senang dan sukacita, hati yang rela, hati yang tabah, hati yang merdeka, hati yang bebas dan tidak tertekan, intinya, keadaan hati manusialah yang menentukan apakah ia berbahagia atau tidak.

Hati yang bahagia adalah hati yang tenang, yaitu hati yang mengetahui dari mana asalnya dan hati yang mengetahui dengan pasti kemana ia akan berakhir, sebagaimana pada ayat 19 mengatakan: “Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah. (I Yoh. 3: 19).

5.   Hati juga dapat membunuh rohani seseorang.

Kita mengenal ada berbagai macam penyakit hati, tiantaranya adalah sakit hati, iri hati, tetapi yang lebih berbahaya dan dapat membunuh kehidupan rohani seseorang adalah “hati yang menuduh”. (I Yoh.3:20-21)

Iblis adalah penuduh atau pendakwa pada mulanya, dan ia mendakwa manusia dalam hati mereka, bahwa dosa mereka tidak terampuni, bahwa mereka tidak akan pernah layak dihadapan Allah. Inilah yang menjadikan banyak orang percaya menjadi tertuduh oleh hati mereka sendiri, sehingga justru menjauhi Allah, seperti yang dilakukan St. Petrus.

Perasaan tertuduh menjauhkan orang percaya dari Allah, tidak yakin untuk berdoa, tidak yakin untuk bersaksi, merasa sia-sia beribadah. Kita selain memang adalah orang berdosa, berbuat dosa, tetapi kita diampuni dan tidak main-main dengan dosa, apa lagi hidup dalam dosa. Merasa tertuduh dan menjauhkan diri dari Allah, bukan menjadikan kita semakin baik, tetapi justru menjadikan diri semakin buruk dan bersandar pada diri kita sendiri. Kita menjadi baik karena kita diampuni dan terus belajar melakukan kebaikan, doa, ibadah, kesaksian.          

Mengapa kita berasal dari kebenaran dan bagaimana kita mengetahui hal itu? Karena Allah melahirbarukan kita oleh Roh-Nya, kita adalah manusia berdosa, jika kita mengatakan bahwa kita tidak berdosa maka bukan saja kebearan tidak ada didalam diri kita, tetapi juga mengatakan bahwa Allah adalah pendusta. Dalam Yesus Kristus kita memperoleh pengampunan dosa, Ia adalah pengantara kita, Ia mengasihi kita dan kitapun mengasihi Dia dan hidup dalam kasih sebagai tanda bahwa kita selalu berada dalam kasih. Karena iman kepada Yesus Kristus maka kita adalah anak-anak Allah.

Kebenaran-kebenaran, fakta-fakta diatas, yang diketahui, dipahami, dipercayai. Pengetahuan itu adalah pengetahuan iman, pengetahuan yang menjadi kesadaran stetatus, kesadaran setatus ini berimplikasi pada sikap dan perbuat keseharian.  

Pernyataan ini adalah suatu keyakinan dalam hati, yang dalam kenyataannya bahwa ‘hati itu’ sering menuduh diri orang yang percaya, itulah sebabnya mengapa ayat 20, mengatakan “sebab jika kita dituduh olehnya”. Allah lebih besar dari hati kita. Demiian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah. (I Yoh. 3: 19). “jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah”.

          Sekali lagi, jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, sadarilah dengan hatimu bahwa engkau sekalian berasal dari kebenaran, biarlah pengetahuan ini menuntun sikap kita untuk hidup dalam ketaatan kepada Allah, dan milikilah hidup yang berbahagia, sebab engaku telah mengetahui dari mana asalmu dan kemana engkau akan berakhir. Hanya di dalam Tuhan jiwamu akan tenang dan Sentosa. 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

    1.    Intoitus: (saat teduh). 2.    Nyanyian Pembuka: Dengan Apa Kan Ku Balas   Kau Allah Yang Setia, Bapa Yang Mulia. Ka...