Sabtu, 25 Juli 2020

Khotbah


Namun 

Engkau pandai! Namun? Engkau cantik! Namun? Gereja ini baik! Namun? Kami membutuhkanmu! Namun? Namun adalah kata yang tegas membedakan antara kalimat pertama dan kalimat berikutnya. Namun adalah kata depan (kongjungsi) untuk menunjukkan pertentangan satu kalimat dengan kalimat yang lain.
Dalam Kitab Nabi Habakuk mempergunakan kata “namun” yang sangat mengagumkan: “….namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan, yang akan mendatangi bangsa-bangsa yang bergerombolan menyerang kami”. (3: 6c)
sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,
sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kendang,
namun
aku akan bersorak-sorak didalam Tuhan; beria-ria dalam Allah yang menyelamatkan aku. Allah Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku (Hab.3: 17-18).
Penindasan adalah kata yang di pakai oleh Nabi Habakuk dalam Kitabnya. Oleh karena itu, kata ini sudah sangat jelas menceritakan siatuasi yang melatarbelakangi lahirnya Kitab Habakuk[1].
Penindasan sulit kita pahami di jaman modern ini, sebab kita lahir di jaman damai. Tetapi ketika ISIS muncul, kita mulai memahami apa arti penindasan. Kota-kota dihancurkan, wanita Kristen diperjual belikan untuk menjadi budak seks, para pria Kristen di sembelih seperti hewan, tanpa belas kasihan, tanpa berprikemanusiaan, mansia tidak memiliki arti sama sekali, itulah penindasan.
Tidak ada prikemanusiaan di jaman penindasan, tidak ada belaskasihan, tidak ada tawa, yang ada hanyalah ketakutan, kegalauan, prihatin. Selain penindasan, jaman Habakuk bernubuat adalah masa paceklik, dimana wabah  kelaparan sebentar lagi menerpa.
Sebagaimana pertanyaan dan kebingungan semua orang beragama disepanjang sejarah yaitu kebingungan kepada Allah yang suci dan kudus, penuh belaskasihan, tetapi mengapa masih ada penindasan, masaih ada ketidakadilan, masih ada penderitaan!
Bagaiaman Habakuk menyingkapi kesulitan dan penindasan, ketidakadilan dan paceklik, apa yang menjadi sebab sehingga ada kata-kata pengharapan “Namun”?

1.    Iman.
Apakah yang Tuhan berikan untuk membedakan orang percaya dan tidak percaya? Di dunia dimana bencana menimpa seluruh manusia. Di dunia dimana wabah pandemic mewabahi semua manusia. 
Iman adalah anugerah yang Allah berikan untuk menjadi pembeda antara semua manusia. Pembeda bagi manusia yang mengenal atau tidak mengenal Allah. Pembeda bagaimana cara menjalani hidup.
Iman dalam kontek Habakuk muncul sebagai jawaban Tuhan atas pergumulannya terhadap kejadian yang dialaminya dan disaksikannya: “Aku mau berdiri ditempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menatikan apa yang difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku (Hab. 2:1).
Berdasar ayat ini dapat kita simpulkan bahwa iman sejati hanya datang dari Firman yang keluar dari Mulut Allah sendiri (menantikan apa yang difirmankan-Nya).
Kedua, iman itu adalah jalan yang harus ditempuh oleh orang percaya yang membuatnya hidup secara jasmani dan rohani ditengah-tengah dunia ini, dan membuatnya berkemanangan dalam melewati setiap kesulitan hidup, (tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya).
Orang percaya tidak hidup menurut hal-hal yang dilihat, tidak hidup mengandalakan pikiran dan perasaannya, tetapi hidup menurut percayanya pada Allah, bahwa Allah hidup, Allah penguasa dan mengendalikan semesta ini, Allah yang penuh kasih, Allah yang kudus dan adil, bahwa apa yang dilakukan akan dipertanggung jawabkan pada Allah.
Iman kepada Allah, menjadi penyebab tercetusnya kata “namun”, sebagai cara pandang lain dalam menentukan sikap terhadap semua fenomena yang terjadi, sebagai alasan untuk terus melanjutkan hidup. 
Ratusan tahun berikut, konsep iman Habakuk dikutib dan dijadikan presuposisi dalam suatu thesis surat Roma, oleh Rasul Paulus (Rom. 1: 16-17; Gal. 3: 11; Ibr. 10: 38.).

2.   Pengharapan. ( Hab. 2: 6b).
Pada khotbah-khotbah sebelumnya, telah kita bahas mengenai pengharapan, bahwa pengharapan itu selalu baik dan selalu menginginkan apa yang baik. Pengharapan yang dilihat bukan pengharapan lagi, sebab orang tidak perlu mengharapkan lagi yang telah berada dalam genggamannya dan yang telah  dilihatnya.
Pengharapan dalam kitab Habakuk yaitu seperti yang kita lihat dilakukannya dalam menghadapi setiap “penindasan dan kerasnya hidup di jamannya”.
Pengharapan bagi Habakuk bukan saja mengharapkan agar situasi yang buruk jangan terjadi dalam hidup, tetapi “mengharapkan yang baik dalam situasi seburuk apapun”.
Satu kata yang sering diabaikan ketika kita membaca Alkitab yaitu kata: “berapa lami lagi ya Tuhan”. Kata ini adalah kata yang sering dipakai oleh Pemazmur Daud, dan Habakuk pun memakai kata ini.
Kata “berapa lama lagi ya Tuhan?” berbeda dengan kata-kata yang dipergunakan oleh banyak orang Kristen saat ini, mungkin juga kata-kata yang sering kita pergunakan dalam doa kita, dalam ungkapan keresahan kita akan siatuasi yang kita alami, yaitu: “mengapa semua ini terjadi? mengapa harus aku ya Tuhan? Pengharapan apa yang terkandung dari kata “berapa lama lagi ya Tuhan?
Ø  Habakuk percaya kepada kebaikan Tuhan, bahwa dalam suka dan duka Tuhan selalu berkarya untuk menyatakan kemuliaan-Nya, dan menyatakan rencana agung-Nya, bahwa Tuhan tidak pernah menginginkan kehancuran, kebinasaan orang percaya.
Ayub menolong kita untuk memahami kata ini ketika ia berkata: “apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk”? (Ayub. 2: 10b). bahwa Allah kadang sedang mengerjakan sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi setiap orang percaya, dibalik setiap kesulitan dan penindasan yang diijinkan-Nya.
Ø  Pertanyaan iman kepada Allah, “berapa lama lagi ya Allah” adalah suatu pertanyaan penuh keyakinan, bahwa tidak selamanya badai hidup itu ada, tidak selamanya Allah berdiam diri. Badai pasti berlalu. Pertolongan Tuhan pasti nyata pada waktunya. Waktu pembebasan akan tiba.
Dalam kontek Habakuk, tidak ada sesuatu apapun lagi yang dapat diandalkan dan dapat di harapkan. Tidak ada pemerintahan yang adil, tidak ada musim yang baik, semua hanya berdasarkan kebaikan Allah.
Kita mungkin akan bertanya, bagaimana mungkin Habakuk tetap percaya dan berharap kepada Allah walau kenyataan bahwa hidupnya penuh dengan permasalahan? Semuanya adalah pengalaman hidup bersama Tuhan: hal itu terlihat ketika ia berkata: “bukankah Engkau ya Tuhan, dari dahulu Allahku, yang maha kudus? (Hab. 1: 12a)
Habakuk kenal Allah, Allah yang dahulu itu adalah Allah yang tidak berubah, IA tetap sebagai Allah yang kudus baginya. Allah yang layak dipercayai. Kenyataan pahitnya hidup, tidak menggoyahan penilaian dan iman kepada Allah. Jika dulu Allah peduli, maka saat inipun Ia tetap sama.

3.    Doa menurut nada ratapan: (3: 1)
Doa adalah hal sederhana yang berdampak besar! Doa adalah hak istimewa yang diberikan Allah kepada orang percaya, yang jarang dipergunakan. Doa orang benar besar kuasanya, bahkan dengan doa seseorang dapat merubah dunia ini. tetapi sedikit orang yang berdoa.

Doa telah dikecilkan maknanya sedemikian rupa. Doa hanya sebatas daftar permintaan. Di dalam doa terdapat rahasia besar, diantaranya persekutuan dengan Tuhan, penyembahan, pujian, syukur dan penghormatan kepada Tuhan, teristimewa dalam doa ada penyerahan diri kepada Allah sang pemegang hari esok itu. Doa juga adalah kekuatan besar bagi orang percaya dalam menghadapi apapun.
Habakuk dapat menghadapi setiap kesulitan dan pernderitaan dengan doa. Pasal 3 Kitab Habakuk adalah doa, yaitu doa dalam ratapan. Tuhan mendengarkan doa orang percaya, apa lagi doa dalam ratapan kepada Allah atas sengsara yang dialami (Hab.3: 1).
Dalam doa, Habakuk dengan penuh percaya mengatakan: “namun dengan tenang akan ku nantikan hari kesusahan”. Hanya orang berdoa yang dapat mengatakan demikian.
Tuhan Yesus ketika mengalami susah dan sedih, ketakutan atas penderitaan yang akan dialamii-Nya di Salib, mempersiapkan diri dan mempersiapkan para Rasul-Nya dengan berdoa.
Doa bukan hanya agar kita terhindar dari bahaya, kekurangan, masalah, penderitaan dan kesengsaraan. Nabi Habakuk mengajarkan kita juga, bahwa kita berdoa agar mampu mengatakan “namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan”. Kita berdoa agar tetap tegar berdiri menghadapi setiap pencobaan yang tidak dapat dihindari.
Kiranya dengan iman, pengharapan dan doa, memapampukan kita untuk tetap tegar bediri, tetap tabah dalam menjalani hari-hari kita. Tetap teguh menghadapi setiap kesulitan dan berkemenangan.


[1] Habakuk: kemungkinan HBQ (rangkulan). Berdasarkan 2 Raj. 4: 16; kemungkinan ia adalah putra dari    perempuan Sunem dan seorang peninjau (Yes. 21: 6). Nabi Habakuk diperkirakan bernubuat pada 7 sM, tidak lama setelah perang Karkemis (605 sM). Ketika orang Kasdim menyerang Mesir di Jaman Nekho, yaitu jaman Yoyakhim dari Yehuda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

  1.   Introitus: (Iringan musik masuk, dan jemaat mengambil saat teduh). 2.   Votum: Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan yan...