Keselamatan kita dalam kacamata Allah bersifat kekal, kekal yaitu tetap dan tidak berubah, tetapi ketika keselamatan itu diterapkan dalam diri kita, tentu sebagai manusia fana kita berproses, oleh karena itu dalam kacamata kita keselamatan itu berproses. Proses yang dimaksud bukan berarti keselamatan kita tidak pasti.
Penerapan keselamatan dapat kita pahami secara lengkap dan kokoh dalam teologi Calvinisme, dimana proses itu disebut “Ordo Salutis” atau “Susunan/proses keselamatan, dimana proses itu dimulai dari: Panggilan, lahir baru (Ciptaan Baru / Regenerasi), pertobatan, iman, pembenaran, penyucian.
Dalam kesempatan kali ini kita akan membahas dua poin penting dari “ordo salutis itu, yaitu: Panggilan dan Penyucian, sebab poin-poin yang lainnya telah di bahas dalam khotbah yang lalu. Apakah maksud Alkitab menyebut orang-orang percaya sebagai orang-orang kudus, dan apa karya Roh Kudus pada dalam proses penyucian dan sebutan “orang-orang Kudus”.
Ø Roh Kudus membuat kita tertarik pada Firman.
Mana yang lebih utama Gereja atau Firman (Alkitab)? Alkitab Injil bukankah ditetapkan oleh Gereja sebagai kanon pada Konsili Kartago 397 M. kenyataannya bukankah gereja yang menetapkan firman?
Roh Kudus mengiluminasi Firman, mengilhami penulisan Firman,
memeliharakan, menyertai pemberitaan dan membuat manusia dan gereja tertarik pada-Nya, hal ini seperti yang terjadi pada Lidia: “Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus”. (Kis. 16: 14). Gereja tidak menetapkan Firman, tetapi Firmanlah yang membuat gereja tertarik pada-Nya dan mengumpulkan-Nya dalam Canon. Firman adalah dasar Gereja, Firman berotoritas atas gereja.Dengan Firman, Allah menjadikan segala sesuatu, Allah dengan berbagai cara ingin berbiara kepada Israel, tetapi Israel menolak bahkan membunuh para nabi yang diutus untuk memberitakan firman-Nya, dan pada akhirnya Firman itu datang menjadi daging (Sarx) atau manusia, yaitu manusia Yesus Kristus. Lewat Firman yang menjadi manusia itu Allah menyelamatkan manusia. Lewat iman kepada pengorbanan Yesus (firman yang menjadi manusia itu), menjadi jalan satu-satunya jalan keselamatan. (Rm. 10:17).
Hanya Allah sendiri yang mampu membuat manusia tertarik pada Firman, dan hanya lewat Firman Allah saja dapat membuat kita beriman pada Yesus Kristus. Ya..! Roh Kudus membuat kita memalingkan wajah kita pada panggilan Allah lewat Firman-Nya, membuat hati kita tertarik, tersentuh, tertegur, terhubur oleh Firman-Nya.
Ketika menginjak usia SMP, pertama kali penulis mengikuti ibadah umum Minggu, satu hal yang penulis perhatikan, bahwa banyak kakek dan bapak-bapak memakai peci (songkok) ke gereja, tetapi ketika mereka memasuki gereja, mereka akan mencopot songkok mereka, dan ketika pendeta sedang berkhotbah, mereka akan selalu menundukkan kepala, sebagai bentuk penghormatan dan ketundukkan mereka pada Firman Allah. Ini adalah suatu tradisi yang sudah hilang dalam gereja moden saat ini, dimana ketika pendeta sedang memberitakan Firman jemaat tidak mendengar, saling cerita, bahkan asik chatting.
Allah tidak memanggil kita sekedar percaya lalu berhenti sampai di situ, tetapi Allah juga mau agar kita bertumbuh secara rohani ke arah kepenuhan Kristus, dan tidak mungkin kita akan bertumbuh jika kita tidak selalu meluangkan telinga untuk mendengar Firman, pikiran untuk mengerti, serta hati yang berkomitmen untuk melakukan Firman.
Pada jaman ini dengan berbagai kesibukkan dan kesenangan manusia, ditambah pula keterikatan kita dengan teknologi, menjadikan manusia sulit untuk mendengar dan menanggapi, manusia menjadi kebal dan bebal terhadap kemurnian suara Firman Allah, penyertaan Roh Kudus lebih dipahami kepada teriakan histeria, dari pada pemahaman yang merubah sikap hidup seperti Kristus. Masikah kita tertarik dan suka akan Firman Allah dari pada kesibukkan pada gatget (HP) yang sia-sia?
Ø Roh Kudus menjadikan orang percaya menjadi orang Kudus.
Kita sering menyangka dan menyamakan keselamatan dengan pertobatan, dan pertobatan sering kali kita samakan dengan pengalaman pertama ketika kita maju dalam altar call untuk komitmen memulai hidup baru dalam Kristus.
Keselamatan lebih besar dari pertobatan. Pertobatan hanyalah awal dari keselamatan. Seperti pada bagian awal bahwa poin terakhir dari lima poin Calvinisme adalah Perseverance of the Saints (Ketekunan orang-orang kudus). Yang secara spesifik dijelaskan dalam poin terakhir ordo salutis atau proses keselamatan yaitu “penyucian”.
Pengakuan iman Westminster (17.1) menjelakan maksud penyucian atau ketekunan orang-orang kudus sebagai “mereka yang Allah telah terima dalam (Anak)Nya yang Terkasih, dipanggil secara efektif dan dikuduskan oleh Roh-Nya tidak dapat jatuh dari anugerah secara total atau final, tetapi secara pasti akan bertahan di dalamnya sampai pada akhirnya dan diselamatkan secara kekal”. Doktrin di atas merupakan bantahan terhadap pandangan Armenian yang menganggap bahwa keselamatan seseorang bersifat tidak pasti.
Pengakuan iman Rasuli juga menyebut gereja sebagai “Persekutuan orang-orang Kudus”. Berbagai macam perbedaan tanggapan atas poin ini, diantaranya adalah Roma Katolik, Orthodox dan kaum Protestan. Kaum Protestan (Calvinis) memahami bahwa frasa dari Kredo tersebut adalah lebih dari sekadar definisi Gereja; frasa tersebut menyampaikan makna dari suatu persekutuan sedemikian sehingga apa pun manfaat yang dilimpahkan Allah kepada orang percaya seharusnya saling dikomunikasikan satu sama lain. Pandangan itu diikuti dalam Katekismus Heidelberg, dan ditekankan dalam Pengakuan Iman Gallican, di mana persekutuan orang kudus adalah “upaya-upaya orang percaya untuk saling memperkuat diri dalam takut akan Allah”.
Allah memanggil kita bukan sekedar bertujuan menyelamatkan, tetapi juga menyucikan atau menguduskan kita. Kita beriman pada Yesus bukan sekedar menjadi orang percaya, tetapi juga menjadi orang kudus, segabaimana perintah Allah: “Kuduslah kamu, sebab Aku Kudus” (I Ptr. 1: 16).
Allah memerintahkan kita menjadi orang kudus, dan Roh Kudus menjadikan kita orang-orang kudus. Itulah sebabnya St. Paulus menyebut jemaat di Korintus dengan sebutan orang-orang Kudus, jemaat yang penuh dengan karunia dan juga berbagai macam dosa (I Kor. 1:2). Rasul Paulus juga menyebut jemaat Roma dan juga jemaat di Yerusalem sebagai orang Kudus (Rom. 1:7; 15: 26).
Apakah orang kudus itu? Mungkin dalam pikiran kita seperti pada lukisan-lukisan para Santo atau Santa dengan halo di kepala mereka. apakah saya dan saudara juga adalah orang kudus? Bukankah saya dan saudara berdosa dan masaih selalu jatuh dalam dosa?
Kata Yunani untuk “orang kudus” adalah hagios, yang secara harfiah bisa diartikan sebagai “orang yang dipisahkan atau dikhususkan”. Dipisahkan dan dikhususkan untuk Tuhan. Tiap orang yang telah menerima keselamatan dalam Yesus Kristus, telah dipisahkan sebagai milik kepunyaan-Nya (lihat juga Titus 2:14). Makna kata ini tidak merujuk pada karakter seseorang, tetapi status keberadaannya di hadapan Tuhan. Kekudusan tidak diperoleh oleh perbuatan-perbuatan manusia, melainkan oleh karya Tuhan sendiri. Paulus kemudian mendorong jemaat Korintus untuk bersikap sesuai dengan statusnya itu.
Saya dan saudara adalah orang kudus, sebab Roh Kudus hidup dalam diri saya dan saudara, hal ini juga berarti bahwa Roh Kudus sebagai jaminan kepastian keselamatan orang kita. Roh Kudus disebut sebagai meterai maupun jaminan (Ef 1:13-14; 2Kor 1:22; 5:5). Pemeteraian ini berlaku sampai akhir jaman (Ef 4:30). Penggunaan gambaran “meterai” menunjukkan bahwa orang percaya merupakan milik Allah secara sah dan tidak mungkin digagalkan lagi oleh siapapun.
Saya dan saudara adalah orang-orang kudus, dan setiap orang-orang kudus sejati tidak akan pernah berpikir bahwa kekudusan itu didapatkan berkat usaha mereka, tetapi anugerah, berkat dan pandangan Allah atas kita karena karya Yesus Kristus bagi kita. Juga orang kudus sejati tidak akan pernah berpikir bahwa karena dirinya dipandang dan dipanggil sebagai orang Kudus oleh Allah, dapat menjadikannya berbuat dosa sesuka hati, itu tanda bahwa ia bukanlah orang kudus yang dipilih Allah. Orang kudus sejati tidak akan pernah berpikir bahwa dengan setatus kudus tersebut menjadikan kita dapat menghakimi orang lain. Kita adalah orang yang terus menerus dikuduskan oleh Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: