Sabtu, 18 Juli 2020

Esperanza


Esperanza
Rom. 5; 8: 18-30. Mzm. 119: 116; Yer. 17: 13; I Kor. 13; 13

Manusia tidak memiliki waktu, manusia hidup dalam waktu. Manusia tidak mampu merubah masa lalu, dan tidak berkuasa menentukan masa depan, ia hanya memiliki saat ini yang sangat singkat.
Masa depan manusia tidak dapat dipastikan. Lalu apakah kenyataan ini membatasi manusia dan khususnya orang percaya mempersiapkan masa depan?
Kata orang, engkau hari ini adalah apa yang engkau lakukan kemarin, engkau esok adalah apa yang engkau lakukan hari ini.
Dengan segala macam cara manusia mempersiapkan hari esok, sementara hari esok tidak memiliki kepastian. Anak-anak disekolahkan sedemikian rupa agar masa depan mereka cerah, anak-anak dipaksa sedemikian rupa untuk meraih nilai A, sementara kenyataan secara umum anak-anak dengan nilai A akhirnya bekerja pada anak-anak nilai C.
Jika masa depan tidak ada yang pasti, lalu bagaimana masa depan kita? Bagaimana masa depan anak-anak kita?
Jika masa depan itu adalah bisnis investasi? Maka ia adalah investasi yang buruk, sebab tidak pasti. Siapa yang mau menginfestasikan uang demikian banyak, bahkan menginvestasikan hidup demi anak-anak, untuk masa depan mereka dan masa depan kita? Sementara tidak ada yang pasti. Jelas itu adalah investasi yang buruk dan  bodoh!
Sekolah hingga SLTA adalah sekolah wajib. Wajib Belajar adalah peran pemerintah dalam menaikan taaraf hidup bangsa, artinya secara sederhana, agar tidak nyusahin massyarakat dan keluarga. Ia telah memiliki kemampuan dasar, untuk hidup bermasyarakat!
Biaya sekolah anak,  Apa lagi kuliah sangat mahal, waktu, tenaga, pikiran harus dicurahkan. Untuk apa kuliah? Apakah demi status sosial? Ataukah agar anda memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang tidak kuliah? Kalau anda kuliah bertahun-tahun dan tidak mengungguli orang yang tidak kuliah, dalam hal pola pikir, tindak dan kemampuan, maka itu sangat mubazir! Itu adalah investasi yang konyol.
Lembaga pemerintah dan perusahaan Indonesia banyak yang bodoh, dimana gaji ditentukan bukan dari karya, tapi ijazah! Tidak apa ijahsahmu, apa yang engkau buat atau apa karyamu, itu yang penting!
Konteks saat ini dimana kita berada di tengah wabah, dimana kita melihat ketakutan dimana-mana, korban berjatuhan, kota lock down, ekonomi stagnant bahkan,  merosot dalam, orang miskin melonjak tajam, phk berseliweran, sekolah & universitas tutup, semua tanpa ada kepastian!
Dulu duduk dan makan di resto pizza adalah kemewahan, kebanggan, tamu bahkan harus reserpasi. Sekarang semua pegawai pizza harus turun ke jalan, pizzanya dijual murah, tetapi tetap tidak ada yang mau membeli. Pizza di Amerika akhirnya mengajukan pailit atau bangkrut.
Lalu bagaimanakah kita menyingkapi masa depan? Hanya satu hal yang membuat kita memasuki masa depan yaitu “pengharapan”. Apa dan bagaimana dampak “pengharapan” bagi orang percaya dalam memasuki masa depan.
1.    Pengharapan adalah buah dari iman.
Ada tiga hal penting yang dianugerahkan kepada orang percaya, yaitu: iman, pengharapan dan kasih. Dan yang terbesar dianantaranya adalah kasih (I Kor. 13: 13).
Pengharapan adalah buah dari iman. Iman tanpa pengharapan adalah iman yang mati. Pengharapan yang tidak didasari oleh iman adalah ilusi. Iman tanpa pengharapan adalah iman yang tak berguna!  Iman memberi alasan dan dasar untuk harapan, harapan menguatkan iman.
Pengharapan adalah menyangkut masa depan, sebab pengharapan yang telah dilihat bukan pengharapan lagi. “sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana mungkin orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya. Tetapi kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun”. (Rom. 8:24-29).
Mengharapkan mendapat uang adalah harapan. Tetapi ketika kita, berjalan dan mengandalkan uang yang sudah ada di tangan kita, maka bukan harapan lagi. Kita telah merubah uang yang kita lihat menjadi sumber pengharapan kita.
     Contoh:
     Ketika kita menyekolahkan anak-anak kita ke sekolah yang mahal, sementara kita belum memiliki uang di tangan untuk membayar sekolah, maka harapan menjadikan kita bekerja mendapatkan uang untuk membayar sekolah.
     Berbeda ketika kita memiliki uang di tangan kita, lalu kita mengatakan ayo mau sekolah di sekolah manapun papa/mama mampu bayar. Uang tidak lagi kita harapkan, tetapi menjadi sumber pengharapan kita.
Mengapa kita memiliki pengharapan? Sebab kita percaya pada Allah, yang baik, Allah yang adalah Bapa kita, ia menguasai dan menentukan masa depan, dan kita percaya pada-Nya. Tanpa percaya pada Tuhan, harapan kita tidak memiliki dasar, atau sekedar keinginan dan ilusi.
Kita berdoa, karena kita percaya pada Allah, kita berdoa, karena kita berharap bahwa doa kita akan dikabulkan. Kita berdoa karena kita percaya kita akan menerima buah dari hal2 yang kita mohonkan kepada Allah.
Dalam iman Kristen kita percaya bahwa doa mendahului, menyertai dan mengakhiri kerja. Ini semua adalah iman dan iman itu menghasilkan pengharapan dan pengharapan itu kokoh.
2.   Pengharapan selalu baik!
Pengharapan itu baik pada dirinya sendiri. Karena pengharapan maka kita masih hidup saat ini. Manusia tanpa pengharapan adalah mati.
Mengapa kita tidur? Karena kita mengharapkan bahwa kita akan bangun! Aku teringat mami tercinta, disaat ia sakit, ia tidak pernah tidur! Ia tertidur! sebab ia takut ketika tidur, ia tidak bangun lagi.
Pengharapan itu selalu baik, sebab ia menjaga semangat, ia menjaga tujuan, ia menjaga arah hidup, ia menjaga panggilan hidup, dan akhirnya ia akan menjaga hidup.
Manusia tanpa pengharapan, bagai kapal tanpa layar, tanpa kemudi, dan terombang-ambing dalam badai, dan pasti akan tenggelam! Semua hanya mengenai waktu.  
Harapan membuat manusia sabar dalam menghadapi badai, sebab setelah hujan badai, selalu ada Pelangi indah membusur. Harapan menguatkan seorang ibu dalam melahirkan, dan saat ia memperoleh bayi, ia akan lupa dengan sakit dan sengsaranya.
Selain harapan itu baik pada dirinya sendiri, harapan juga menginginkan hal-hal baik. Tidak ada orang yang mengharapkan celaka pada dirinya selain orang gila. Menginginkan hal-hal buruk bukanlah harapan, tetapi putus asa.
Mengharapkan hal-hal baik melahirkan positive thingking (berpikir positif), orang yang berpikir positif akan mengakibatkan hati dan jiwa tenang, jiwa yang tenang akan berimbas pada Kesehatan yang stabil.
Ilustrasi:
Aldi Novel Adilang: seorang remaja 18 tahun penjaga rompong yang hanyut selama 49 hari. Untuk menghibur dirinya yang kekurangan segalanya termaksud air minum, ia membaca Injil dan menyanyikan pujian, agar ia tidak tenggelam dalam keputusasaan. Ia sedih, sempat mau bunuh diri, tetapi nyanyian dan penghiburan Firman membangkitkan harapan. Harapan kepada Tuhanlah yang membuatnya bertahan dan selamat.  
Harapan itu selalu lebih baik, walau tidak selamanya seseorang melihat hasil atau menikmati yang diharapkannya, tetapi harapan itu selalu lebih baik.

3.    Pengharapan membuat manusia bekerja.
“…yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya” (I Kor. 9: 10).

Bekerja di kantor, atau lebih tepatnya bekerja pada perusahaan atau lembaga pemerintah, kadang membuat kita kurang mengerti bagaimana beriman dan menaruh harapan pada Allah dalam hal kerja.  
Ketika kita pergi bekerja, kita hanya mau tahu bahwa kita telah bekerja dan harus di bayar, tanpa mau tahu bagaimaan performa kita, baik atau menghasilkan sesuatu, yang pusing adalah bos.
Tidak demikian dengan petani, nelayan dan pedagang. Untuk pergi melaut membutuhkan uang dan tenaga, tetapi ketika nelayan melaut, belum tentu hari itu mereka menghasilkan sesuatu, bahkan modalpun kadang tidak balik. Lalu mengapa mereka terus mengerjakan pekerjaan itu?
Ketika anda menjadi petani, maka anda akan merasakan bagaimana pentingnya iman dan pengharapan. Untuk menabur anda harus berharap pada Allah agar musim berjalan baik. Petani membutuhkan modal besar untuk memulai kerja, anda harus merawat tana dan tanaman dengan baik, anda harus memperhitungkan hama. Lain lagi urusan kalau tanah yang anda Kelola itu adalah tanah sewa.  Kadang hasil tidak sesuai dengan modal, kadang gagal total.
Kegagalan seorang petani dalam satu masa panen, untuk daerah sawah tadah hujan, akan berimbas pada cadangan makan selama 1 tahun. Berbeda dengan pegawai yang mungkin hanya berimbas selama I bulan. Dibutuhkan pengharapan untuk mulai Bertani.
Karena mengharapkan panen, maka petani menabur, meski ia tidak tahu pasti apakah akan berhasil atau tidak. “kalau engkau terus memperhitungkan musim, maka engkau tidak akan menabur, tetapi tidak memperhitungkan musim, kemungkinan besar engkau akan gagal”.
Mengapa orang pandai selalu gagal, dibanding orang sederhana? Karena orang pandai bergantung pada perhitungannya! Maksudnya: perhitungkan dengan baik, tetapi jangan larut dalam hitungan yang menghalangi kita untuk memulai bekerja. Jangan tantangan mematikan harapan kita dalam hal apapun. Rasul Paulus mengatakan: “karena kami mempunyai pengharapan demikian, maka kami bertindak dengan penuh keberanian” (2 Kor. 3: 12).

4.   Pengharapan dalam iman tidak pernah mengecewakan.
“dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rom. 5: 5).
Gantunglah harapanmu setinggi langit, kalau suatu saat engkau jatuh, setidaknya engkau jatuh pada bintang-bintang!  
Hanya satu hal yang terpenting dalam hidup manusia, dimana Allah memberi kepastian yaitu: “keselamatan”, sebab Roh Kudus bekerja untuk menggaranti keselamatan itu.
Allah tidak pernah menggaranti hasil dagang, pertanian, pendidikan, bukan bearti “pengharapan” tidak menyentuh bidang-bidang itu, tetapi berhasil atau gagal dalam bidang-bidang itu, adalah hal biasa dalam hidup manusia, dan tidak mengakibatkan kegagalan keselamatan manusia.
Dalam kenyataan hidup, pengharapan tidak selalu terwujud, bukankah jika ia tidak terwujud akan lebih mengecewakan? Tidak!  Pengharapan tidak pernah mengecewakan, sebab pemenuhan harapan tetap adalah anugerah”.
Pengharapan akan keselamatan berdasarkan janji Allah, Allah yang menjanjikan-Nya dan kita percaya pada janji itu, sehingga Allah berkewajiban menjaga janji-Nya. Tetapi Allah tidak pernah menjanjikan kekayaan kepada kita, tidak pernah menjanjikan kesuksesan dalam kerja, jatuh bangun adalah hal biasa. Dalam hal kerja ada suatu moto iman Kristen yaitu: “ora et labora”, ada campur tangan Allah dan ada tanggung jawab manusia.
Saat ini tidak cukup hanya kerja, usaha! Tetapi kerja keras dan kerja cerdas. Banyak orang Kristen, menganggap dirinya adalah anak-anak Allah dan ia berharap kepada Allah, harapannya kepada Allah itu, menjadi alasan baginya untuk bekerja lebih santai, apa adanya, lalu ia merasa berhak atas hasil banyak dan berhak menagih Allah atas hasil yang lebih baik dari pada orang tidak percaya. Ini adalah hal keliru. Rasul Paulus mengatakan: “itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, juru selamat umat manusia, terutama mereka yang percaya. (I tim. 4: 10). 
Karena kita percaya pada Allah. Karena kita menaruhh pengharapan pada Allah, maka kita bekerja lebih keras, lebih gigih, dan lebih cerdas dari orang-orang yang tidak berharap pada Allah.
Siapakah orang yang berharap pada Allah, lalu bekerja lebih keras, lebih jujur, lebih cerdas yang tidak akan memperoleh apa yang dicarinya? Bagi orang Kristen yang telah melakukan hal demikian, ketika ia belum berhasilpun, ia tidak akan patah, ia akan mengatakan belum waktunya, ia jatuh dan bangkit lagi, lagi dan lagi. Ia tidak akan patah semangat dan mati dalam kekecewaan, sebab pengharapan dalam Tuhan tidak pernah mengecewakan.
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakkan, dan bertekunlah dalam doa. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

  1.   Introitus: (Iringan musik masuk, dan jemaat mengambil saat teduh). 2.   Votum: Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan yan...