Saudara yang dikasihi Tuhan, salah satu karunia besar yang diberikan Allah bagi kita adalah lidah. Lidah manusia adalah yang paling baik, tidak ada alat music yang dapat menyamai keindahan dan kelengkapan suara lidah manusia.
Dengan lidah kita berkomunikasi, dengan lidah kita memuji Allah dan lidah pula kita mengutuk. Lidah adalah kekuatan besar dalam dunia manusia, oleh karena itu Rasul Yakobus mengingatkan kita akan dampak dari lidah: “Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. (Yak. 3: 3-5).
Kesalahan perkataan dapat berdampak besar. Runtuhnya tembok Berlin terjadi hanya karena kesalahan perkataan Günter Schabowski dalam wawancara dengan wartawan.
Saat ini kita akan merenungkan nasehat-nasehat Amsal mengenai perkataan, bahwa “tak cukup hanya berkata benar, berkata manis jauh lebih meyakinkan”. Bagaimana dampak perkataan dalam hidup orang beriman:
1. Perkataan/lidah menyangkut iman.
Perkataan yang keluar dari mulut kita, bukan sekedar hal praktis tetapi juga hal mendasar yaitu iman. Tuhan Yesus mengatakan: Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. (Mat 15:18). Mengapa perkataan benar tidak cukup, dan harus dilengkapi dengan perkataan manis?
a. Pengakuan iman
Perkataan kita bukan sekedar menyangkut hal-hal praktis. Perkataan kita juga menyangkut iman dan keselamatan kita. “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”. (Rm 10:10).
Tuhan Yesus mengatakan: Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga." (Mat 10:33).
Perkataan kita menunjukkan siapa kita. Perkataan yang sejalan dengan apa yang kita percayai akan menentukan nasib kehidupan kekal kita. Iman salah satunya ditunjukkan dengan perkataan dan pengakuan kita. “namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: “aku percaya, sebab itu aku berkata-kata, maka kami juga percaya, ssebab itu kami berkata-kata”. (2 Kor. 4: 13).
b. Pertanggungjawaban iman. (I Ptr. 3: 15).
Pemberitaan Injil berbeda dengan pertanggungjawaban iman. Pertanggungjawaban iman biasanya berkisar pada perbandingan konsep iman Kristen dengan iman lain, dan pembelaan iman Kristen terhadap tuduhan berbagai pihak, baik secara hukum, maupun logika pemikiran.
Ilmu pertangungjawaban iman itu dalam dunia teologi kita kenal dengan “Apologetik”. Apologetic Kristen telah diupayakan sejak para Rasul dan Bapa Gereja, terutama bapa gereja angkatan ke tiga dari Rasul, bahkan mereka digelar sebagai Bapa-Bapa Apologetik, dinataranya yang terkenal adalah Justinus Martyr dan Tertulians.
Agustinus Bapa gereja Barat, juga menulis pembelaan iman Kristen dalam tulisan apologinya terhadap pemikiran agama-agama di jamannya dan terhadap pemerintah Roma dengan judul “City of God”.
Selain tantangan dan pertanyaan external, kita juga harus siap sedia dalam hal pertanggungjawaban iman secara internal, baik oleh anak-anak kita sendiri, maupun berbagai macam aliran yang muncul dalam gereja.
Pertanggungjawaban iman di Indonesia ini banyak diperhadapkan dengan Islam, dimana mereka sering melontarkan tuduhan-tuduhan keji dan tidak bertanggung jawab terhadap iman Kristen, diantaranya adalah: Injil telah dipalsukan, Yesus Kristus tidak mati, Yesus Kristus hanya nabi dan manusia biasa, konsep Tritunggal VS tauhid, agama Kristen adalah agama penjajah, dan banyak hal lainnya.
Situasi opologetik terkadang membawa kita pada situasi emosi menghadapi karakter dan cara berpikir setiap pribadi yang memancing emosi kita. Oleh karena itu Rasul Petrus mengingatkan kita: “Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan. Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”. (1Ptr 3:15).
c. Pemberitaan Injil. (2 Tim 4)
Pemberitaan Injil adalah upaya terencana, untuk memperkenalkan Kristus kepada pribadi-pribadi, agar seseorang dapat menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan secara pribadi. Pemberitaan Injil kadang mendapat tantangan penolakkan yang mengharuskan ada apologetika, tetapi bukan dalam konsep berdebat, tetapi membuka hati seseorang atau kelompok untuk menerima Yesus Kristus.
Lukas 1:1 dan KPR. 1:1 adalah suatu catatan sejarah pemberitaan Injil secara pribadi. Rasul Paulus adalah seorang penginjill terbesar dalam sejarah, dan jarang sekali kita temukan ia berapologetika dalam pemberitaan Injilnya. Dari pengalaman ini, Ia menulis surat kepada anak rohaninya, Yaitu Timotius bagaimana seharusnya memberitakan Injil: 4:2 Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.
2. Bisnis/Usaha. (I Kor. 2:4; I Tim. 1:9; Ams. 16: 23;
suatu saat kakak saya meminta tolong untuk mencarikan assesories natal untuk di jual di Papua. Pada tahun ke dua, akhirnya kakak mendapat pesanan besar yaitu pohon natal setinggi 10 meter, harga pohon natal itu 80 Jt, tetapi saat itu kami tidak ada modal dan pemda biasanya membayar setelah acara selelsai, ketika saya ke supplier Ia bersedia memberikan barang itu tanpa sepeserpun uang muka, karena saya telah memiliki hubungan sebelumnya, jika saya berjanji maka saya tepati, dan kalau terhalang, maka saya akan datang sendiri untuk memberitahukan secara langsung kendala yang menghalangi.
Kata pepatah kuno: “kuda dipegang tali kekangnya, manusia dipegang perkataannya. Sebagian besar kesuksesan bisnis sangat tergantung kepercayaan, dan salah satu ukuran kepercayaan adalah perkataan yang benar. Selain perkataan benar, adalah perkataan yang manis. Amsal mengatakan: “Orang yang bijak hati disebut berpengertian, dan berbicara manis lebih dapat meyakinkan”. (Ams. 16: 21).
3. Damai sejahtera dalam keluarga.
Suatu saat di pagi hari di asrama seminary, saya sedang menyapu, lalu isteri rector lewat dan menyapa: “wampy lagi nyapu ya? Saya jawab, Ga…lagi nyangkul”. Dia mungkin sedang basa-basi, tetapi itu semua adalah untuk memecah kebisuan dan upaya menjalin komunikasi yang baik.
Banyak orang besar yang kata-katanya ditulis dengan tinta emas oleh banyak orang, tetapi tidak dinggap oleh orang-orang terdekat mereka. mengapa?
Kepada siapakah kita paling banyak berbicara? Tentu kepada orang terdekat kita. Siapakah orang yang paling banyak terluka dari perkataan kita? Tentu orang terdekat kita. Oleh karena itu, jika kita mengharapkan damai sejahtera dalam keluarga, maka kita harus: sabar dalam berkata-kata, berhikmat dalam berkata-kata, lemah-lembut dalam berkata-kata.
Komunikasi dengan bahasa yang benar dan lemah-lembut adalah kunci damai sejahtera dalam keluarga. Menyakiti dengan memukul akan tampak pada permukaan tubuh, tetapi perkataan yang menyakitkan melukai sisi terdalam manusia yaitu hatinya. Luka pada tubuh mudah diobati, tetapi hati yang terluka siapakah yang mampu mengobatinya?
Suatu saat seorang suami mengomentari bahwa roti yang dibuat oleh istrinya sangat asin, tanpa ia ketahui bahwa roti tersebut asin bukan karena garam, tetapi ketika roti itu di buat, istrinya terus menangis karena perkataanya dan air mata istrinya terus jatuh pada adonan yang dibuatnya. Itulah yang membuat roti itu asin. Luka yang belum sembuh ditambah luka yang baru.
Alkitab berulang kali mengingatkan kita mengenai keganasan lidah dan perkataan. Amsal mengatakan: “Seorang isteri yang suka bertengkar serupa dengan tiris yang tidak henti-hentinya menitik pada waktu hujan”. (Ams 27:15).
Dalam keluarga, tidaklah cukup berkata-kata benar, tetapi juga lemah-lembut, tepat pada situasi, kondisi dan waktunya. Firman Tuhan mengingatkan para bapak bahwa: “Hai bapa-bapa, jangan sakiti hati anak-anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (Kol. 3: 21). Dengan apa para bapa menyakiti hati dan membuat anak-anak tawar hati? Sebagian besar dari perkataan kita.
Selalu menjadikan anak-anak salah, sini salah, situ salah, setiap hari salah, akhinya anak-anak tidak lagi menghargai kebenaran, toh selalu salah! Hal yang salah telah menjadi identitasnya. Hati-hati dalam menunjukkan kesalahan anak, sebab senakal apapun mereka, mereka ingin menjadi anak-anak yang benar, anak-anak yang hebat, yang dihargai dan dibanggakan oleh orang tua mereka.
Bangga dengan anak, bukanlah berkata kepada teman-temanmu untuk imagemu sendiri bahwa engkau bangga kepada anak-anakmu, tetapi sikapmu kepadanya setiap hari, perkataanmu kepadanya setiap hari. “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak”. (Ams 25:11). Seseorang bersukacita karena jawaban yang diberikannya, dan alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya! 15:23
4. Nasehat.
Nasehat atau menasehati adalah salah satu karunia-karunia Roh. Oleh karena itu, menasehati adalah salah satu kebutuhan mendasar manusia dan kebutuhan mendasar gereja dalam bertumbuh. Karena merupakan karunia, maka tidak semua orang memilikinya. Ada orang yang demikian fasih lidah dalam berkhotbah, ada yang sangat mahir menulis, dan ada yang handal dalam berapologetika, tetapi ada orang yang memiliki karunia untuk menasehati.
Salah satu gelar dari Tuhan Yesus dalam Yesaya adalah “Penasehat Ajaib”. Bagaimanakah cara Tuhan Yesus menasehati? Ketika Ia meminta perempuan Samaria memangil suaminya. Ketika Ia bertanya kepada Rasul Petrus “apakah engkau mengasihi Aku?”. Ketika Ia mengatakan kepada Nikodemus: “engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu? Nasehat Yesus sungguh penuh hormat dan kelemah-lembutan.
Siapapun kita, entah memiliki karunia khusus atau tidak, kita memiliki tugas untuk menasehati, oleh karena itu kita harus bijak dalam “menggunakan kata-kata”. Banyak anak kita menjadi salah jalan justru karena “cara kita menasehati mereka”. Tuhan memberkati kita. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: