Apakah ibadah Minggu dalam
keluarga adalah hal baru? Apakah ibadah Minggu dalam keluarga melemahkan Gereja
sebagai lembaga, atau justru menguatkannya? Apakah ibadah Minggu di Rumah
kualitasnya lebih rendah dari ibadah raya Minggu di gereja?
Ibadah Minggu adalah hal penting
dalam iman Kristen, bukan saja karena ibadah Minggu adalah perintah Taurat,
tetapi juga ibadah Minggu merupakan proklamasi iman atas kebangkitan Tuhan
Yesus.
Beberapa bulan ini, didalam
situasi covid 19, ibadah terpaksa harus dilakukan di rumah. Ada dua model dalam
melakukan ibadah ini, yaitu dengan cara
maya dan dengan cara nyata. Ibadah virtual dapat juga kita katakana ibadah
maya, atau sekan-akan nyata. Bethesda mengambil keputusan beribadah secara nyata
atau ibadah dalam kelompok kecil yaitu keluarga, baik satu keluarga ataupun
keluarga besar.
Sebagaimana tema kita pada
Minggu ini adalah ‘ibadah Minggu dalam keluarga”. Tentu ada ketidakpuasan
tersendiri, karena kebiasaan ibadah raya gereja selama ini yang terdiri dari
pertemuan keluarga lepas keluarga.
Saat
ini kita akan merenungkan dasar-dasar Alkitabiah dan dampak positif ibadah
Minggu dalam keluarga:
1.
Allah,
sebagai Allah keluarga.
Kisah Adam, Nuh dan Abraham,
bukan sekedar kisah perjanjian Allah dan manusia, tetapi juga kisah relasi
Allah dengan keluarga. Allah menyelamatkan keluarga Nuh. Berikut Allah
memanggil Abraham bukan hanya sebagai pribadi, tetapi sebagai keluarga. Oleh
karena itu, dapat kita katakan bahwa Allah, pada mulanya bukan sekedar Allah
semesta, tetapi juga Allah yang disembah dan dimuliakan dalam satu keluarga.
Yakub yang akhirnya diberi nama
Israel oleh Allah sendiri, menyebut Allah yang pernah ditemuinya di Peniel dan
di pinggir sungai Yabok sebagai “Allah ayahku” (Kej. 31: 5). Dalam doanya,
Yakub juga menyebut Allah sebagai “ya Allah nenekku Abraham dan Allah ayahku
Ishak...(Kej. 32: 9).
Pada masa bapak leluhur Israel,
tidak ada kemah suci, dan tidak ada Bait Suci. Para bapak leluhur menandai
memori iman dan pertemuan mereka dengan Allah, dengan mendirikan mezbah
peringatan atas karya Allah pada mereka. Yakub, secara khusus mendirikan Mezbah
bagi Allah di Peniel dimana Allah menampakkan diri kepadanya dalam mimpi.
Allah bukan saja Allah yang
disembah dalam keluarga, tetapi juga menjadi sumber pemberitaan keluarga. Suatu
tradisi yang kuat dari bapak leluhur Israel adalah berkat di tempat tidur,
ketika akhir hidup mereka kepada anak-anak mereka. Ishak menyediakan suatu
upacara pemberkatan kepada Esau, yang dirampas oleh Yakub. Yakub memberkati 12
suku Israel, bahkan menubuatkan kepada ke 12 anak-anaknya, hal-hal yang akan
dilakukan Allah kepada mereka.
Sebagai komuntas kecil dan
sebagai orang nomaden ditengah-tengah bangsa yang memiliki beragam illah, Allah
Israel tetap disembah dan dimuliakan oleh para bapa leluhur Israel. Peran
keluarga, khususnya para bapak dalam ibadah didalam rumah, kesaksian hidup, dan
pengajaran para bapak kepada anak-anaknya menjadi kekuatan peletakkan iman
kepada angkatan beriman berikutnya.
2.
Allah
adalah Allah umat pilihan.
Keluarnya Israel dari Mesir, adalah suatu kemerdekaan dan terbentuk
sebagai suatu bangsa. Kemerdekaan Israel adalah anugerah Allah, yang bukan saja
karena kasih-Nya kepada Israel, tetapi juga karena janji-Nya kepada Abraham
bapak leluhur mereka. Sebagai bangsa pilihan yang merdeka, maka Israel harus
memiliki pemerintahan. Israel menganut pemerintahan Theokrasi, dimana Allah
sebagai Raja dan pemerintahan itu dijalankan oleh Nabi & imam. Pusat
pemerintahan Israel adalah “Kemah Suci.”[1]
dan “Hukum Taurat” sebagai dasar konstitusinya.
Pertemuan raya atau ibadah raya
adalah pertemuan Allah dan umat yang berjalan secara dialogis, dimana Allah
berbicara dan umat mendengar, demikian juga sebaliknya. Walau pertemuan raya
demikian besar nilainya, tetapi Allah tidak hanya meletakkan urusan iman pada
pertemuan raya tersebut.
Keluarga mendapat tugas khusus
dari Allah, sebagai unit penting dalam ibadah, pelaksaan hukum, dan pengajaran
bagi anak-anak Israel. Paskah sebagai hari raya terbesar Israel, diperintahkan
oleh Allah agar dirayakan dalam keluarga, dimana anak-anak mendapat tempat
khusus dalam liturginya (Kel. 13: 14). Pengajaran Hukum Taurat, pertama-tama
tidaklah diembankan kepada nabi, imam dan ahli Taurat, tetapi pertama-tama
diletakkan dipundak para bapak dalam rumah tangga (Ul. 6: 6-10).
Walau kemah suci adalah sentral
dalam kehidupan Israel sebagai bangsa pilihan, dengan fungsi rohani,
administrative dan peradilan. Tetapi perlu diketahui bahwa, dalam Kemah Suci dan
Bait Suci, akses ibadah sangat terbatas bagi perempuan dan anak-anak.
Dua kali Injil mencatat Tuhan
Yesus berada di Bait suci pada usia anak-anak, yaitu pada saat usia 8 hari,
dimana wajib bagi anak sulung laki-laki Yahudi di sunat di Bait Suci dan harus
ditebus sebagai anak sulung. Kedua, diusia memasuki 13 tahun, dimana ia harus
melakukan tradisi menjadi Bar/Bat Mitsvah (anak perintah)[2].
Pada usia ini, laki-laki Yahudi dianggap telah bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri atas kewajiban Hukum Taurat, tradisi dan liturgi. Tradisi
Ibadah Yahudi di Sinagoge, baru dapat dilaksanakan ketika memenuhi kuota
minimal yaitu 12 laki-laki. Para wanita dan anak laki-laki dibawah umur 12
tahun tidak dapat dihitug dalam kuota minimal ini. oleh karena itu, usia
sebelum 12 tahun, anak-anak Israel mendapat Pendidikan iman hanya dalam rumah
dan Sinagoge.
Pada akhir pesan-pesan terakhir
kepemimpinannya, Yosua membaharui perjanjian dengan Allah, dimana ia meminta
komitmen Israel kepada Allah: “tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk
beribadah kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan
beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai
Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami, tetapi aku dan
seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan (Yos. 24: 15).
Yosua menunjukkan komitmennya
pada Allah, bahwa semua orang dalam rumahnya akan beribadah kepada Allah. Yosua
menunjukkan betapa pentingnya keluarga dalam peletakkan dasar-dasar iman.
Ibadah Sabat dapat dilakukan di rumah (dan lebih sering di rumah), dan Kemah
Suci.
3.
Gereja
mula-mula adalah gereja rumah.
Jaman
Tuhan Yesus, Bait Suci masih ada, tetapi peran Sinagoge tidak kalah penting.
Tuhan Yesus tercatat membaca nubuatan Yesaya kepada diri-Nya di Sinagoge. Ada
berbagai fersi mengenai kapan Sinagoge mulai ada. Penulis setuju Sinagoge ada
dimasa rabinik (yaitu ketika Israel dalam pembuangan, dan pasca kepulangan dari
pembuangan tradisi ini tetap ada, bahkan fungssinga sangat sentral).
Walau
“Bait Suci” masih ada pada jaman Yesus, serta perannya yang sangat penting,
Alkitab juga mencatat Tuhan Yesus di Sinagoge (Mat.4: 23) dan mengajar di Bait
Suci, tetapi peran ibadah dalam rumah tetap menjadi perhatian Yesus.
Tuhan
Yesus selain mencontohkan beribadah dan berdoa di Bait Suci dan Sinagoge, juga mengajar umat bagaimana berdoa secara
pribadi di rumah: “ketika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah
pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada ditempat tersembunyi. Maka Bapamu
yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu (Mat. 6: 6).
Selain
doa pribadi, Tuhan Yesus juga merayakan ibadah Paskah dengan para murid di
rumah salah satu murid (Mat. 26:18; Mrk.1:21). Tuhan Yesus juga tercatat
beberapa kali mengajar dalam rumah tangga (Mat. 18: 3; Mrk. 3: 20).
Setelah
Tuhan Yesus naik ke Surga, para Rasul mengkombinasikan ibadah sabat di “Bait
Suci dan di rumah tangga”. Ibadah dalam rumah tangga diadakan secara khusus
dengan agape (makan bersama) dan Perjamuan Tuhan (eukharisti).
Ketika
iman Kristen secara tegas dilarang oleh para imam dan pemerintah saat itu, dan
waktu Stephanus dibunuh (KPR. 8: 1b-3), maka para murid (kecuali para Rasul)
mulai secara khusus beribadah Minggu di rumah. Para Rasul masih memberitakan
Injil di Sinagoge, terutama Rasul Paulus (KPR. 16: 13; 18: 19).
Selepas
para Rasul di tangkap dan ada diantara mereka yang telah mati teraniaya, Ibadah
Minggu dalam rumah tangga, akhirnya menjadi ciri dari “gereja mula-mula” (Kol.
4:15; Rom. 16: 5; I Kor. 16: 19; Flm. 1: 2).
Ibadah
Minggu dan gereja rumah adalah model gereja mula-mula. Ada dua model gereja
rumah, yaitu yang anggotanya murni satu anggota keluarga, seperti yang terdapat
pada rumah Lidia, dan beberapa keluarga yang berkumpul dalam rumah keluarga
tertentu untuk beribadah.
Gereja
yang kita kenal saat ini di Indonesia, apa lagi mega church adalah bentuk
gereja setelah edik Milano, yaitu ketika gereja telah diakui sebagai agama
negara oleh Konstantinus Agung. Gedung gereja menjadi besar, demikian pula
pengorganisasiannya. Ibadah diatur demikian agung mengikuti upacara Kekaisaran
Roma, demikian pula pejabatnya.
Ditengah-tengah wabah covid 19
yang mengharuskan ibadah-ibadah Minggu dialihkan ke rumah, tentu hal ini
membawa dampak bagi kehidupan peribadahan umat. Tetapi jika kita kembali
merujuk sejarah ibadah Gereja, maka hal seperti ini bukanlah hal baru, baik
dalam ibadah Israel yang menjadi sumber ibadah Gereja, maupun dalam Gereja
mula-mula.
Apakah ibadah Minggu di rumah
melemahkan lembaga Gereja, atau justru menguatkannya? Belajar dari sejarah
ibadah Gereja, maka kita dapat mengatakan bahwa hal ini membawa ‘dampak negatif
dan juga positif’, hal ini akan sangat tergantung bagaimana kita
menyingkapinya.
Hanya satu hal kelemahan dampak
Ibadah Minggu dalam keluarga, yaitu “melemahkan semangat persekutuan sebagai
suatu gereja local disuatu waktu dan tempat tertntu”. Perlu diingat, bukan
nilai persekutuan, tetapi “semangat persekutuan gereja local”, sebab jelas kata
Firman Tuhan, dimana dua tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, disitu Aku
besama-sama mereka. Menyadari hal ini,
maka Bethesda dalam pengertian lembaga gereja, selama ini selalu hadir dalam
pelayanan, baik dalam penyediaan renungan, maupun liturgi, maupun ibadah
kelompok kecil yang dilakukan oleh hamba Tuhan. Oleh karena itu, kita tidak
dapat mengatakan bahwa kehadiran lembaga berkurang, tetapi justru langsung
menyentuh keluarga lepas keluarga.
Walau dampak covid 19 yang
mengharuskan ibadah Minggu di dalam kelurga membawa dampak negative, tetapi
juga tidak kurang membawa dampak positif. Selain dampak positif, juga mendorong
Gereja untuk introfeksi terhadap aktifitasnya selama ini, yaitu keseimbangan
lingkup iman dan ibadah, antara ibadah pribadi dan persekutuan, antara ibadah
rumah tangga dan gereja, antara melayani dan dilayani, antara didengar dan
mendengar, antara diajar dan mengajar. Bahwa semua itu harus jalan beriringan
dan imbang.
Idealnya sebagai suatu Gereja
local, ibadah Minggu harusnya dilakukan dalam satu kesempatan dan waktu
tertentu, tetapi covid 19 membuat kita harus menunda hal itu. Walau demikian
kekhidmatan serta kualitas ibadah Minggu di rumah tidak dapat dikatakan
kualitasnya berkurang dan seharusnya tidak boleh berkurang.
Dengan ibadah Minggu di rumah
karena covid 19, Allah sedang mengajar kita sekalian, bahwa walau lembaga
gereja dan ibadah raya sangat penting, tetapi urusan rohani dan urusan iman,
bukan sekedar terletak pada lembaga gereja dan ibadah raya gereja, ia harus
dinyatakan dalam keluarga, dimana anak-anak belajar dari bapa mereka sebagai
anggota gereja yang dewasa, dan juga para Istri yang belajar firman Tuhan dari
para suami mereka, sebagaimana nasehat Rasul Paulus agar setiap wanita atau
istri yang tidak mengeri Firman yang diberitakan dalam ibadah raya di Gereja
untuk bertanya kepada suami mereka di rumah.
Saat ini kita menyaksikan
fenomena yang terbalik, dimana para Istri justru bangkit sebagai pengajar suami
dan anak-anak mereka. Dengan ibadah Minggu di rumah, Tuhan sedang memanggil
para pria dan suami untuk kembali kepada panggilan dan tugas yang diembankan
Tuhan kepadanya. Demikian juga dengan lembaga Gereja, tidak boleh berpuas
dengan hanya menyediakan ibadah Minggu, tetapi juga memberdayakan Tuhan
dimuliakan dalam keluarga. Kiranya Tuhan menguatkan iman kita dalam melewati
masa sulit ini, dan membuat setiap kita justru bertambah dewasa.
[1] Kemah
Suci (bahasa Ibrani: Mishkan, משכן,
"Tempat tinggal [Allah]") adalah tempat ibadah sentral yang dapat
dipindah-pindahkan untuk bangsa Ibrani sejak masa mereka meninggalkan Mesir
setelah peristiwa Exodus
(pembebasan dari Mesir), hingga masa para
hakim ketika mereka terlibat dalam upaya penaklukan negeri Kanaan, hingga
unsur-unsurnya dijadikan bagian dari Bait Allah yang permanen di Yerusalem
sekitar abad ke-10 SM. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kem)
[2]https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Bar_and_bat_mitzvah&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search