Sabtu, 16 Mei 2020

Khotbah 17 mei 2020


Bukan Urusanmu!
Yoh. 21: 20-23


“Kalau Aku menghendaki, ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu Tetapi engkau: ikutlah Aku” atau dalam bahasa sekarang dapat kita katakan “urus urusanmu sendiri” (Yoh. 21; 22),  adalah jawaban Yesus ketika Petrus bertanya apa yang akan terjadi dengan murid yang dikasihi (Yohanes).
“Urus urusanmu sendiri” kedengarannya sangat egois, tetapi jika kita jujur, bahwa ada urusan dan tanggung jawab setiap manusia yang harus diselesaikannya sendiri dan ada batasan setiap pribadi untuk mengurus pribadi lainnya, terutama kaya Allah bagi setiap manusia.
Bagaimana kita memahami perkataan Tuhan Yesus ini secara benar? Tentunya adalah merenungkan bagaimana latar belakang pertanyaan itu. Kita sering salah dalam memahami jawaban Yesus, sebab kita terbiasa menjawab pertanyaan, hanya berdasarkan kata dari pertanyaan tersebut. Tetapi Tuhan Yesus selalu menjawab pertanyaan, menurut maksud orang yang bertanya, bahkan, maksud yang tersembunyi dari pertanyaan, atau motifasi orang yang sedang bertanya. Ada beberapa pertanyaan yang harus kita ajukan untuk memahami jawaban Yesus ini: “Apakah pertanyaan Petrus didasari karena kepeduliannya kepada Yohanes dan untuk kepentingan Yohanes, ataukah demi kepentingannya sendiri?
Jika kita membaca kontek ini, maka pada ayat 20 dituliskan mengenai apa yang pernah terjadi di perjamuan terakhir, dimana Petrus meminta murid yang dikasihi (Yohanes) bertanya kepada Yesus, siapa yang akan menyerahkan Dia untuk disalib. Petrus tidak bertanya sendiri, sebab ia sedang was-was karena baru saja Yesus mengingatkan dia bahwa, sebelum ayam berkokok tiga kali, ia telah menyangkal Yesus tiga kali. Petrus meminta Yohanes bertanya kepada Yesus, bukan untuk kepentingan Yohanes, tetapi untuk dirinya.
Jawaban Yesus kepada pertanyaan Petrus, adalah suatu jawaban yang sangat keras, bahkan bukan bersifat jawaban,  tetapi lebih kepada teguran. Apa maksud dari jawaban Yesus ini:
 
1.        Membandingkan pribadi yang satu dengan lainnya adalah racun pertumbuhan.

Membandingkan adalah suatu proses dasar logika manusia. Membandingkan jumlah, membandingkan baik atau buruk, membandingkan indah dan jelek, itu adalah tahap awal pertumbuhan manusia, tetapi dalam batas tertentu mengenai “pribadi”, membandingkan adalah hal yang buruk dan menghancurkan pertumbuhan pribadi tersebut.
Membandingkan anak yang satu dengan yang lain, adalah buruk. Jika perbandingan tersebut meletakkan anak lebih dari anak yang lain, maka kita sedang memupuk kesombongan dan superioritas. Meletakkan anak dibawah anak yang lain, kita sedang memupuk inferioritas, merendahkan, dan kita sedang membentuk  keminderan dalam hati anak-anak kita. Karena setiap pribadi adalah unik, khusus dan bersifat pribadi.
Membandingkan pribadi harus berdasarkan pertimbangan kebenaran yang objective dan adil. Kata Tuhan Yesus: “camkanlah apa yang kamu dengan! ukuran yang engkau pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan disamping itu akan ditambah lagi kepadamu” (Mrk. 4: 24). Ketika anak-anak Yakub lainnya, membandingkan diri mereka dengan Yusuf, maka timbullah kecemburuan yang berakibat kejahatan pembunuhan. Ketika Kain membandingkan perlakuan Allah terhadapnya dan Habel, maka hasilnya adalah penumpahan darah. Ketika jemaat Korintus membandingkan pemimpin mereka, antara Petrus, Paulus dan Apolos, maka yang ada adalah perpecahan.
Mengapa Petrus bertanya kepada Tuhan Yesus, apa yang akan terjadi dengan Yohanes? Apakah ia peduli dengan nasib Yohanes? Ataukah ia mengasihi Yohanes seperti Yesus mengasihi Yohanes? Tidak! Para murid selalu berebut posisi diantara mereka, diantaranya adalah perdebatan tentang siapa nanti yang terbesar dianatara mereka di kerajaan Allah. Bahkan Ibu Yohenes dan Yakobus meminta agar kedua anaknya menempati tempat tertinggi disisi Tuhan Yesus, satu di kiri dan satu di kanan (Mat. 20: 20-28).  
Petrus tahu betul bahwa Tuhan Yesus mengasihi Yohanes, dan ia selalu mempergunakan itu, untuk tujuannya, seperti meminta murid yang dikasihi untuk bertanya “siapa yang akan menyerahkan Yesus untuk untuk disalibkan”.  Pertanyaan Petrus mengenai nasib Yohanes adalah bentuk perbandingan atau Ia sedang mencari cermin bagi nasibnya sendiri.
Dalam pertumbuhan iman, ketika kita membandingkan diri kita dengan orang beriman lain, maka kita sedang menghancurkan dan mengakibatkan iman kita mati, baik kita membandingkan kurang atau membandingkan lebih, semua akan berdampak buruk.
Banyak orang yang imannya hancur dan tidak bertumbuh, justru ketika ia membandingkan dirinya dengan orang beriman lainnya. Mengapa aku tidak seperti dia? bukankah aku juga setia seperti dia? tetapi mengapa ia sehat dan aku sakit? dia berkelimpahan dan aku kekurangan?.  
Jika kita mau membandingkan diri, maka pertanyaanini adalah: apa ukuran yang engkau pakai? Apakah engkau tahu kehidupan doa saudaramu ditempat yang kita tidak lihat? Apakah engkau tahu bagaimana sikapnya terhadap orang miskin? Apakah engkau tahu bagaimana ia bekerja keras? Apakah engkau tahu bagaimana ia berkorban untuk sahabat-sahabatnya? Apakah engkau tahu bagaimana kerasnya ia belajar untuk menjadi professional? Apakah engkau tahu bagaimana kebiasaan makannya yang selalu sehat? apakah engkau tahu bagaimana ia berpikir positif terhadap segala sesuatu, sehingga pikirannya jauh dari kuatir yang menggerogoti tubuh?  Kita tentu tidak tahu semuanya! Oleh karena itu, jangan cepat menyamakan dirimu dengan saudara beriman lainnya, karena begitu dalamnya ukuran yang engkau harus pakai untuk mengukurnya. Oleh karena itu, tidak bijak melihat orang lain, lalu meminta berkat yang sama dari Tuhan.
Bijaklah, syukurilah, pergunakanlah sebaik mungkin, apa yang Tuhan telah berikan kepadamu, dan jangan habiskan waktu untuk mengingini apa yang diberikan Allah kepada saudaramu, walau mungkin kasih Allah yang dicurahkan kepadamu berbeda dengan yang dicurahkan kepada saudara seimanmu yang lain. Sadarilah! “Allah juga mengasihimu, menurut kerelaan kuasa-Nya”.



2Semua adalah pemberian.
Ketika orang muslim mendengar kabar duka, maka mereka akan mengatakan: “inna ilahi wa inna ilahi rajiun”. Jauh sebelum Kristen dan Islam, perkataan seperti ini telah ada dalam iman Israel, yaitu perkataan: “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan” (Ayub.1: 21. Inilah perkataan dalam Alkitab yang dikatakan Ayub ketika pertama mendengar kabar duka. Kata Ayub ini adalah suatu kesadaran bahwa “segala suatu dari Allah, dijinkan Allah dan Allah selalu dimuliakan, dan tidak dapat digugat oleh siapapun atas setiap keputusan-Nya. Rasul Paulus mengatakan: “sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya (Rom. 11: 36).
Tuhan Yesus memberi satu perumpamaan mengenai seorang tuan yang mengajak para pengangguran miskin bekerja di ladangnya, dengan kesepakatan upah satu dinar sehari kerja, ada yang bekerja sedari pagi, ada yang sejak siang, ada yang sejak jam tiga sore dan jam lima sore, tetapi ketika pemberian upah, sang tuan memberi kepada semua pekerja satu dinar, maka proteslah para pekerja yang bekerja sejak dari pagi, mengapa upah mereka sama, pada hal sejak semula sang tuan yang murah hati tersebut telah membuat kesepakatan dengan mereka. Sang tuan menjawab pada pekerja yang memprotes tersebut “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” (Mat. 20: 15). Demikianlah gambaran Allah sebagai pribadi yang murah hati, yang memberikan segala sesuatu kepada manusia , dan Ia berhak serta  berkuasa untuk memilih kepada siapa Ia berikan, dan kepada siapa Ia tidak berkehendak memberikan, dan Ia berkuasa menetapkan berapa yang akan  diberikan-Nya.
Sebagai orang percaya, kita sadar bahwa segala sesuatu dalam hidup kita adalah “pemberian Allah”, pemberian adalah “anugerah” sebab bukan berdasar usaha kita memperolehnya.
Hanya satu hal yang benar bagi orang yang menerima “anugerah”, yaitu “ungkapan syukur” atas apa yang telah diberikan, bukan sungut-sungut dan kutukan atas apa yang tidak diberikan, atau tuntutan dan kecemburuan atas apa yang diberikan Tuhan kepada orang lain. Demikian pula terhadap Petrus, Kristus yang bangkit ingin menekankan hal tersebut.
Ketika Daud menghadapi Goliat, ia tidak sibuk dengan besarnya badan, dan betapa canggihnya alat perang yang dipergunakan Goliat. Daud focus pada apa yang ada di tangannya, yaitu umban dan ia mencari hanya tiga batu yang tepat. Alat sederhana itu yang telah dilatih sedemikian rupa di padang pengembalaan, akhinya efektif untuk menjatuhkan seorang pendekar besar, sebab alat tersebut dipergunakan sebaik mungkin. Demikian pula bagi setiap orang percaya yang masuk ke medan pertempuran apapun, medan kerja, perdagangan, profesinal, jangan sibuk dengan apa yang dimiliki orang lain atau saingan, tetapi efektifkanlah apa yang Allah telah berikan di tanganmu.


3     Uruslah urusanmu sendiri:
Kata pepatah “rumput tetangga selalu lebih hijau”. Tuhan Yesus katakan “bukan urusanmu”, urusanmu adalah ikut Aku. Apakah Tuhan Yesus melarang Petrus untuk peduli kepada Yohanes? Tentu tidak! Tuhan Yesus tentu tau agenda apa yang melatarbelakangi pertanyaan itu.
Jika saja Petrus berfokus pada tugas besar yang Tuhan berikan kepadanya untuk mengembalakan domba-domba-Nya, maka tentu saja ia akan mulai sibuk dan terus memikirkan bagaimana ia akan menjalani tugas berat yang diterimanya tersebut, tetapi Petrus lebih menaruh beban pikiran pada apa yang Tuhan akan lakukan kepada Yohanes. Jawaban keras Yesus kepada Petrus adalah suatu panggilan untuk focus pada panggilan khusus Allah padanya.
Dalam dunia Pendidikan, satu pelajaran mendasar yang terpeenting adalah focus. Focus bukan saja kata dasar untuk menjadi seorang professional, tetapi juga pelajaran dasar bagi seseorang yang memiliki tujuan hidup. Banyak orang, bahkan sebagian besar orang Kristen, hanya sekedar menjalani hidup, tetapi tidak mengerti tujuan hidup. Seseorang yang  tahu akan tujuan hidupnya,  maka ia pasti akan focus kepada panggilan itu, tidak peduli berapa harga yang harus dibayarnya dan apapun resiko yang harus ditanggungnya.  
Tuhan Yesus adalah pribadi yang sangat focus dengan tugas yang diberikan Bapa kepada-Nya. Dalam percakapan-Nya dengan wanita Samaria, ketika murid bertanya kepada-Nya, adakah orang yang memberikan makanan kepada-Nya? Ia mengatakan “makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4: 34). Tuhan Yesus juga mau agar Petrus pertama-tama focus pada panggilan yang diberikan kepada-Nya, yaitu mengembalakan domba-domba Kristus dan menyelesaikannya.
Seorang pekayan toko pakaian terkenal, suatu saat muncul di koran karena tindakannya melayani dengan setia seorang tuna wisma yang tidak memiliki uang. Wanita tuna wisma tersebut hanya mencoba-coba baju mahal di toko dimana ia bekerja. Walau wanita tuna wisma tersebut berpakaian dekil, ia tetap setia melayaninya sebagai tamu. Apa yang dilakukan oleh pelayan tersebut diperhatikan oleh seorang wartawan yang akhirnya mewawancarainya. Ketika pelayan tersebut diwawancarai mengapa dia melakukan hal tersebut, sang pelayan muda itu berkata: tugas yang diberikan pemimpin toko kepadanya adalah melayani setiap tamu sebaik-baiknya, dan bukan menilai para tamu apakah mereka memiliki uang atau tidak, pantas atau tidak pantas. Karena focus pada tugasnya tersebut maka pelayan tersebut disebut oleh koran local sebagai “pelayan professional”.
Dalam pelayanan, banyak orang Kristen hanya focus pada apa yang mereka sukai, mereka hanya mau melayani dibidang yang mereka sukai, bukan focus pada apa yang Tuhan mau mereka lakukan. Apa yang Tuhan mau kita lakukan? hal itu dapat dilihat dari perlengkapan apa yang Tuhan berikan kepada kita. Seorang yang fasih lidah, kemungkinan besar diperlengkapi Tuhan untuk pekerjaan pengkhotbah, seorang yang cakap mengajar kemungkinan besar dipanggil untuk menjadi pengajar.  Begitu pula dengan pelayanan yang lain.
Hendaklah setiap orang beriman mengetahui, bahwa dirinya adalah “pribadi” dihadapan Allah. Apa yang dimaksud dengan pribadi itu? Bahwa Allah memiliki tujuan khusus bagimu, hendaklah setiap orang percaya mengetahui bahwa kita tidak dapat menjadi segala-galanya, kita bukan segala sesuatu, tetapi kita bisa melakukan sesuatu. Orang yang ingin menjadi segala sesuatu akhirnya menjadi orang yang tidak mengerjakan sesuatu apapun. Tugas apa yang Tuhan telah berikan kepadamu, itu adalah tujuan hidupmu. Oleh karena itu. Fokuslah menjalaninya dan selesaikanlah.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar:

LITURGI IBADAH RAYA MINGGU

  1.    Nyanyian Pembuka: Aku Hendak Bersyukur Pada Tuhan   Aku hendak bersyukur pada Tuhan Kar'na keadilanNya Dan bermazm...