Namun
Engkau pandai! Namun? Engkau cantik! Namun? Gereja ini
baik! Namun? Kami membutuhkanmu! Namun? Namun adalah kata yang tegas membedakan
antara kalimat pertama dan kalimat berikutnya. Namun adalah kata depan
(kongjungsi) untuk menunjukkan pertentangan satu kalimat dengan kalimat yang
lain.
Dalam Kitab Nabi Habakuk mempergunakan kata “namun” yang
sangat mengagumkan: “….namun dengan tenang akan kunantikan hari
kesusahan, yang akan mendatangi bangsa-bangsa yang bergerombolan menyerang
kami”. (3: 6c)
“sekalipun
pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun
mengecewakan,
sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing
domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kendang,
namun
aku akan
bersorak-sorak didalam Tuhan; beria-ria dalam Allah yang menyelamatkan aku.
Allah Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia
membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku (Hab.3: 17-18).
Penindasan adalah kata yang di pakai oleh Nabi Habakuk
dalam Kitabnya. Oleh karena itu, kata ini sudah sangat jelas menceritakan
siatuasi yang melatarbelakangi lahirnya Kitab Habakuk[1].
Penindasan sulit kita pahami di jaman modern ini, sebab
kita lahir di jaman damai. Tetapi ketika ISIS muncul, kita mulai memahami apa
arti penindasan. Kota-kota dihancurkan, wanita Kristen diperjual belikan untuk
menjadi budak seks, para pria Kristen di sembelih seperti hewan, tanpa belas
kasihan, tanpa berprikemanusiaan, mansia tidak memiliki arti sama sekali,
itulah penindasan.
Tidak ada prikemanusiaan di jaman penindasan, tidak ada
belaskasihan, tidak ada tawa, yang ada hanyalah ketakutan, kegalauan, prihatin.
Selain penindasan, jaman Habakuk bernubuat adalah masa paceklik, dimana
wabah kelaparan sebentar lagi menerpa.
Sebagaimana pertanyaan dan kebingungan semua orang beragama
disepanjang sejarah yaitu kebingungan kepada Allah yang suci dan kudus, penuh
belaskasihan, tetapi mengapa masih ada penindasan, masaih ada ketidakadilan,
masih ada penderitaan!
Bagaiaman Habakuk menyingkapi kesulitan dan penindasan, ketidakadilan
dan paceklik, apa yang menjadi sebab sehingga ada kata-kata pengharapan “Namun”?
1.
Iman.
Apakah yang Tuhan
berikan untuk membedakan orang percaya dan tidak percaya? Di dunia dimana
bencana menimpa seluruh manusia. Di dunia dimana wabah pandemic mewabahi semua
manusia.
Iman adalah anugerah
yang Allah berikan untuk menjadi pembeda antara semua manusia. Pembeda bagi
manusia yang mengenal atau tidak mengenal Allah. Pembeda bagaimana cara
menjalani hidup.
Iman dalam kontek
Habakuk muncul sebagai jawaban Tuhan atas pergumulannya terhadap kejadian yang
dialaminya dan disaksikannya: “Aku mau berdiri ditempat pengintaianku dan
berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menatikan apa yang
difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku (Hab.
2:1).
Berdasar ayat ini
dapat kita simpulkan bahwa iman sejati hanya datang dari Firman yang keluar
dari Mulut Allah sendiri (menantikan apa yang difirmankan-Nya).
Kedua, iman itu adalah
jalan yang harus ditempuh oleh orang percaya yang membuatnya hidup secara
jasmani dan rohani ditengah-tengah dunia ini, dan membuatnya berkemanangan
dalam melewati setiap kesulitan hidup, (tetapi orang yang benar itu akan
hidup oleh percayanya).
Orang percaya tidak
hidup menurut hal-hal yang dilihat, tidak hidup mengandalakan pikiran dan
perasaannya, tetapi hidup menurut percayanya pada Allah, bahwa Allah hidup,
Allah penguasa dan mengendalikan semesta ini, Allah yang penuh kasih, Allah
yang kudus dan adil, bahwa apa yang dilakukan akan dipertanggung jawabkan pada
Allah.
Iman kepada Allah,
menjadi penyebab tercetusnya kata “namun”, sebagai cara pandang lain dalam
menentukan sikap terhadap semua fenomena yang terjadi, sebagai alasan untuk
terus melanjutkan hidup.
Ratusan tahun berikut,
konsep iman Habakuk dikutib dan dijadikan presuposisi dalam suatu thesis surat
Roma, oleh Rasul Paulus (Rom. 1: 16-17; Gal. 3: 11; Ibr. 10: 38.).
2.
Pengharapan. ( Hab. 2:
6b).
Pada khotbah-khotbah
sebelumnya, telah kita bahas mengenai pengharapan, bahwa pengharapan itu selalu
baik dan selalu menginginkan apa yang baik. Pengharapan yang dilihat bukan
pengharapan lagi, sebab orang tidak perlu mengharapkan lagi yang telah berada
dalam genggamannya dan yang telah dilihatnya.
Pengharapan dalam
kitab Habakuk yaitu seperti yang kita lihat dilakukannya dalam menghadapi
setiap “penindasan dan kerasnya hidup di jamannya”.
Pengharapan bagi
Habakuk bukan saja mengharapkan agar situasi yang buruk jangan terjadi dalam
hidup, tetapi “mengharapkan yang baik dalam situasi seburuk apapun”.
Satu kata yang sering diabaikan ketika kita membaca Alkitab
yaitu kata: “berapa lami lagi ya Tuhan”. Kata ini adalah kata yang sering
dipakai oleh Pemazmur Daud, dan Habakuk pun memakai kata ini.
Kata “berapa lama lagi
ya Tuhan?” berbeda dengan kata-kata yang dipergunakan oleh banyak orang Kristen
saat ini, mungkin juga kata-kata yang sering kita pergunakan dalam doa kita,
dalam ungkapan keresahan kita akan siatuasi yang kita alami, yaitu: “mengapa
semua ini terjadi? mengapa harus aku ya Tuhan? Pengharapan apa yang terkandung
dari kata “berapa lama lagi ya Tuhan?
Ø
Habakuk percaya kepada
kebaikan Tuhan, bahwa dalam suka dan duka Tuhan selalu berkarya untuk
menyatakan kemuliaan-Nya, dan menyatakan rencana agung-Nya, bahwa Tuhan tidak
pernah menginginkan kehancuran, kebinasaan orang percaya.
Ayub menolong kita
untuk memahami kata ini ketika ia berkata: “apakah kita mau menerima yang baik
dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk”? (Ayub. 2: 10b). bahwa Allah
kadang sedang mengerjakan sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi setiap orang
percaya, dibalik setiap kesulitan dan penindasan yang diijinkan-Nya.
Ø
Pertanyaan iman kepada
Allah, “berapa lama lagi ya Allah” adalah suatu pertanyaan penuh keyakinan,
bahwa tidak selamanya badai hidup itu ada, tidak selamanya Allah berdiam diri.
Badai pasti berlalu. Pertolongan Tuhan pasti nyata pada waktunya. Waktu
pembebasan akan tiba.
Dalam kontek Habakuk,
tidak ada sesuatu apapun lagi yang dapat diandalkan dan dapat di harapkan.
Tidak ada pemerintahan yang adil, tidak ada musim yang baik, semua hanya
berdasarkan kebaikan Allah.
Kita mungkin akan
bertanya, bagaimana mungkin Habakuk tetap percaya dan berharap kepada Allah
walau kenyataan bahwa hidupnya penuh dengan permasalahan? Semuanya adalah
pengalaman hidup bersama Tuhan: hal itu terlihat ketika ia berkata: “bukankah
Engkau ya Tuhan, dari dahulu Allahku, yang maha kudus? (Hab. 1: 12a)
Habakuk kenal Allah,
Allah yang dahulu itu adalah Allah yang tidak berubah, IA tetap sebagai Allah
yang kudus baginya. Allah yang layak dipercayai. Kenyataan pahitnya hidup,
tidak menggoyahan penilaian dan iman kepada Allah. Jika dulu Allah peduli, maka
saat inipun Ia tetap sama.
3.
Doa menurut nada
ratapan: (3: 1)
Doa adalah hal
sederhana yang berdampak besar! Doa adalah hak istimewa yang diberikan Allah
kepada orang percaya, yang jarang dipergunakan. Doa orang benar besar kuasanya,
bahkan dengan doa seseorang dapat merubah dunia ini. tetapi sedikit orang yang
berdoa.
Doa telah dikecilkan maknanya sedemikian rupa. Doa hanya
sebatas daftar permintaan. Di dalam doa terdapat rahasia besar, diantaranya
persekutuan dengan Tuhan, penyembahan, pujian, syukur dan penghormatan kepada
Tuhan, teristimewa dalam doa ada penyerahan diri kepada Allah sang pemegang
hari esok itu. Doa juga adalah kekuatan besar bagi orang percaya dalam
menghadapi apapun.
Habakuk dapat
menghadapi setiap kesulitan dan pernderitaan dengan doa. Pasal 3 Kitab Habakuk
adalah doa, yaitu doa dalam ratapan. Tuhan mendengarkan doa orang percaya, apa
lagi doa dalam ratapan kepada Allah atas sengsara yang dialami (Hab.3: 1).
Dalam doa, Habakuk
dengan penuh percaya mengatakan: “namun dengan tenang akan ku nantikan hari
kesusahan”. Hanya orang berdoa yang dapat mengatakan demikian.
Tuhan Yesus ketika
mengalami susah dan sedih, ketakutan atas penderitaan yang akan dialamii-Nya di
Salib, mempersiapkan diri dan mempersiapkan para Rasul-Nya dengan berdoa.
Doa bukan hanya agar
kita terhindar dari bahaya, kekurangan, masalah, penderitaan dan kesengsaraan.
Nabi Habakuk mengajarkan kita juga, bahwa kita berdoa agar mampu mengatakan
“namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan”. Kita berdoa agar tetap
tegar berdiri menghadapi setiap pencobaan yang tidak dapat dihindari.
Kiranya dengan iman,
pengharapan dan doa, memapampukan kita untuk tetap tegar bediri, tetap tabah
dalam menjalani hari-hari kita. Tetap teguh menghadapi setiap kesulitan dan
berkemenangan.
[1]
Habakuk: kemungkinan HBQ (rangkulan). Berdasarkan 2 Raj. 4: 16; kemungkinan ia
adalah putra dari perempuan Sunem dan
seorang peninjau (Yes. 21: 6). Nabi Habakuk diperkirakan bernubuat pada 7 sM,
tidak lama setelah perang Karkemis (605 sM). Ketika orang Kasdim menyerang
Mesir di Jaman Nekho, yaitu jaman Yoyakhim dari Yehuda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar: