Berpikir Positif Kristen.
Flp. 4:1-9
Rasul Paulus berkata: Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci , semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu (Flp 4:8).
Ayat di atas sering kali penulis jadikan dasar mengenai cara berpikir positive atau (Positive Thingking), demikian juga dengan banyak penulis dan pengkhotbah Kristen lainnya, tetapi apakah positive thinking selama ini yang kita dengarkan dapat dikatakan “cara berpikir Kristen”?
Ada sepasang suami isteri, suaminya adalah pendeta dan isteri adalah dokter, ketika suatu saat mereka mengunjugi seorang jemaat yang sakit. Pak pendeta dengan cara pikirnya sebagai pendeta, selalu berpikir dan berkata kepada pasien, bahwa semuanya baik-baik saja dan akan baik-baik saja. Tetapi bagi isterinya, tentu tidak! Bagi seorang dokter, berpikir terburuk, mencurigai segala sesuatu gejala bagi pasien adalah cara menjaga pasiennya.
Bagi dokter dan polisi, curiga, berpikir semuanya buruk dan jahat adalah cara berpikir bagi mereka, yang harus mereka kembangkan untuk menjaga kehidupan. Tetapi bagi seorang pendeta, ditengah badai dan situasi apapun selalu akan berpikir bahwa semuanya baik dan akan baik-baik saja, cara pikir ini adalah cara yang tepat dalam berpikir dan menjaga hidup serta damai sejahtera.
Pertanyaan dari contoh ini adalah: Salakah cara berpikir polisi dan dokter? Benarkah cara berpikir pendeta? Dapatkah cara pikir pendeta diterapkan kepada dokter dan polisi? Jika kedua pikiran tersebut bertolak belakang, maka pikiran yang manakah yang tepat untuk kita pakai ditengah pandemic ini? apakah cara pikir polisi dan dokter adalah cara pikir negative, dan cara pikir pendeta dapat dikatakan berpikir positive?
Bagaimanakah cara berpikir Kristen? Apakah yang dimaksud dengan berpikir potitive Kristen?
1. Realistik.
Realistic adalah cara berpikir yang kontekstual. Yaitu cara memikirkan sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan kontek dimana kita berada. Cara berpikir realistic adalah cara berpikir yang jujur. Tuhan Yesus katakana Ya kalau ya, selain itu berasal dari si jahat.
Berpikir realistic adalah mengakui dengan jujur semua keberadaan dengan apa adanya. Diantaranya adalah: pikiran manusia terbatas, semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah, oleh karena itu, semua manusia dapat melakukan kesalahan dan bahkan menjadi jahat.
Orang Kristen diperbolehkan oleh Allah untuk menilai, tetapi tidak boleh menghakimi. Kita dapat menilai sesama kita, bahkan sesame orang Kristen, apakah mereka jujur, apakah mereka dapat dipercaya atau tidak, tanpa menghakimi mereka.
Khusnya di tengah wabah pandemic saat ini, mencurigai segala sesuatu bukanlah cara berpikir sesuai dengan kontek. Kita tidak dapat percaya bahwa saudara kita sehat-sehat saja, sehingga kita tidak perlu mengatur jarak dengan mereka dan memakai masker dengan mereka. bahkan diri kitapun kita tidak dapat begitu saja peraya bahwa kita baik-baik saja. Mencurigai segala sesuatu pada saat ini, justru adalah cara berpikir sesuai kontek dan cara bagi kita untuk memelihara hidup itu sendiri.
2. Optimis.
Cara pikir Kristen, tidak dapat hanya berhenti pada kata realistic dan jujur, tetapi harus berlanjut kepada optimis. Seorang pendeta Kristen, harus mengatakan kepada jemaatnya secara jujur penyakit apa yang mereka idap dan apa yang menjadi resiko dari penyakit yang mereka derita, tetapi tidak berhenti dengan cara demikian saja. Berpikir Kristen harus berjanjut kepada optimisme dalam iman, bahwa tidak ada kesulitan yang tidak dapat diselesaikan didalam Tuhan.
Berpikir optimis adalah berpikir bahwa, Tuhan itu ada dan hidup, Tuhan itu peduli, Tuhan itu berkarya dalam hidup orang percaya dalam suka dan duka. Cara berpikir Kristen selalu mengharapkan Pelangi dibalik gelapnya badai.
Berpikir Kristen yaitu sebagaimana Rasul Paulus berpikir, ketika ia berulang kali meminta kepada Allah agar dibebaskan dari penyakit yang dideritanya, tetapi jawaban Tuhan “cukuplah kasih karuniaku kepadamu”. Jawaban Tuhan adalah tidak, tetapi bagi Paulus, bahwa tidak sekalipun adalah jawaban doa yang terbaik, bahwa ada sesuatu yang baik dibalik jawaban tidak dari Tuhan.
Positive thinking ala Norman V. Peale dan beberapa teolog kemakmuran adalah cara berpikir untuk selalu mendapatkan ya, memaksakan ya kepada Allah, tetapi bagi Paulus, jawaban tidakpun, jika itu dari Allah maka itu adalah jawaban yang terbaik.
3. Berpikir Thosentris
Berpikir theosentris yaitu, pertama, memikirkan Tuhan. “kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! (1 Ptr. 3: 15)”, bahwa Kristus harus mendapat tempat khusus dalam hati dan pikiran orang percaya. Kristus yang ditarus dalam hati dan pikiran akan mewarnai setiap cara berpikir dan tindak kita.
Kedua adalah “memikirkan apa yang Tuhan pikirkan”. Tuhan Yesus mengatakan: “makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4: 34)”, bagi Kristus hidupnya dan cara berpikirnya adalah memikirkan apa tujuan Allah mengutus-Nya ke tengah-tengah dunia ini, demikian juga bagi kita orang percaya, harus berpikir, apa yang Allah kehendaki dalam hidupku dan apa yang dikehendaki-Nya untuk selalu aku lakukan bagi Dia, dimanapun aku berada. Menurut mendiang bpk. Marjuki, memikirkan pekerjaan Tuhan saja, seseorang sudah diberkati.
Berpikir theosentris adalah bejajar mengawali segala sesuatu bersama Tuhan, menjalani segala sesuatu dengan Tuhan, dan mengharapkan bahwa Allah dimuliakan diakhir dari semua kerja. Bahwa jika suatu karya telah dimulai oleh Allah, maka Allah akan menyertai dalam pengerjaan dan Allah akan dimuliakan dalam hasil akhir dari kerja.
Demikianlah cara berpikir positive Kristen, biarlah cara berpikir ini menjadi cara berpikir semua orang percaya yang menuntun cara tindak dan akhirnya memelihara hidup kita. Segala kemuliaan bagi Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: