Esperanza
Rom. 5; 8: 18-30. Mzm. 119: 116; Yer. 17: 13; I Kor. 13;
13
Manusia tidak memiliki waktu, manusia hidup dalam waktu.
Manusia tidak mampu merubah masa lalu, dan tidak berkuasa menentukan masa
depan, ia hanya memiliki saat ini yang sangat singkat.
Masa depan manusia tidak dapat dipastikan. Lalu apakah
kenyataan ini membatasi manusia dan khususnya orang percaya mempersiapkan masa
depan?
Kata orang, engkau hari ini adalah apa yang engkau lakukan
kemarin, engkau esok adalah apa yang engkau lakukan hari ini.
Dengan segala macam cara manusia mempersiapkan hari esok,
sementara hari esok tidak memiliki kepastian. Anak-anak disekolahkan sedemikian
rupa agar masa depan mereka cerah, anak-anak dipaksa sedemikian rupa untuk
meraih nilai A, sementara kenyataan secara umum anak-anak dengan nilai A
akhirnya bekerja pada anak-anak nilai C.
Jika masa depan tidak ada yang pasti, lalu bagaimana masa
depan kita? Bagaimana masa depan anak-anak kita?
Jika masa depan itu adalah bisnis investasi? Maka ia adalah
investasi yang buruk, sebab tidak pasti. Siapa yang mau menginfestasikan uang
demikian banyak, bahkan menginvestasikan hidup demi anak-anak, untuk masa depan
mereka dan masa depan kita? Sementara tidak ada yang pasti. Jelas itu adalah investasi
yang buruk dan bodoh!
Sekolah hingga SLTA adalah sekolah wajib. Wajib Belajar adalah
peran pemerintah dalam menaikan taaraf hidup bangsa, artinya secara sederhana,
agar tidak nyusahin massyarakat dan keluarga. Ia telah memiliki kemampuan
dasar, untuk hidup bermasyarakat!
Biaya sekolah anak, Apa lagi kuliah sangat mahal, waktu, tenaga,
pikiran harus dicurahkan. Untuk apa kuliah? Apakah demi status sosial? Ataukah
agar anda memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang tidak kuliah? Kalau anda
kuliah bertahun-tahun dan tidak mengungguli orang yang tidak kuliah, dalam hal
pola pikir, tindak dan kemampuan, maka itu sangat mubazir! Itu adalah investasi
yang konyol.
Lembaga pemerintah dan perusahaan Indonesia banyak yang
bodoh, dimana gaji ditentukan bukan dari karya, tapi ijazah! Tidak apa
ijahsahmu, apa yang engkau buat atau apa karyamu, itu yang penting!
Konteks saat ini dimana kita berada di tengah wabah, dimana
kita melihat ketakutan dimana-mana, korban berjatuhan, kota lock down, ekonomi
stagnant bahkan, merosot dalam, orang
miskin melonjak tajam, phk berseliweran, sekolah & universitas tutup, semua
tanpa ada kepastian!
Dulu duduk dan makan di resto pizza adalah kemewahan,
kebanggan, tamu bahkan harus reserpasi. Sekarang semua pegawai pizza harus
turun ke jalan, pizzanya dijual murah, tetapi tetap tidak ada yang mau membeli.
Pizza di Amerika akhirnya mengajukan pailit atau bangkrut.
Lalu bagaimanakah kita menyingkapi masa depan? Hanya satu
hal yang membuat kita memasuki masa depan yaitu “pengharapan”. Apa dan
bagaimana dampak “pengharapan” bagi orang percaya dalam memasuki masa depan.
1.
Pengharapan adalah buah
dari iman.
Ada tiga hal penting yang dianugerahkan kepada orang
percaya, yaitu: iman, pengharapan dan kasih. Dan yang terbesar dianantaranya
adalah kasih (I Kor. 13: 13).
Pengharapan adalah buah dari iman. Iman tanpa
pengharapan adalah iman yang mati. Pengharapan yang tidak didasari oleh iman
adalah ilusi. Iman tanpa pengharapan adalah iman yang tak berguna! Iman memberi alasan dan dasar untuk harapan,
harapan menguatkan iman.
Pengharapan adalah menyangkut masa depan, sebab
pengharapan yang telah dilihat bukan pengharapan lagi. “sebab kita
diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan
pengharapan lagi; sebab bagaimana mungkin orang masih mengharapkan apa yang
dilihatnya. Tetapi kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita
menantikannya dengan tekun”. (Rom. 8:24-29).
Mengharapkan mendapat uang adalah harapan. Tetapi
ketika kita, berjalan dan mengandalkan uang yang sudah ada di tangan kita, maka
bukan harapan lagi. Kita telah merubah uang yang kita lihat menjadi sumber
pengharapan kita.
Contoh:
Ketika kita menyekolahkan
anak-anak kita ke sekolah yang mahal, sementara kita belum memiliki uang di
tangan untuk membayar sekolah, maka harapan menjadikan kita bekerja mendapatkan
uang untuk membayar sekolah.
Berbeda ketika
kita memiliki uang di tangan kita, lalu kita mengatakan ayo mau sekolah di
sekolah manapun papa/mama mampu bayar. Uang tidak lagi kita harapkan, tetapi
menjadi sumber pengharapan kita.
Mengapa kita memiliki pengharapan? Sebab kita
percaya pada Allah, yang baik, Allah yang adalah Bapa kita, ia menguasai dan
menentukan masa depan, dan kita percaya pada-Nya. Tanpa percaya pada Tuhan, harapan
kita tidak memiliki dasar, atau sekedar keinginan dan ilusi.
Kita berdoa, karena kita percaya pada Allah, kita
berdoa, karena kita berharap bahwa doa kita akan dikabulkan. Kita berdoa karena
kita percaya kita akan menerima buah dari hal2 yang kita mohonkan kepada Allah.
Dalam iman Kristen kita percaya bahwa doa
mendahului, menyertai dan mengakhiri kerja. Ini semua adalah iman dan iman itu
menghasilkan pengharapan dan pengharapan itu kokoh.
2.
Pengharapan selalu
baik!
Pengharapan itu baik
pada dirinya sendiri. Karena pengharapan maka kita masih hidup saat ini. Manusia
tanpa pengharapan adalah mati.
Mengapa kita tidur?
Karena kita mengharapkan bahwa kita akan bangun! Aku teringat mami tercinta,
disaat ia sakit, ia tidak pernah tidur! Ia tertidur! sebab ia takut ketika
tidur, ia tidak bangun lagi.
Pengharapan itu selalu
baik, sebab ia menjaga semangat, ia menjaga tujuan, ia menjaga arah hidup, ia
menjaga panggilan hidup, dan akhirnya ia akan menjaga hidup.
Manusia tanpa pengharapan,
bagai kapal tanpa layar, tanpa kemudi, dan terombang-ambing dalam badai, dan
pasti akan tenggelam! Semua hanya mengenai waktu.
Harapan membuat
manusia sabar dalam menghadapi badai, sebab setelah hujan badai, selalu ada
Pelangi indah membusur. Harapan menguatkan seorang ibu dalam melahirkan, dan
saat ia memperoleh bayi, ia akan lupa dengan sakit dan sengsaranya.
Selain harapan itu
baik pada dirinya sendiri, harapan juga menginginkan hal-hal baik. Tidak ada
orang yang mengharapkan celaka pada dirinya selain orang gila. Menginginkan
hal-hal buruk bukanlah harapan, tetapi putus asa.
Mengharapkan hal-hal
baik melahirkan positive thingking (berpikir positif), orang yang berpikir
positif akan mengakibatkan hati dan jiwa tenang, jiwa yang tenang akan berimbas
pada Kesehatan yang stabil.
Ilustrasi:
Aldi Novel Adilang: seorang remaja 18 tahun penjaga
rompong yang hanyut selama 49 hari. Untuk menghibur dirinya yang kekurangan
segalanya termaksud air minum, ia membaca Injil dan menyanyikan pujian, agar ia
tidak tenggelam dalam keputusasaan. Ia sedih, sempat mau bunuh diri, tetapi
nyanyian dan penghiburan Firman membangkitkan harapan. Harapan kepada Tuhanlah
yang membuatnya bertahan dan selamat.
Harapan itu selalu
lebih baik, walau tidak selamanya seseorang melihat hasil atau menikmati yang
diharapkannya, tetapi harapan itu selalu lebih baik.
3.
Pengharapan membuat manusia
bekerja.
“…yaitu pembajak harus
membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk
memperoleh bagiannya” (I Kor. 9: 10).
Bekerja di kantor,
atau lebih tepatnya bekerja pada perusahaan atau lembaga pemerintah, kadang
membuat kita kurang mengerti bagaimana beriman dan menaruh harapan pada Allah
dalam hal kerja.
Ketika kita pergi bekerja,
kita hanya mau tahu bahwa kita telah bekerja dan harus di bayar, tanpa mau tahu
bagaimaan performa kita, baik atau menghasilkan sesuatu, yang pusing adalah
bos.
Tidak demikian dengan petani,
nelayan dan pedagang. Untuk pergi melaut membutuhkan uang dan tenaga, tetapi
ketika nelayan melaut, belum tentu hari itu mereka menghasilkan sesuatu, bahkan
modalpun kadang tidak balik. Lalu mengapa mereka terus mengerjakan pekerjaan
itu?
Ketika anda menjadi
petani, maka anda akan merasakan bagaimana pentingnya iman dan pengharapan.
Untuk menabur anda harus berharap pada Allah agar musim berjalan baik. Petani membutuhkan
modal besar untuk memulai kerja, anda harus merawat tana dan tanaman dengan
baik, anda harus memperhitungkan hama. Lain lagi urusan kalau tanah yang anda
Kelola itu adalah tanah sewa. Kadang
hasil tidak sesuai dengan modal, kadang gagal total.
Kegagalan seorang
petani dalam satu masa panen, untuk daerah sawah tadah hujan, akan berimbas pada
cadangan makan selama 1 tahun. Berbeda dengan pegawai yang mungkin hanya
berimbas selama I bulan. Dibutuhkan pengharapan untuk mulai Bertani.
Karena mengharapkan
panen, maka petani menabur, meski ia tidak tahu pasti apakah akan berhasil atau
tidak. “kalau engkau terus memperhitungkan musim, maka engkau tidak akan
menabur, tetapi tidak memperhitungkan musim, kemungkinan besar engkau akan
gagal”.
Mengapa orang pandai
selalu gagal, dibanding orang sederhana? Karena orang pandai bergantung pada
perhitungannya! Maksudnya: perhitungkan dengan baik, tetapi jangan larut dalam
hitungan yang menghalangi kita untuk memulai bekerja. Jangan tantangan
mematikan harapan kita dalam hal apapun. Rasul Paulus mengatakan: “karena
kami mempunyai pengharapan demikian, maka kami bertindak dengan penuh
keberanian” (2 Kor. 3: 12).
4.
Pengharapan dalam iman
tidak pernah mengecewakan.
“dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah
telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan
kepada kita” (Rom. 5: 5).
Gantunglah harapanmu setinggi langit, kalau suatu saat
engkau jatuh, setidaknya engkau jatuh pada bintang-bintang!
Hanya satu hal yang terpenting dalam hidup manusia,
dimana Allah memberi kepastian yaitu: “keselamatan”, sebab Roh Kudus bekerja
untuk menggaranti keselamatan itu.
Allah tidak pernah menggaranti hasil dagang,
pertanian, pendidikan, bukan bearti “pengharapan” tidak menyentuh bidang-bidang
itu, tetapi berhasil atau gagal dalam bidang-bidang itu, adalah hal biasa dalam
hidup manusia, dan tidak mengakibatkan kegagalan keselamatan manusia.
Dalam kenyataan hidup, pengharapan tidak selalu
terwujud, bukankah jika ia tidak terwujud akan lebih mengecewakan? Tidak! Pengharapan tidak pernah mengecewakan, sebab
pemenuhan harapan tetap adalah anugerah”.
Pengharapan akan keselamatan berdasarkan janji
Allah, Allah yang menjanjikan-Nya dan kita percaya pada janji itu, sehingga
Allah berkewajiban menjaga janji-Nya. Tetapi Allah tidak pernah menjanjikan
kekayaan kepada kita, tidak pernah menjanjikan kesuksesan dalam kerja, jatuh
bangun adalah hal biasa. Dalam hal kerja ada suatu moto iman Kristen yaitu: “ora
et labora”, ada campur tangan Allah dan ada tanggung jawab manusia.
Saat ini tidak cukup
hanya kerja, usaha! Tetapi kerja keras dan kerja cerdas. Banyak orang Kristen,
menganggap dirinya adalah anak-anak Allah dan ia berharap kepada Allah, harapannya
kepada Allah itu, menjadi alasan baginya untuk bekerja lebih santai, apa
adanya, lalu ia merasa berhak atas hasil banyak dan berhak menagih Allah atas
hasil yang lebih baik dari pada orang tidak percaya. Ini adalah hal keliru. Rasul
Paulus mengatakan: “itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena
kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, juru selamat umat
manusia, terutama mereka yang percaya. (I tim. 4: 10).
Karena kita percaya pada Allah. Karena kita menaruhh
pengharapan pada Allah, maka kita bekerja lebih keras, lebih gigih, dan lebih
cerdas dari orang-orang yang tidak berharap pada Allah.
Siapakah orang yang berharap pada Allah, lalu
bekerja lebih keras, lebih jujur, lebih cerdas yang tidak akan memperoleh apa
yang dicarinya? Bagi orang Kristen yang telah melakukan hal demikian, ketika ia
belum berhasilpun, ia tidak akan patah, ia akan mengatakan belum waktunya, ia
jatuh dan bangkit lagi, lagi dan lagi. Ia tidak akan patah semangat dan mati
dalam kekecewaan, sebab pengharapan dalam Tuhan tidak pernah mengecewakan.
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam
kesesakkan, dan bertekunlah dalam doa. Demikianlah tinggal ketiga hal ini,
yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah
kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: