Sabtu, 30 Oktober 2021

Kekuatan Kata-Kata:

 

Kata pribahasa: “memang lidah tak bertulang, tak sebatas kata-kata”, bahwa kata-kata kadang dianggap sesuatu yang remeh, malas, dusta. Berkata-kata memang mudah, tetapi berkata yang teratur, tersusun, terarah, mengarahkan, berpengetahuan, itu sulit. Kata-kata yang tersusun dengan baik menjadi kalimat, kalimat yang tersusun menjadi bab, bab disusun menjadi risalah, buku, article, jika berkata-kata itu mudah maka tentu semua dengan mudah menjadi sarjana, sastrawan, jurnalis dll.

 Manusia hidup pasti melakukan berbagai kegiatan: berbicara, bekerja, mendengar, menulis, membaca, dan juga berpikir. Semua kegiatan ini tidak bisa terlepas dari kata-kata. Tanpa kata-kata, tak ada yang bisa kita bicarakan. Tanpa kata-kata, tak ada yang bisa kita mengerti. Tanpa kata-kata, tak bisa kita berkarya. Kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat, karena tanpa kata-kata, kita layaknya seperti orang mati saja.

Engkau tak dapat memukul paku untuk membangun rumah dengan kata-kata, tetapi sesaat saja, engkau dapat meruntuhkan rumah tangga yang dibangun bertahun-tahun dengan kata-kata! 

Manusia lebih terpengaruh dan menaruh perhatian pada kata-kata negative dari pada kata-kata positif. Beribu-ribu kata-kata kebenaran, pengharapan, motifasi, yang diberikan seseorang kepada kita, tetapi yang sering ada yait,u kita mengatakan “ngomong tok”, dan kita tidak terpengaruh, tidak bertindak, tetapi coba, kalau kata-kata itu adalah kata negative hinaan, kita tidak pernah katakan ngomong tok!

          Demikian penting kata-kata dan berkata-kata, tentu kita ingat bahwa setiap kata selalu membawa dampak, baik itu dampak yang baik dan juga buruk. Dulu kita mengenal pepatah “mulutmu harimaumu”, sekarang hanya sedikit bergeser yaitu “jarimu harimaumu”.

          Karena kata-kata, banyak masyrakat terpecah, karena kata-kata banyak persekutuan yang kacau, karena kata-kata banyak rumah tangga yang hancur, karena kata-kata banyak anak-anak yang tawar hatinya. Bagaimana seharusnya orang percaya memahami kekuatan kata-kata:

1.    Kata-kata adalah cermin pikiran, perasaan dan cermin diri.

2 Kor. 4: 13; 2 Tes. 2:16-17; Am. 29: 20; Kej. 45: 27;

       
 
Kata disebut kata karena memiliki arti. Kata dikeluarkan oleh manusia kepada manusia lainnya atau kepada Allah. Setiap orang berkata-kata bukan karena hanya memiliki mulut, tetapi memiliki hati dan pikiran, oleh karena itu kata-kata mencerminkan pikiran, perasaan dan maksud orang yang berkata-kata kepada objek yang dituju.

          Karena kata-kata memiliki arti dan maksud, serta mencerminkan pikiran dan perasaan dari orang yang berkata-kata, oleh karena itu jangan sembarang berkata-kata, terlebih lagi kita kadang memiliki beberapa setatus sekaligus, mungkin suami/isteri, ayah, pemimpin. Ingatlah Firman Tuhan: “juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya” (Ams. 17: 28).

           Karena kata-kata memiliki arti dan maksud, serta mencerminkan pikiran dan perasaan dari orang yang berkata-kata, maka setiap kata-kata harus dipertanggungjawabkan, bahkan Firman Tuhan katakana: Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. (Mat 12:36). Hanya kata-kata orang yang belum dewasa dan orang gila yang tidak dapat dituntut secara hukum, baik oleh hukum manusia maupun hukum Allah.

          Salah satu ciri kedewasaan dan ciri orang berhikmat adalah kemampuan Menyusun kata-kata secara benar sesuai dengan maksud pikirannya.

          Lebih dari sekedar tanda kedewasaan dan hikmat, orang beriman harus berkata-kata sesuai dengan imannya, baik secara praktis maupun secara teologis. Ambil contoh praktis: ketika seseorang bertanya kepada anda: Pernakah anda ke Yerusalem? Atau saya yang bertanya kepada anda: pernakah anda ke Yerusalem? Apa jawab anda?

“Saya tidak pernah ke Yerusalem”! 

“Saya belum pernah ke Yerusalem”!

Apakah kedua jawaban ini sama? Tentu tidak! Jawaban pertama sekedar menjawab sesuai kenyataan, tetapi yang kedua, selain menyatakan kenyataan, Ia juga mengandung “harapan”, dan harapan lahir dari iman.

          Seharusnya setiap orang percaya berkata-kata sesuai dengan imannya, sebagaimana Rasul Paulus berkata-kata yang sebelumnya diawali dengan pikiran Kristen yaitu pikiran positif dan penuh pengharan: “dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa,…………namun kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: “Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata”, maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata” (2 Kor. 4: 7-13).

          Hendaklah setiap perkataan kita adalah perkataan yang terbit dari iman, menguatkan iman kita dan orang lain, memberi pengharapan iman, dan menumbuhkan iman lainnya.

 

2.   Kata-kata itu adalah kekuatan

Ef. 4: 29. Mrk. 1:27; Luk. 4:32; Mat. 16: 19

Rasul Yakobus mengandaikan “perkataan itu bagaikan api dan kemudi”, ia memiliki kuasa untuk menghanguskan dan mengendalikan. Lidah atau perkataan memiliki kuasa untuk membangun dan juga kekuatan penghancur yang dasyat.  (Yak. 3: 1-12), Oleh karena itu, berpikirlah sebelum berkata-kata: sebab kata-kata memiliki kekuatan.

Dalam dunia supranatural kita mengenal yang namanya: “mantra dan kutukan”, dua hal ini mungkin kita dapat katakan bahwa hanya sebatas kata, tetapi tidak jarang terbukti bahwa keduanya memiliki kuasa hebat.

Dalam dunia orang beriman, kita juga mengenal “berkat dan kutuk”, kedua-duanya hanya perkataan, tetapi belum ada yang dapat menyangkali bahwa keduanya telah banyak terbukti dampaknya dalam sejarah. Dalam sejarah Israel kita mengenal yang namanya Bileam yang diundang untuk mengutuk Israel (Ul. 22). Demikian juga kita tentu ingat bagaimana Tuhan Yesus mengutuk pohon ara, dan kutukan itu sangat terbukti kuasanya.

Selain berkat dan kutuk, kita juga mengenal yang namanya “doa”, doa hanya kata-kata, tetapi kuasa doa sangatlah terbukti, bahkan Rasul Yakobus sendiri mengatakan: “karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (Yak. 5: 16).

Dalam ilmu Antropologi, ada satu cabang ilmu yang disebut “labelling theory” atau “teori menandai.” Jika kita terus melebali seseorang dengan kata-kata tertentu, besar kemungkina hal itu akan terjadi dan menjadi identitas diri. Contoh: kamu nakal, kamu bodoh, kamu bukan suami yang baik, dll.

Andrew Newberg, M.D. dan Mark Robert Waldman, dalam bukunya, “Words Can Change Your Brain”, bahawa suatu kata punya kekuatan mempengaruhi gen yang mengatur tekanan fisik dan emosional seseorang.

Begitu banyak bagian Firman Tuhan yang mengingatkan kita betapa kata-kata memiliki kuasa, dimana kuasa itu seperti pisau yang dapat menyembuhkan dan juga dapat menghancurkan, melemahkan atau memberi pengharapan, mennyatukan atau menceraiberaikan:

Ø  Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia. (Ams 12:25)

Ø  Perkataan orang fasik menghadang darah, tetapi mulut orang jujur menyelamatkan orang. (Ams 12:6)

Ø  Kiranya menghibur dan menguatkan hatimu dalam pekerjaan dan perkataan yang baik. (2Tes 2:17)

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

    1.    Intoitus: (saat teduh). 2.    Nyanyian Pembuka: Dengan Apa Kan Ku Balas   Kau Allah Yang Setia, Bapa Yang Mulia. Ka...